06 : Treat

638 109 12
                                    

Dengan gemetar, anak lelaki itu menutup telinga. Berharap suara ribut dan pecahan kaca tidak lagi terdengar. Tetapi lagi-lagi pintu kamarnya dibuka dengan kasar. Ayahnya masuk, menarik tangan mungil miliknya. Sementara sang ibu, meraung-raung meminta suami untuk melepaskan anak mereka. “KUMOHON! JANGAN SAKITI ANAKKU!”

DIA JUGA ANAKKU, AKU MEMILIKI HAK ATAS DIRINYA!” balas sang suami, dan detik itu tamparan keras mengenai pipi mungil yang sudah basah karena air mata yang terus mengalir.

Ayah ... sakit ....

DIAM! BERDIRI DI SANA!

Segera saja anak lelaki itu berdiri di sudut tembok, tidak memedulikan ketika setiap langkahnya telah menginjak pecahan kaca dan beling yang tersebar di lantai. Ia hanya bisa terisak karena detik berikutnya suara tangisan sang ibu yang meminta dilepaskan terdengar nyaring. Ia takut.

Ini sudah terjadi tidak hanya sekali saja. Melihat sang ibu yang terus ditarik, ditampar dan dipukul, sebagai anak ia tentu saja tidak tega dan merasa sakit maka ia mencoba menghampiri lelaki brengsek yang berstatus sebagai ayahnya itu. “Lepaskan ibu, ayah ... jangan pukul ibu lagi ....

“Ayah berhenti!” Sunoo terbangun dengan terkejut, melihat ke sekeliling ternyata ia masih berada di kamar Jake. Untung saja Jake tidak berada di kamar, Sunoo melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Di sana Jake tertidur di depan laptop dengan beberapa makalah yang tengah dikerjakan. Karena itu Sunoo pun kembali masuk ke kamar untuk mengambil selimut tebal yang akan ia berikan pada Jake.

Tubuh Jake dibaringkan pada sofa dan disampirkan selimut menyelimuti tubuh Jake. Sunoo menopang dagu memandang lelaki tampan yang pulas tertidur itu.

“Kak Jake pasti lelah sekali,” gumamnya ketika melihat beberapa tugas Jake yang masih berantakan.

Jika saja Sunoo dapat membantu, Sunoo ingin sekali meringankan tugas Jake tetapi bukan membantu justru kedatangannya malah menjadi penambah beban bagi Jake. Ia merasa sedih dan bersalah.

Di penghujung malam, Sunoo tak kunjung kembali ke kamar. Ia masih duduk dan memandang Jake. Sungguh lelaki di hadapannya tidak pernah berubah, malah semakin tampan saja. Sunoo merasa bersyukur dapat mengenal sosok sebaik Jake. Jika bukan Jake mungkin hari ini ia tidak akan pernah bisa bertahan dalam kejamnya dunia.

“S–sunoo ... Sunoo ....” ujar Jake di tengah tidurnya, suara begitu pelan dan halus tetapi Sunoo yang duduk di hadapannya tentu saja masih mampu mendengar meski samar. Lelaki manis itu pun mendekat dan bertanya, “Iya Kak Jake? Aku di sini.”

Masih dengan mata terpejam, Jake meraih tangan Sunoo yang memegang bahunya. Ia menarik tangan Sunoo dan memeluknya erat. “Jangan pergi lagi, kau jangan pergi. Aku minta maaf, aku yang salah. Aku mohon jangan pergi,” ujar Jake kembali dengan alis yang berkerut dan seakan ketakutan.

Sunoo terkejut, tetapi tetap berusaha menenangkan Jake. “Kak Jake tidak salah, aku tidak akan pergi. Aku di sini.”

Seketika saja Jake kembali tenang tetapi tangan Sunoo masih tetap dipeluknya dengan erat. Perlahan Sunoo sedikit menjauhkan wajahnya yang tanpa sadar sedari tadi cukup dekat dengan wajah Jake.

***

Jake terbangun dengan linglung karena melihat keberadaan selimut di tubuhnya. Ah ... pasti Sunoo. Ia beranjak sambil mengusak rambut yang acak-acakan. Jake masuk ke kamar, ia cukup terkejut melihat pakaian rapi di atas kasur dan sebuah note bertuliskan Kak Jake bisa langsung mandi, aku juga telah menyiapkan air panas dan pakaianmu. Jangan lupa setelahnya untuk sarapan, aku sudah memasak. Oh ya satu lagi, aku berangkat sekolah sendiri.

Menghela napas, Jake menggeleng pelan. “Kenapa Sunoo tidak membangunkanku saja?” kesalnya tetapi kemudian ia sedikit tersenyum saat memegang pakaian yang telah disiapkan Sunoo padanya.

Di lain tempat, Sunoo berada di dalam bus. Ia senang melihat pemandangan jalan raya sambil memikirkan apakah Jake sudah bangun atau belum, apakah air dan sarapan yang telah disiapkan masih hangat ataukah sudah dingin. Sunoo sengaja bangun lebih pagi dari biasanya untuk menyiapkan semua itu, ia tidak tega membangunkan Jake yang setiap hari selalu merasa kelelahan dan hari ini ia mencoba untuk lebih mandiri pergi sekolah menggunakan bus. Lagipula ini bukanlah pertama kalinya ia naik bus.

Setelah pemberhentian berikutnya, Sunoo telah sampai di sekolah. Untung saja ada beberapa anak sekolah yang sama dengannya naik bus jadi Sunoo tidak perlu begitu bingung saat akan turun di mana.

Saat Sunoo berjalan menuju sekolah, Ni-Ki menghampirinya. Lelaki itu sedari tadi berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu Sunoo.

“Kak Sunoo, kenapa kemarin tidak datang? Apa ada sesuatu?” tanyanya cemas.

Sunoo tersenyum kikuk, ia juga menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. “Itu ... Maafkan aku Ni-Ki, kakakku mengajakku pergi. Aku tidak bisa menolaknya, maaf ya mungkin lain waktu aku akan menebusnya untukmu. Kita bisa pergi ke mana pun.”

Mendengar penjelasan Sunoo, Ni-Ki sama sekali tidak marah. Justru ia tersenyum senang dan mengajak Sunoo masuk ke sekolah bersama. Mereka berjalan saling beriringan, tidak memedulikan bisikan siswa lain yang tampaknya menggunjing mereka berdua.

Bagaimana tidak? Nishimura Riki adalah lelaki paling dihindari di sekolah, tidak pernah ada yang mau bergaul dengan siswa bermasalah seperti Ni-Ki. Rumornya bahkan di masa SMP Ni-Ki pernah melenyapkan seseorang yang merupakan sahabatnya sendiri, tidak ada yang tahu kebenarannya tetapi semua orang menyakini runor itu.

“Ah ya, untuk ponselnya. Aku akan menemukan cara untuk membayarnya segera, mohon beri aku waktu,” ujar Sunoo berhenti sebentar saat berada tepat di depan kelasnya.

“Tidak masalah, bahkan jika Kak Sunoo tidak dapat membayarnya pun aku tidak masalah.”

“Jangan berkata seperti itu, aku harus membayarnya. Aku tahu harganya mahal, mau sekaya apa pun dirimu tetap saja tidak baik menghambur-hamburkan uang, apalagi untukku.”

“Baiklah. Terserah Kak Sunoo saja, aku akan memberikan waktu sebanyak yang kau mau. Bahkan seumur hidup.”

Sunoo tersenyum sambil menahan tawa, lalu kemudian pamit masuk ke kelas sementara Ni-Ki juga harus pergi ke kelasnya sebelum bel berbunyi.

Bertepatan ketika Sunoo duduk di bangkunya, bel berbunyi. Seorang guru juga telah masuk dan kemudian mengajar menerangkan beberapa poin penting pada layar injector yang menampilkan power point. Selama belajar, Sunoo cukup mengerti dan merasa nyaman sangat berbeda ketika dulu ia bahkan sangat sulit untuk mengikuti pelajaran karena diliputi rasa tidak aman, bahkan Sunoo masih ingat jika dulu kuku-kukunya sering memutih seiring tangan yang kian gemetar. Itu adalah hal yang paling menyebalkan dalam hidupnya karena jantung pun akan ikut berpacu dengan cepat.

Rasanya mengerikan seiring rasa mual dan pandangan samar yang kian hadir.

Sunoo tidak ingin mengalaminya lagi, ia ingin melupakan semua masa lalu dan hanya ingin berpegang teguh pada pesan ibunya. Sunoo pergilah yang jauh, lupakan semuanya. Ibu tidak masalah kamu melupakan ibu juga, jaga dirimu baik-baik. Cepatlah pergi!

Vixiato | JakeNoo ✗Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang