900[Kritis?]٣٢

884 91 7
                                    

Fakhri mengoreksi lembaran hasil ulangan santri, raganya memang condong ke arah kertas-kertas itu, tapi jauh di lubuk hatinya merasakan kecemasan yang ia sendiri tak tahu apa penyebabnya. Apa yang ia khawatirkan? ketahuilah, mencemaskan apa yang tidak pasti itu sangat tidak mengenakkan.

"Ala bidikrillahi tatmainnul qulub." Fakhri mendalami ayat ini betul-betul sembari memegang dadanya.

Netra Fakhri bergerak ke sembarang arah, hingga ia mendapati Shilla yang berusaha menyangga tubuhnya sendiri di pintu kamar mandi. Jantung Fakhri berdetak lebih cepat, sekarang ia tahu apa yang menjadi kegelisahannya. Sesuatu dalam hatinya hendak memberinya kode melalui serangkaian gerakan yang membuatnya merasa tak nyaman dalam hatinya.

"Mas ..." Fakhri tak mendengar suara Shilla lantaran sound yang terlalu nyaring. Namun, ia masih bisa memahami ucapan Shilla melalui pergerakan bibir Shilla yang terbuka.

Fakhri langsung berlari ke arah Shilla. Tepat selangkah lagi hingga tubuhnya sejajar dengan Shilla, istrinya itu ambruk lebih dulu.

Panik nggak? Ya paniklah! Hanya saja, ditengah kepanikannya, Fakhri dituntut untuk berpikir kritis. Memikirkan solusi dengan tenang dan segera mengambil tindakan cepat.

"Tahan, kamu kuat!'' lirih Fakhri sembari mengamati wajah Shilla yang berada dalam gendongannya.

"Istrinya kenapa?" tanya salah-satu tetangga Shilla.

"Mau melahirkan Bu. Tolong sekalian bilangin ke mama, Shilla dibawa ke rumah sakit. Terima kasih Bu." Tetangga itu hanya memandang Fakhri dengan cengo. Seorang yang dikenal tidak banyak bicara, sekarang berbicara begitu cepat seakan lupa napas.

Memang benar, seorang laki-laki akan hilang kendali jika terjadi sesuatu dengan orang yang dicintainya. Rasa "tidak terimanya" seorang laki-laki itu lebih mengerikan daripada perempuan.

***
Dokter Melisha yang hendak makan siang langsung menaruh nampan makanan yang ia bawa dari kantin. Tak sesuap pun yang berhasil ia telan, tapi harus merelakan karena ada nyawa yang perlu diselamatkan.

"Cepat siapkan ruang bersalin." Dokter-dokter koas yang berada di dekat Dokter Melisha langsung bergegas sesuai perintah.

"Dokter tolong lakukan yang terbaik," pinta Fakhri yang begitu menyiratkan permohonan. Bukan kali pertama Fakhri berada di posisi ini, menyaksikan sendiri perjuangan sang istri yang mempertaruhkan nyawa demi buah hati mereka. Namun, meski demikian, rasanya tidak berpengaruh pengalaman bertahun-tahun yang lalu karena detik ini, mereka berdua tidak bisa mengendalikan ketakutannya.

"Mas ... Aku nggak kuat ...." rengek Shilla semakin melemah. Membuat Fakhri semakin tak tahan untuk tidak menangis.

"Shuttt ...."

Cup cup cup.

"Sebaiknya di operasi sesar saja Pak," saran Dokter Melisha. Jauh-jauh hari sebelum persalinan ini terjadi, mereka sudah merundingkan tentang proses melahirkan. Keinginan Shilla tetap bisa melahirkan normal seperti sebelumnya dan menurut pemeriksaan pun masih memungkinkan untuk dilakukan persalinan normal. Namun, karena terjadi hal tak terduga seperti saat ini, Dokter Melisha hanya bisa menyarankan opsi kedua.

"Lakukan yang terbaik dok."

"Silahkan tunggu di luar." Fakhri keluar dengan perasaan murung. Sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya berkamuflase menjadi kecemasan.

"Fakhri," panggil Winda kepada menantunya itu.

"Mama, Shilla di dalam." Fakhri menyalami punggung tangan Winda lalu langsung memeluknya. Dalam hati, ia memohon maaf atas kelalaiannya menjaga Shilla. Begitu matanya terpejam, rintihan Shilla di kamar mandi tadi berputar-putar di kepalanya.

Bidadari yang Tersembunyi[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang