[12] Rama bagi Tara

814 139 15
                                    

Dirgantara tahu benar, diawal pertemuan, Rama hanyalah orang asing.

Orang asing yang kebetulan ditunjuk jadi Sekretaris dan menjadi teman sebangkunya.

Kemudian, diawal sekolah pun, Rama sudah tidak hadir kurang lebih dua atau tiga minggu karena sakit. Mungkin karena jantungnya, Tara juga tidak terlalu tahu. Lalu, ketika ia mulai bersekolah, interaksi mereka tidak terlalu intens sebab Rama yang lebih sering tidur. Dan karena dia adalah Ketua Kelas, maka mau tak mau, Tara harus mengurus anak-anak lain termasuk Rama, sebab itu adalah salah satu tanggung jawabnya. Dia harus bisa mengatur tiga puluh lima orang lain, agar tidak kelewatan ketika bermain.

Hanya itu.

Jika ditanya pun, Tara akan menjawab dia lebih dekat dengan Sari dan Devi yang duduk di belakang daripada Rama.

'Jangan denial,' kata Mami. Dan Tara sendiri sebenarnya merasa dia tidak denial.

Ia menatap layar ponsel yang menunjukkan ruang obrolan antara ia dan Rama. Mereka benar-benar jarang sekali chattingan. Terakhir kali Rama mengirim pesan padanya itu ketika ia menyatakan perasaan. Hari Jum'at, tanggal 18. Karena saat itu pikiran Tara masih kacau, jadinya dia tidak membalas apa-apa.

Tapi mungkin, apa yang orang-orang bilang itu benar. Terbiasa bersama membuat rasa familiar antar satu sama lain semakin kuat tanpa disadari. Mungkin di awal, perasaan yang Tara punya untuk Rama hanya rasa tanggung jawab. Tidak lebih. Namun, lama kelamaan, siapa Tara yang bisa mengontrol perasaannya sendiri?

Well, bukan yang berubah hingga ia 'suka' juga dengan Rama. Tapi jelas itu terasa lebih positif dibanding ketika awal mereka bertemu. Maka dari itu, ketika Rama menyatakan perasaannya, kepala Tara pusing luar biasa. Dia bahkan tidak pernah berpikir ke arah sana.

Tara mengembuskan napas.

Liburan beberapa minggu akhirnya selesai. Semester baru pun dimulai. Hari pertama sekolah, dan wali kelas mereka memberikan satu kabar yang membuat Tara terdiam selama beberapa saat.

Teman sebangkunya, Vikrama, sungguhan berhenti sekolah karena alasan kesehatan.

Anak-anak lain sangat menyayangkan hal tersebut. Walau Rama bukan tipe anak yang heboh, tapi kehadirannya bisa dirasakan oleh mereka semua dengan cara yang berbeda.

Ketika Tara mendengar kabar itu, yang terputar di otaknya pertama kali adalah perkataan Rama yang bilang kalau satu-satunya yang ingin ia capai di hidupnya sekarang, ialah dia ingin bisa lulus SMA. Tapi dengan kabar tersebut yang keluar, jelas hal itu tidak bisa terealisasikan.

Tangan kanan bertopang dagu. Melirik kursi di sampingnya yang kosong, Tara memutuskan untuk memindahkan ranselnya ke kursi tersebut. Lalu, mengeluarkan buku tulis dan kotak pensil. Kemudian, dia diam sejenak.

Tangan yang lain meraih smartphone yang diletak di dalam kolong meja. Menyalakan layar dan melihat ada satu pesan dari Rama.

'Dirgantara, makasih banyak untuk semuanya. Gue titip salam sama anak-anak kelas. Semoga bisa ketemu sama gue kapan-kapan.'

Pesan itu dia baca berulang kali. Mencoba untuk membayangkan bagaimana perasaan Rama ketika mengetik kata demi kata yang ada di bubble chat itu. Sedih, kah? Kecewa, kah?

No.

Tara yakin, Rama tidak merasakan apa-apa. Rama pasti sudah tahu kalau semua ini akan terjadi. Dia yang paling mengerti keadaan tubuhnya dan sikap kedua orang tuanya. Ketika ibu jari bergerak mengetik kalimat-kalimat tersebut, Tara percaya ada seulas senyum tipis di wajah Rama. Bahkan, sebelum semua ini terkuak, dia yakin Rama sudah mengikhlaskan segalanya dan menerima keputusan-keputusan itu dengan lapang dada.

Rama yang Tara tahu adalah Rama yang seperti itu.

Bukan pasrah, tapi ikhlas.

Mungkin karena penyakitnya yang sudah ada sejak lahir, tapi Rama bisa merelakan semua hal dengan cepat. Dia yang paling tahu kalau dia bisa mati kapan saja. Jadi, dia tidak mau memiliki penyesalan ketika dia pergi nanti. Semua akan terasa lebih mudah ketika dia bisa dengan tenang merelakan segala sesuatu.

Pesan itu Tara balas.

'Alamat lo sini. Kapan-kapan gue dateng bawa yang lain.'

S A V E  M EWhere stories live. Discover now