[06] Sakit

2.2K 501 44
                                    

Hal pertama yang selalu Rama cari ketika sampai di kelas adalah Tara.

Selalu.

Saat ia sampai, dan melihat bangku Tara kosong, Rama sering panik sendiri.

"Tara mana?"

"Oi?"

Lalu, dia baru akan kembali tenang, ketika ia melihat wajah itu.

"Kenapa?" tanya Tara bingung.

"Gapapa."

Walau sebenarnya, Rama tahu, Tara tidak akan kemana-mana. Berhubung, Tara itu selalu menjadi orang pertama yang datang, dan orang terakhir yang keluar sebab ia yang memegang kunci gembok pintu kelas. Jadi, selama semua anak XI MIPA 4 bisa masuk, itu artinya Tara ada.

Rama tidak bisa tidur nanti kalau Tara hilang. Dan ngomong-ngomong tentang tidur, jika diingat-ingat lagi, Rama tidak pernah melihat Tara tidur di kelas. Atau mungkin Tara pernah tidur ketika Rama juga tidur?

Makanya, ketika Rama membuka kedua mata sebab perut yang mulai keroncongan minta makan, dan mendapati wajah Tara yang hanya berjarak satu jengkal di depan wajahnya, tengah tertidur pulas, Rama hanya bisa diam. Bingung. Tumben sekali Tara tidur.

Tidak seperti dirinya yang mewajibkan diri untuk menyumpal telinga, Tara tak perlu apa-apa. Kepala menyentuh langsung permukaan meja, tanpa ada lengan yang mengalasi. Telinga bebas dari benda macam-macam. Dan ia masih bisa tidur dengan nyenyak.

Tangan Rama refleks terulur. Menyentuh helai rambut. Menyisir dengan pelan. Tersenyum sebab melihat wajah itu tenang tanpa ada kerutan di dahi, atau decakan yang biasa terdengar. Rama menarik tangannya kembali untuk dijadikan bantalan seperti awal. Tak ingin mengganggu tidur Tara. Menatap wajah itu selama beberapa menit, dan memutuskan untuk kembali tidur. Mengabaikan rasa lapar di perut. Dia akan makan nanti setelah Tara bangun, agar mereka bisa makan bersama.

Tapi, ketika Rama membuka kedua matanya setelah lama tertidur, Tara sudah tidak ada. Bahkan, tasnya pun menghilang.

"Tara pulang duluan. Dia sakit," kata Sari yang melihat raut panik Rama.

"... Oh."

Ternyata, Tara bisa sakit juga ya.

Lalu, biasanya ketika Rama datang ke sekolah, Sari atau Tara sudah sibuk di depan kelas untuk mengabsen anak-anak yang masuk (yang mana sebenarnya itu tugas Rama sebagai Sekretaris), Aldo yang berlarian keluar masuk kelas, dan anak-anak lain sudah duduk di bangku mereka. Tapi, kali ini, ketika ia datang ke sekolah, semua orang-orang itu berkumpul di koridor depan kelas, dengan pintu yang masih tergembok rapat.

Rama menurunkan headphonenya.

Sadar akan raut kebingungan pemuda itu, Dewi yang berdiri paling dekat dengannya menghela napas, "Ali belum dateng. Yang megang kunci si Ali soalnya."

Dahi Rama mengerut, "Tara?"

"Dirgantara kan sakit kemarin."

... Oh.

Dan hari itu berakhir, dengan Rama yang hanya duduk di kursi, tanpa tertidur sedetik pun. Walau rasanya mengantuk berat, tapi Rama sungguhan tidak bisa terlelap.

Hari berlalu dengan lambat ketika Tara tidak ada. Tiga hari Tara tidak masuk, tiga hari pula kerjaan Rama hanya melamun di kursinya. Kadang Ali memutuskan untuk duduk di samping Rama. Mengoceh tentang entah apa sambil menyontek tugas milik Rama. Tapi, Rama mengabaikan. Kalau tidak ada Tara, jadi tidak seru.

"Jenguk Tara yuk!"

Untuk pertama kali, setelah tiga hari melesu, Rama bersemangat.

"Ayo, gue tau rumah Tara di mana," ujar Ali.

S A V E  M EWhere stories live. Discover now