17. Reach Out Your Hand

3.1K 573 129
                                    

Tarikan sudut di bibir pria tampan itu mengembang selaras dengan mata biru langitnya. Alex menoleh pada Kent yang masih shock di tempatnya, terbukti bahwa Alex benar dan Kent salah dalam menilai Bianca. Bianca tidak seburuk itu. Kerisauan dan degup jantung tidak beraturan kini berubah menjadi ketenangan juga rasa bahagia. Ya, taruhan Kent saat itu adalah Bianca memilih uang atau sahabatnya sendiri, dan Alex yang memenangkan taruhan ini, bahwa Bianca tidak penggila uang.

Alex semakin melebarkan senyuman, menampilkan deretan gigi putih nan indah di wajah tampannya. Lelaki itu mengambil koper di dekatnya. "Lance," panggilnya pada sang asisten yang selalu setia di sampingnya. "Masukkan kembali uangnya ke dalam bank."

"Baik, Tuan."

"Uh, pasti menyebalkan tidak bisa tidur dengan seorang primadona malam ini," ejek Trevor meminum cocktail-nya ke arah Kent. Ya, mereka tahu rencana Kent dan Alex, tapi Kent tidak benar-benar akan tidur dengan Angela, ia masih waras, hal itu hanya sebagai jebakan untuk membuat Bianca percaya bahwa Kent melakukannya atas dasar keinginan pria itu sendiri, bukan ujian.

Adam dan Ethan tertawa mendengar ejekan Trevor. Sementara Elias ikut mengejek, "Oh sialan, pasti Kent sudah memimpikannya, tapi tidak dapat terjadi di dunia nyata."

"Poor Kent," ejek Ethan ikut-ikutan.

Ledakkan tawa Elias dan Trevor membuat beberapa pasang mata mengarah pada mereka. Meski suara musik berisik, para tamu tidak tuli untuk mendengar gelak tawa keras kedua insan itu. Namun, keduanya mendadak berhenti tertawa lantaran Kent berdiri dari sofa, membuat wajah Elias dan Trevor pucat pasi, was-was jika Kent akan memukul mereka. Namun, menghela napas lega begitu Kent pergi dengan ekspresi yang sulit diartikan. Entahlah, Kent terlihat kesal.

Alex ikut bangkit dan menyusul Kent yang pergi ke sebuah ruangan lain di dalam bangunan megah tersebut. Kent terlihat membakar rokok, lalu menghisapnya. Entah sudah berapa kali lelaki itu merokok hari ini. "Pergilah, Alex. Aku sedang tidak mau bertemu siapa pun."

Alex sangat tahu, jika Kent tidak marah atas ejekan teman-temannya. Lelaki itu terlihat kesal karena suatu hal tidak berjalan sesuai rencananya, tidak sesuai isi pikirannya. Kent salah dalam menilai seseorang dan lelaki itu merasa kesal karena hal tersebut. Alex mengambil sebatang rokok Kent untuk menemani lelaki itu, membakar sebelum menghisap ujungnya.

Kent terkejut atas perbuatan Alex lantaran Alex tidak pernah merokok. "Apa yang kau lakukan?!"

"Kau tidak perlu kesal. Melakukan kesalahan dalam memprediksi sesuatu adalah hal normal," ucap Alex mengembuskan asap dari mulutnya, meski terbatuk-batuk karena tidak terbiasa. Kent terlihat buang muka, namun Alex berucap lagi, "dan mungkin saja, kau salah dalam menilai Mr. Larsen."

"Kau tidak mengerti, Alex. Ini berbeda," sanggah Kent menghisap kembali rokoknya dengan kesal.

"Bukankah aku sudah menceritakanmu tentang bagaimana aku bertemu dengan kakekku?" ucap Alex membuat Kent langsung menoleh padanya. Alex tersenyum lembut. "Kakekku menganggapku aib, tapi apa? Sekarang dia malah sangat menyayangiku yang merupakan bagian keluarganya."

Kent terdiam. Ya, Alex pernah bercerita padanya bahwa keluarga pemuda itu begitu rumit dulu. Alex hasil dari pemerkosaan ayah Alex, Grayson Stone ketika berumur tujuh belas tahun dan ibunya, Catelyn Stone seorang gadis perawan berumur empat belas tahun.

Kent menghela napas berat, lalu menghisap rokoknya kembali, sebelum mengembuskannya. "Ini mustahil, Alex. Aku mencabut beasiswa Bianca dan mau tidak mau ia ke Indonesia, jika dia tidak melakukan apa yang aku—"

"Apa?!" potong Alex terkejut tidak percaya. "Bahkan jika dia menerima tawaranmu, uang yang kuberikan pun tidak cukup untuk bersekolah di Larsen hingga lulus!" bentak Alex membuang rokok yang ada di tangannya dengan napas memburu. "Bagaimana bisa kau lakukan itu?!"

Innocent Prince [COMPLETE]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang