06 ; Band - Date.2

733 217 33
                                    

"Haris, fotoin dong!" seru Jennie sambil berpose di depan air terjun yang tersedia di Curug yang mereka kunjungi. Haris mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya, memotret indahnya ciptaan Tuhan yang di buat dengan sedemikian rupa.

"Jen, kalo aku post boleh gak?" tanya Haris. Jennie mengangguk mengiyakan.

"Lo sini dulu, Jen! Nanti kepeleset!" kata Haris khawatir. Keadaan beberapa batu yang sudah ditumbuhi lumut, jujur saja membuat batin Haris khawatir nantinya calon pacarnya itu jatuh.

Jennie mengangguk sambil berjalan melewati batu-batuan. Haris mengawasi, bukan tidak mau menyusul, namun bawaannya terlalu banyak dan ragu untuk ditinggalkan mengingat banyaknya monyet berkeliaran di Curug ini.

"Sini duduk," kata Haris menepuk batu yang kering.

Jennie menurut, dia ikut duduk di sisi kanan Haris. Jennie meraba rambutnya yang basah terkena percikan air terjun. Ia tertawa kecil sebelum Haris mengelap rambut panjangnya dengan handuk kecil yang ia bawa.

"Keringin. Kita disini masih lama, nanti lo masuk angin siapa yang mau ngerokin?" tanya Haris agak sewot, entahlah apa permasalahannya.

"Kan ada kamu," sahut Jennie tanpa melihat wajah Haris yang sudah matang.

"Gila kali. Kita itu masih belum ada apa-apa, masa bisa lo percayain gue buat ngerokin lo? Nanti kalo gue kebablasan malah ngeraba gimana?"

"Aku bercanda doang tau Ris. Lagian ya.. aku itu kebal sama pen—"

"Astaghfirullah lo mimisan.." kata Haris lalu menarik selembar tissue dan mengelap dengan telaten darah yang terus keluar dari hidung mungil Jennie.

"Darahnya gak mau berenti. Lo ada riwayat sakit apa?" tanya Haris.

"Ng? Gak ada," sahut Jennie pelan.

"Kok bisa mimisan segini banyaknya?" tanya Haris lagi sambil menutup sebelah lubang hidung Jennie yang terus mengeluarkan darah dengan tisu.

"Ya–ya mungkin kecapean aja kali.." jawab Jennie. 

Haris memperhatikan wajah Jennie, memperhatikan bibir gadis itu yang memucat. Entah faktor dia belum memakai lipstick atau memang sedikit sakit.

"Mau pulang aja gak? Atau ke Rumah Sakit aja gimana? Gue takutnya lo kenapa-napa," kata Haris mengusul ide.

Jennie menggeleng. "Gak-gak. Gausah. Gue gak apa-apa kok Ris, kecapean aja. Serius deh, nanti pulang, tidur juga baikan kok besok." kata Jennie dengan nada yang agak marah.

Haris yang malas berdebat akhirnya mengangguk. "Yaudah. Mau stay disini atau mau kemana lagi?"

"Mau makan," sahut Jennie.

Haris tertawa kecil, "Makan apa?"

"Yang ada disini lah." sahut Jennie lalu berjalan mendahului Haris. Haris dengan cepat menggenggam tangan Jennie lalu menariknya lembut.

"Pegangan. Nanti kepeleset," kata Haris.

Jennie tersenyum kecil.

▪︎BꓥNꓷ▪︎

Matahari sudah mulai menenggelamkan dirinya, merelakan sinar rembulan yang menerangi malam. Suasana juga mulai sepi, terganti dengan keheningan penuh keromantisan. Ditengah-tengah api lilin, Jennie tengah memandang jauh rumah-rumah yang terlihat kecil dari rumah pohon.

Haris yang membawanya kemari. Dan, ini pertama kalinya Jennie bisa sebebas ini. Biasanya ia akan dilarang atau diikuti oleh kakaknya bahkan kedua orangtuanya.

Band - khb [au] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang