01. Kutukan

9.1K 961 72
                                    

Ia tak punya arah.

Hanya ingin berjalan. Mungkin akan berhenti jika menemukan tempat yang cocok untuknya bersantai.

Cahaya jingga dari matahari sore mengenai kulit putihnya yang sayangnya tidak terawat, menimbulkan kesan hangat yang membuat ia tidak nyaman.

Ssshhh....

Segera ia menoleh ke samping, di mana ia meyakini suara itu berasal. Tapi sepi. Gang kecil tempat pembuangan sampah itu terlihat kosong. Hanya ada tumpukan plastik sampah yang siap diangkut.

Gadis itu meyakini ada sesuatu di dalam sana. Sebab, suara barusan bukan suara manusia. Tak sekali dua kali ia mendengar suara aneh tersebut.

"Abaikan."

Maka ia lanjutkan langkah kakinya. Menuruti kata hati dan pikirannya adalah satu-satunya pilihan karena memastikan rasa penasaran adalah hal tak berguna.

Ia tak suka mengambil risiko. Itu hanya akan menimbulkan masalah bagi ia yang hanya ingin bertahan hidup.

Angin tipis menerpa wajah pucatnya, membuat ia menoleh ke arah sumber angin. Sebuah irigasi tenang ia temui, tak ada siapapun di sekitar sana. Tanpa pikir panjang ia menuruni tangga yang mengarah ke tepi sungai irigasi.

Tepian sungai itu cukup luas, hanya dihiasi oleh rumput liar pendek, kurang dari mata kaki.

Sepertinya ia bisa bersantai dan menghabiskan sisa harinya di sini sebelum bulan menggantikan matahari menjalankan tugas.

Ia melepas sendal jepitnya, lalu mendudukkan tubuh lelahnya. Ketika menjuntaikan kaki, sebuah sensasi sejuk menghampiri kulit yang masuk ke dalam air jernih.

Ia menatap air itu dan menemukan pantulan dirinya yang agak buram.

"Wajahku..."

Kemudian kedua sudut bibirnya melengkung tipis, membuat keindahan wajahnya makin bertambah.

Sangat jarang baginya bisa melihat pantulan wajahnya sendiri. Walau pantulan pada air tidak jelas, tetap saja itu sedikit membahagiakan. Setidaknya ia tahu dan tidak melupakan wajahnya sendiri.

Sang gadis kemudian mendongak. Menatap langit jingga yang membuatnya silau, tapi itu indah.

Sudah tak terhitung berapa kali ia menatap pemandangan ini, tapi kesan itu tidak pernah berubah baginya. Matahari tenggelam dari negeri Matahari Terbit ini selalu membagikan sensasi berbeda, seperti menenangkan hati setiap penikmat kemegahannya.

Sekitar sejam ia habiskan hanya dengan duduk di tempat awal. Lalu ia bangkit berdiri ketika matahari sudah tenggelam. Tak ada lagi hal istimewa yang bisa memanjakan matanya.

"Ke mana?"

Kembali ia berjalan tanpa arah.

Ini hal biasa baginya, tapi tetap saja dia mengharapkan kelayakan.

"Nak!"

Ia berhenti dan langsung menoleh pada sumber suara.

"Ah, syukurlah kau belum pergi dari daerah sini." Sang pemanggil tersenyum lega. "Tunggu sebentar, ya!" lembutnya yang kemudian tergesa masuk ke rumahnya.

Sang gadis hanya diam. Menuruti perintah karena bisa menebak apa yang akan ia dapatkan.

Sungguh ia tak sabar, namun tak bisa berekspresi.

"Ini! Aku sengaja memasaknya untukmu. Semoga kau suka."

Ah, ternyata ada orang sebaik ini.

"Kau bisa makan di rumahku, aku tak masalah." Wanita itu menunjuk ke dalam rumahnya.

𝐑𝐞𝐠𝐫𝐞𝐭 - 𝐉𝐮𝐣𝐮𝐭𝐬𝐮 𝐊𝐚𝐢𝐬𝐞𝐧 (𝐏𝐚𝐫𝐭 𝟏) ✓Where stories live. Discover now