Invasi

144 42 30
                                    

Aku duduk di sofa ruang kerjaku sembari menyangga dagu saat mata-mata utusanku kembali membawa laporan. Dia mengatakan kalau kondisi di Tryenthee sangat kacau, walau penguasa di sana sudah berganti.

Beberapa wilayah ingin melepaskan diri dari bagian Tryenthee dan kudengar ada kerajaan lain yang mengincar wilayah yang sedang carut marut itu. Hal itu membuatku harus bertindak cepat sebelum ada pihak lain yang menguasai daratan incaranku.

Dia juga mengatakan kalau pertahanan Tryenthee sedang melemah. Selain bangsawan yang memiliki loyalitas bersaing, korupsi juga berimbas pada persenjataan militer yang tak layak. Aku cukup tercengang mendengar hal itu.

Kalau aku tahu Tryenthee ternyata serapuh itu dari awal, mungkin seharusnya aku langsung menyerang tanpa meracuni mereka semua.
Tapi biarlah, justru hal ini membuat rencana ekspansiku berhasil. Aku bisa menyerang mereka dengan mudah.

"Bagaimana dengan kondisi pasukan di sana?"

"Sebagian besar, pasukan mengalami kematian masal. Racun yang menyebar di seluruh wilayah membuat mereka cacat dan keberadaan mereka tak bisa digantikan mengingat racun itu menjangkiti seluruh masyarakat tanpa memandang usia."

"Jika kerajaan besar itu diserang, apa ada kemungkinan untuk bertahan?"

"Hampir seluruh kerajaan di benua ini memiliki hubungan diplomatik dengan Tryenthee. Jika kerajaan itu diserang kemungkinan besar kerajaan lain turut membantunya."

"Hmm begitu?" sahutku sambil berpikir.

"Dan ini adalah daftar kerajaan yang bekerja sama dengan Tryenthee."

Aku menerima gulungan perkamen mini yang ia sodorkan, lalu membukanya.

"Selain Vainea, hanya Axylon dan Axiandra yang tak menjalin hubungan diplomatik," gumamku setelah membaca. "Kalau begitu, tetap awasi keadaan di sana dan laporkan kondisi di sana secara berkala."

"Baik, yang mulia."

"Kau boleh pergi."

Aku melamun sambil memainkan jemari, memikirkan cara untuk menyingkirkan kerajaan-kerajaan sialan itu. Jika mengirim bantuan pasukan pada Tryenthee sudah pasti wilayah itu akan menjadi tanah penuh darah.

Aku menyeringai saat memikirkan hal gila. "Sepertinya ini akan menjadi hal yang menyenangkan."

Sungguh, aku sudah tak peduli jika tindakanku akan dikecam oleh berbagai pihak atau reputasi buruk menerpaku. Yang jelas, aku harus melenyapkan Tryenthee sialan itu dan menguasai daratannya.

.

Kali ini aku mengadakan rapat rahasia bersama tuan Zern. Membahas rencana penyerangan terhadap Tryenthee. Posisi adipati yang kosong mungkin membuatku kesulitan, tapi hingga saat ini aku masih belum ingin posisi Luna digantikan orang lain.

"Anda yakin ingin menyerang Tryenthee, yang mulia?"

"Kenapa? Anda ragu?"

"Masalahnya, Tryenthee adalah kerajaan besar. Mendiang raja Azura sendiri pun hanya bisa bertahan dari serangan Tryenthee, namun tak berani menyerang."

"Tryenthee saat ini hanya kerajaan yang rapuh."

"Saya harap anda tak menyepelekan situasi di sana, yang mulia. Walau wabah beracun itu tengah merebak, tapi pertahanan Tryenthee sangat besar."

"Mau saya beri tahu rahasia, tuan?" Aku menyeringai, lalu berbisik, "Racun itu...aku sendiri yang menyebarkannya."

Tuan Zern tercengang, sesuai dugaanku. Wajahnya terlihat membeku seolah-olah tak percaya bahwa sosok dihadapannya kini telah menjelma menjadi iblis.

ReinWhere stories live. Discover now