12. Kim Yera - Fall Apart

39 13 0
                                    

Sejak masih di apartemenku sampai sekarang sudah di rumah sakit, aku tak henti-hentinya menangis.

Pasien-pasien lain yang letak ranjangnya di sisi kiri-kanan Jeno pun sesekali melihatiku. Beberapa perawat yang sempat lewat juga kadang menoleh ke arahku. Ada yang menatapku prihatin, kasihan, ataupun bingung.

Petugas kesehatan yang tengah mengobati Jeno sesekali menenangkanku, mengatakan kata-kata penghiburan bahwa Jeno tak mengalami luka parah. Biarpun begitu, aku masih saja menangis tanpa suara sambil melihati Jeno yang sedang diobati luka-lukanya.

"Kenapa kau terus-terusan menangis, Kim Yera? Apa kau tidak lelah?" tanya Jeno, masih duduk di atas ranjangnya.

Sambil mengusap pipiku dengan tisu, aku menjawab Jeno. "Aku juga ingin berhenti menangis, tapi tidak bisa."

Sebagai balasan, ia hanya membuang napas lelah. Sedangkan aku masih saja terisak sambil duduk di kursi.

Tak lama kemudian, Jeno sudah selesai diobati. Luka-luka di wajahnya sudah diperban, diplester, dan ada yang dibiarkan mengering sendiri dengan bantuan obat luar. Petugas kesehatan yang tadi mengurusi Jeno pun pergi, meninggalkan aku dan Jeno untuk bisa lebih leluasa bicara berdua.

"Tidak usah khawatir, Yera! Jaemin tidak apa-apa. Aku sudah menghubungi Areum, dan gadis itu pasti sedang bersama Jaemin sekarang. Jaemin akan baik-baik saja bersama-"

"Dasar bodoh!" seruku kesal. "Aku tidak menangisi Jaemin. Aku menangisimu, Lee Jeno!"

Lelaki itu tertegun sejenak. Aku pun masih belum mampu menghentikan isakan lirihku.

"Kau terluka. Kau juga hampir dibunuh oleh sahabatmu sendiri. Aku benar-benar merasa bersalah. Maafkan aku! Kau jadi begini gara-gara aku."

"Tidak, Yera. Bukan gara-gara dirimu. Dan juga, aku tidak apa-apa. Sungguh," ucap Jeno lembut, berusaha menenangkanku. "Lihatlah! Luka-lukaku tidak parah. Sudah diobati pula. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Kuhapus jejak air mata di pipiku dengan tisu lagi. "Bagaimana dengan persahabatanmu dengan Jaemin, Jeno? Apa aku tak perlu mengkhawatirkan itu? Kau baru saja kehilangan sahabat terbaikmu."

Ia tersenyum tipis. "Tidak apa-apa."

"Bisa-bisanya kau tersenyum saat kondisimu kacau begini! Huhhh... Tak kusangka Jaemin bisa bertindak sejauh itu. Kupikir ia hanya akan berteriak, membanting beberapa barang, atau menyeretku ikut dengannya. Jika tahu Jaemin akan bertindak begini padamu, aku takkan menyetujui usulan sandiwara perselingkuhan ini!"

"Apa kau menyesal?"

"Iya. Aku sangat menyesal. Kau jadi terluka gara-gara aku."

Senyuman Jeno terkembang lebih lebar, dan itu membuat aku makin merasa bersalah padanya. Tangisanku pecah lagi. Sekuat tenaga, kuusahakan meredam suara tangisku agar tak mengganggu pasien lainnya.

Kemudian, kulihat Jeno bangkit dari ranjangnya.

"Kau mau kemana?" tanyaku. "Jangan pergi!"

"Aku tidak kemana-mana."

Ternyata Jeno hanya ingin membentangkan tirai sampai melingkar menutupi daerah di sekitar ranjangnya.

Dalam ruangan kecil yang hanya ada kami berdua di dalamnya, Jeno duduk di atas ranjangnya lagi dengan menyilakan kaki. Ia menghadapku, menatap mataku lurus dengan pandangan lembut.

"Kim Yera," panggilnya. "Semua ini belum terlambat."

"Apa yang kau bicarakan?"

"Kau dan Jaemin. Jika kau menyesali semua drama ini, kau bisa memberitahu Jaemin tentang yang sebenarnya terjadi. Tentang sandiwara perselingkuhan kita, tentang Go Areum, dan tentang penyakitmu. Belum terlambat bagimu untuk jujur padanya."

IRREPLACEABLE || (NJM) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang