3. Gertakan

103 29 36
                                    

"Ikut aku!"

Ketika jam istirahat tiba, Jaebum langsung menggeret Yuna seolah Yuna adalah tali tambang. Ia menarik lengan seragam gadis itu dengan tidak manusiawi. "Hei, santai! Eunhaaa!" seru Yuna yang berusaha menyeimbangkan langkahnya karena ditarik tanpa aba-aba oleh lelaki itu.

Eunha yang merasa Yuna butuh pertolongannya, malah tertawa terbahak-bahak. "Bersenang-senanglah, Yuna-yaaaaa...." Gadis itu terus saja bersorak sejak Yuna mengatakan nama Lim Jaebum tadi pagi.

'Bersenang-senang kepalamu jajar genjang!' umpat Yuna kesal.

Lagi-lagi, taman sekolah yang menjadi tempat untuk mereka bicara. Jaebum melepaskan cengkeramannya pada lengan Yuna yang tertutup seragam. Raut serius menghiasi wajah lelaki itu, membuat Yuna penasaran.

"Kenapa kau menarikku tiba-tiba? Pakai geret-geret juga. Kau pikir aku benang layangan, hah?"

"Maaf, aku sedang terbawa emosi," jawab Jaebum seadanya. Dia selalu memikirkan kata-kata yang tiga hari lalu diucapkan oleh Daejoong. Dia sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Daejoong. Namun, firasatnya mengatakan kalau itu bukan sembarang kalimat.

"Jangan kira aku tidak tahu apa yang menjadi urusanmu di Incheon, Lim Jaebum."

Urusan Jaebum di sini hanya Yuna dan atmosfer Namjoon saja, tidak ada yang lain. Apa jangan-jangan ... Yuna? Entahlah. Tiga hari yang lalu, Jaebum tidak sempat bertanya karena dia langsung diseret oleh pengawal Daejoong supaya cepat-cepat pergi dari kastil itu.

Jaebum yang menahan emosi karena memikirkannya selama jam pelajaran, dia luapkan emosinya pada jam istirahat dan langsung menarik Yuna tanpa permisi, tanpa peduli kalau aksinya membuat mereka menjadi pusat perhatian banyak orang. Jaebum berjalan dengan sangat cepat, mirip seperti berlari sehingga gadis itu hampir terjungkal kalau langkahnya tidak cukup cepat untuk menyeimbangkan.

"Apa yang akan kau katakan pada Eunha tadi pagi?"

Dengan santai, Yuna menatap laki-laki di depannya ini secara menantang. "Dia sahabatku, tentu aku akan mengatakan semua yang membuat pikiranku kacau akhir-akhir ini."

"Memangnya apa yang membuat pikiranmu kacau?"

"Kau, serigala, dan tombak. Terutama kau! Kau sangat aneh dan membuatku gemas. Aku ingin mengetahui semua kata-kata sok misteriusmu!" ucap Yuna, yang tanpa sadar memakai nada serius.

Dapat Yuna lihat, laki-laki itu mendesah kasar dan menyibak rambutnya yang penuh keringat itu ke belakang. Raut wajah Jaebum juga mulai terlihat frustrasi.

"Kumohon berjanjilah padaku untuk melupakan semuanya. Ini untuk kebaikanmu juga," ucap Jaebum dengan bisikan.

"Aku sudah berusaha untuk melupakannya, tapi sia-sia. Sejak kejadian itu, tidurku menjadi lebih larut dari biasanya karena memikirkan hal itu terlebih dahulu. Aku saja tidak tahu alasanmu menyuruhku untuk merahasiakan dan melupakannya. Memang wajib, ya?"

Jaebum mengangguk. "Sangat wajib. Aku tak bisa jelaskan alasannya karena dilarang. Jika bisa, aku sudah menjelaskannya padamu supaya kau langsung menurut," ujarnya berusaha membuat situasi tetap tenang.

"Aku butuh cerita pada Eunha supaya kepalaku tidak terlalu pusing untuk memikirkan itu semua sendirian. Lagipula, Eunha sahabatku, aku selalu berbagi suka dan duka bersamanya. Tidak ada alasan untuk tidak berbagi cerita pada Eunha."

"Ada!" bantah Jaebum. "Ada alasan kau tidak boleh bercerita pada siapa pun meski dia sahabatmu sekalipun. Kau akan menyeret Eunha juga dalam masalah ini. Kau saja sudah merepotkanku, aku tidak mau Eunha juga ikut-ikutan merepotkanku!"

Raut bingung menghiasi wajah perempuan itu. Apa yang Jaebum katakan? Merepotkan apa? Yuna tidak melakukan apa pun pada Jaebum. Sungguh, dia selalu hampir hilang kesabaran setiap kali dirinya berbicara empat mata dengan Jaebum. 

Werewolf [The Lorzt's Regulation]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora