Bazar

189 49 59
                                    

"Rein, dari mana saja kau?"

Aku terdiam di ambang pintu saat kudapati Henry tengah duduk di sofa dengan bukunya dan rambutnya yang berantakan.

"Aku...dari halaman belakang," jawabku berdusta.

Henry menutup bukunya dan menatapku curiga. "Dengan celana basah dan rambut acak-acakan seperti itu?" Ia mendekatiku perlahan. "Apa yang kau lakukan di sana?"

"Aku hanya...mencari udara segar. Itu saja." Aku menutup pintu dan melepas sepatuku.

"Kau...mabuk?"

"Tidak. Aku tidak mabuk, sungguh."

"Aku tahu kau minum anggur." Henry menghela sejenak. "Rein, aku tahu kau pasti paham dengan aturan di sini."

"Aku memang minum anggur, tapi aku tidak sampai mabuk. Lagi pula...aku minum di luar area Royale Institute dan aku masuk dalam keadaan tidak mabuk."

"Lalu kenapa kau basah kuyup begitu? Kau tidak terpleset dan jatuh ke kolam ikan kan?"

"Itu..." Aku terdiam sejenak, tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya. "Ya, aku jatuh ke kolam ikan saat akan kembali kemari."

Ya, aku tidak mungkin memberitahu tentang pertemuan rahasiaku bersama Zora. Sampai sekarang air terjun itu masih banyak yang menganggapnya wilayah terlarang.

"Aku tidak mencium bau amis di pakaianmu."

"Aku sudah membilasnya dengan air bersih."

"Rambut dan celanamu basah kuyup, tapi baju dan sepatumu terlihat kering. Sudah dipastikan kau di luar sana melepas baju dan sepatumu," ujarnya menyelidik. "Sebenarnya apa yang kau lakukan?"

"Tidak semua masalahku menjadi urusanmu kan?" kataku, mulai jengah.

"Tentu saja itu urusanku, kita masih satu ruangan. Yah, walaupun beda kamar. Tidak ada salahnya kan jika aku tahu apa yang kau lakukan?"

"Apa termasuk jika aku melanggar aturan, kau akan mengadukanku agar dihukum?"

"Justru itu yang kukhawatirkan," jawabnya. "Jika hanya aku yang melihatnya, mungkin aku akan tutup mata dan pura-pura tidak tahu. Tapi bagaimana kalau orang lain yang melihatmu?"

"Yah, pastinya aku akan dihukum. Lagi pula aku takan lari jika memang ketahuan bersalah."

"Dan membiarkan reputasimu merosot?"

"Oh, astaga," desahku mulai kesal. Pasalnya, aku tidak suka jika harus membahas reputasi yang bahkan aku sendiri tak peduli. "Kau tak terlu mengurusi hal itu."

"Tapi Rein-"

"Aku mau ganti pakaian," potongku cepat. "Oh ya, jika kalian ingin mengajakku pergi hari ini, tolong jangan ajak aku saat aku sedang tidur."

"Salahmu sendiri kenapa harus tidur di siang hari."

"Tenang saja, aku tak mungkin menghabiskan hari liburku dengan tidur seharian, meskipun sebenarnya ingin. Tapi aku juga tak menolak jika kalian ingin mengajakku pergi."

"Baiklah, kita lihat saja nanti. Mungkin saja kakakku sudah bersiap untuk memberimu pelajaran."

Aku yang tadinya hendak menaiki tangga, kini berhenti sejenak. "Kuharap kalian tidak mengerjaiku dengan sesuatu yang aneh."

.

Mataku mengerjap saat sepasang tangan melingkar di pinggangku dengan wangi yang menyengat. Lalu ada tangan lain yang membelai pipiku lembut dengan wangi yang berbeda. Jika dirasa dari sentuhannya, tangan itu sudah pasti wanita.

ReinWhere stories live. Discover now