17. Bibi

7.8K 1.1K 33
                                    

Hallo gais...
Up dua part ya^^
Selamat membaca!
______________________________________

Sebelum perubahan prilaku Serra, dia tidak perna melihat harapan, dia bahkan tidak perna berfikir akan menginjakkan kakinya pada tempat ini lagi.

Aslan tahu, dia pasti akan mendapat konsekuensi dengan apa yang akan ia lakukan, jika bukan karna keterpaksaan, apakah dia masih punya jalan lain.

Mengingat istrinya yang tidak memiliki cinta di matanya lagi, hatinya menegang.

"Tolong ikut saya." Ucap pelayan itu dengan rendah hati.

Aslan mengangguk.

Dia melangkah menyusuri lorong kastil, langkahnya tak cepat tapi juga tidak lambat, telinganya memberikan suara langkanya terasa aneh.

Dia bahkan mengepalkan lengannya saat memandang pintu terukir akar berduri dengan tinggi hampir 7 meter di hadapannya.

Dilorong yang tak memiliki cahaya yang memadai, rasa lengket di sepatunya setiap dia melangkah membuat ia semakin hati hati melangkah.

Kemudian, pelayan tanpa ekspresi itu mendorong, dia membuka pintu itu seorang diri tanpa kesusahan, wajahnya tenang.

Menarik nafas dalam, Aslan melangkah masuk saat pelayan pria itu menginstruksikannya dengan gerakan tangannya.

"Jangan menguping, Zex."

Diruang sunyi itu, suara indah seorang wanita memasuki pendengaran Aslan, dia menoleh kebelakang, kembali menatap pelayan pria itu yang masih berdiri kaku di pintu.

Pelayan tampak tak berniat pergi, bahkan dalam penglihatan Aslan yang tak terlalu jelas, pelayan itu tampak bersemu tersenyum malu?

"Duduk lah Aslan." Kata wanita itu lagi.

Aslan melangkah tanpa menjawab suara wanita itu, jauh beberapa meter darinya, singgasana dengan warna gelap dihiasai ukiran akar berduri dengan bunga merah darah di sekitarnya, menghadap kearah berlawanan.

Sebelum berbalik, Aslan telah duduk pada salah satu kursi yang ada di sana.

Singgasana itu perputar, suasana hati Aslan tak terlalu baik, rahangnya kencang, saat semakin jelasnya wanita di balik singgasana itu terlihat.

"Apa yang seorang Granduke tampan seperti mu cari di tempat kotor penyihir murahan ini?" Ucap wanita itu dingin dengan nada menggoda.

Ia bertopang pada salah satu lengannya, dia menatap lekat pada tamu tak terduga itu.

Aslan mencibir jijik.

Walau nadanya dingin, akan tetapi wajahnya tampak tersenyum, itu bukan senyum yang baik.

"Aku membutuhkan bantuanmu, Glory" Jawab Aslan tak kala dingin.

"Apa yang bisa aku lakukan?"

Aslan mengelurkan sebuah batu permata merah gelal dari jubah hitamnya, lengannya terulur melempar benda itu pada sang penyihir.

Wanita itu menatap lekat.

"Kau yakin?"

Glory mengangkat alisnya.

Menatap benda dalam genggamannya, Wanita itu terkekeh jijik.

"Jadi pada akhirnya kau, masih membutuhkan benda ini, Aslan." Lirihnya mencemooh.

Aslan tak menanggapi, dia tampak dengan sabar menunggu wanita di hadapannya melanjutkan.

"Aku tidak bisa." Ucap Glory tiba tiba.

Black Heart Villain's SystemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang