kamar jadi tempat rahasia kita; hasahi

1.8K 60 5
                                    

banyak rahasia yang terucap di kamar. pernyataan cinta, kalimat benci, juga tangis pilu putus asa.

banyak juga rahasia yang terjadi di kamar. pelukan dan ciuman mesra, perilaku dingin dan kasar, pun masa masa paling kelam dalam hidup.

kamar memang seringkali jadi tempat rahasia rahasia kita disimpan. begitu banyak hal yang kita sembunyikan dibalik dipan atau lemari lemari.

begitupun kamar asahi.

banyak yang pernah terjadi disana, jatuh kemudian bangun, menangis lalu tertawa, sakit lalu bahagia.

dan, banyak dari kejadian kejadian itu — haruto seringkali jadi bagiannya.

mulai dari pelukan yang mereka bagi berdua di masa masa paling sulit, kalimat kalimat yang meyakinkan semua akan baik baik saja.

“hey, nggak apa apa.” bisik asahi, membiarkan yang lebih muda menyandarkan keningnya ke bahu kurus itu, “haruto, nggak ada yang salah dengan jadi lelah. kamu manusia, itu wajar.”

masih hening, tangan asahi sedati tadi sibuk mengelus rambut dan punggung pemuda tinggi itu, “kamu kangen ibumu ya?”

haruto mengangguk, “rindu sekali, aku rindu ibu, ayah, airi. aku rindu rumahku di jepang, rindu bersepeda di musim panas bersama airi.”

tanpa haruto tau, asahi menitikkan air mata — sedih karena haruto yang sedih, juga ia rindu keluarganya di jepang sana. “ssht, aku tau. aku tau. semoga kita bisa segera berkunjung kesana.” kata asahi. “untuk sekarang, kalau kamu rindu, kamu datang kepadaku. okay?”

nada nada sumbang, lirik yang berantakan, juga alat alat musik seringkali bersahutan memantul di dinding kamar itu.

keduanya sibuk dengan kertas dan macbook dipangkuan, banyak juga kertas berserakan di lantai. layar komputer yang menyala, juga suara instrumen mengalun pelan, gitar tergeletak di sofa. haruto sibuk menulis lirik sedangkan asahi sibuk menyusun nada demi nada menjadi sebuah melodi.

“haruto?”

“ya?”

“lirikmu sudah?”

“nih,” kata haruto, menyerahkan kertas berisi tulisannya dalam bahasa korea. “cek dulu.”

asahi mengangguk, membaca bait demi bait menyesuaikan dengan alunan yang ia buat. keningnya mengernyit beberapa kali. “kok gini sih? ini agak melenceng dari tema yang kita berdua sudah setujui.”

“cuma sedikit kok.” bantah haruto.

“sedikit tapi nanti jadi beda lagi lagunya!”

hening, lalu tawa keduanya pecah. “maaf maaf.” kata asahi disela tawanya, “aku harusnya nggak perlu marah.”

“nggak masalah, aku paham kok. nanti aku ganti lagi sedikit.”

bisik bisik, pelukan, ciuman, juga sentuhan penuh sayang juga tak jarang mereka bagi di kamar ini.

keduanya baru saja kembali dari gedung agensi setelah memindahkan dan mengerjakan beberapa lagu. cukup melelahkan, itu sebabnya asahi memilih untuk mandi dan keramas begitu masuk ke dorm nomor tiga ini.

asahi duduk di kasurnya menghadap jendela yang ia buka tirainya, sambil mengeringkan rambut dengan handuk karena stop kontaknya terlalu jauh untuk ia menggunakan pengering rambut.

saat sedang asik bersenandung dan mengacak acak rambut panjangnya dengan handuk, sepasang lengan melingkari lehernya, juga dagu yang disandarkan ke pucuk kepalanya. “haruto, berat….” katanya sembari mendorong si watanabe sedikit.

haruto mengambil handuk kecil itu dari tangan asahi lalu menggosok pelan rambut hitam legam tersebut. empunya memejamkan mata, menikmati perlakuan yang lebih muda. “hi-kun?”

“hmm?”

“aku tidur disini ya?”

“biasanya nggak ijin.”

“aku mau jadi sopan hari ini.” seloroh haruto yang mengundang cekikikan dari yang lebih tua.

setelah sepuluh menit, rambut asahi sudah lebih kering. haruto memeluknya dari belakang sambil menatap gedung gedung yang berkelip di kejauhan melalui jendela. “asahi.”

“ya?”

“i love you.” bisik haruto, lalu mengecup berkali kali pucuk kepala dan pelipis asahi. “jangan kemana mana.”

asahi tertawa pelan, “memangnya aku mau kemana sih?”

“tidak tau,” gumam haruto, “pokoknya jangan pergi.”

asahi mengangguk, berbalik lalu mencium dagu yang lebih muda sekilas. “i love you too.”

; antologiWhere stories live. Discover now