-'4✩

202 35 2
                                    

tak ada yang berubah, bahkan setelah 2 tahun berikutnya. Makayza masih adik kecil untuk Matthew, putri bungsu bagi Marlene dan Sirius, dan sahabat terbaik yang pernah dimiliki Harry Potter.

Makayza kini tengah memainkan tongkat sihirnya, Rowan wood with a unicorn hair core, 10 3/4 and quite bendy flexibility. dia menatap kagum tongkatnya, hal yang ia tunggu selama ini akhirnya terjadi.

seseorang mengetuk pintu kamarnya membuat Eddie yang tadi asik bermain di atas meja berlari cepat ke atas rambut Makayza "Kay, apa kau sudah tidur? boleh aku masuk?" itu suara Matthew.

"Ya! buka saja pintunya" balas Makayza, sedikit berteriak.

pintu terbuka, menampilkan sosok Matthew yang sudah beranjak remaja. rambut hitamnya ia biarkan berantakan, wajahnya melambangkan Black tapi tatap matanya begitu lembut dan meneduhkan.

"Mengapa belum tidur?" tanyanya, ketika sudah menutup pintu dan duduk di tepian ranjang adiknya.

"Karena kau mengetuk pintu kamarku" sahut adiknya, keduanya terkekeh tanpa alasan.

"Siap untuk pergi ke Hogwarts?" tanyanya lagi, Makayza mengangguk antusias.

"Tentu!! itu adalah hal yang paling aku nanti sedari aku menemani mu pergi ke Diagon Alley!" jawabnya bersemangat "Menurutmu, di asrama mana aku akan berada Mat?"

"Hmm, Azkaban mungkin?" balas Matthew dengan wajah yang dibuat sok bingung.

"Azkaban? Wow, ada berapa banyak asrama di Hogwarts?" tanya Makayza antusias

"5" sahut Matthew dengan wajah yang dibuat semeyakinkan mungkin "Azkaban, Gryffindor, Hufflepuff, Ravenclaw and Slytherin"

"Dan kau berada di Slytherin" sahut Makayza, Kakaknya mengangguk sambil menahan tawa.

"Lalu dengan cara apa untuk menentukan asrama kami?"

"Dengan cara yang sedikit keji, kau tahu, seperti menenangkan Troll mengamuk, berenang ke danau hitam dan beradu mantra dengan mermaid. ah, masih banyak lagi"

Makayza melongo tak percaya, ada rasa takut di wajahnya. Matthew sendiri sudah menyemburkan tawa yang sedari tadi ia tahan, membuat Makayza merenggut kesal.

"Apa yang lucu?!" sahut Makayza kesal, Matthew masih terus tertawa.

"Astaga! kenapa kalian belum tidur? kembali ke kamarmu Matthew, ini sudah malam. besok kalian pergi ke stasiun!" Marlene memasuki kamar putri bungsu nya sembari berkacak pinggang.

"MUMMM!!" Pekik Makayza "Matthew mengerjai ku, dia bilang untuk memilih asrama aku harus melewati Troll dan Mermaid!" Makayza berlari ke arah Marlene sembari cemberut dan memeluk ibunya.

"Itu benar, untuk itu kau harus tidur dan siapkan energi untuk besok melawan para Troll dan Mermaid" sahut Marlene, menarik Makayza ke kasurnya.

Makayza sudah pucat, benar benar mau menangis "Mum..." rengeknya, sedangkan Matthew sudah terbahak.

"Ayo tidur, kau tak mau kalahkan? kau harus mempelajari cara memukul kepala Troll dengan pentungan di dalam mimpimu" ucap Marlene ketika Makayza sudah menaiki kasurnya.

"Selamat malam, Princess" lanjutnya, lalu mengecup kening putri bungsu nya dan menyeret Mattheo keluar kamar Makayza

≫❁──*:・゚✧* ──❁≪

"Baik baik disana, jangan terlalu nakal oke? aku tidak mau menerima surat peringatan dari Profesor mu ketika aku sedang bekerja" ucap Marlene, ketika tangannya sibuk memakaikan syal ke leher Makayza yang masih cemberut.

NyctophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang