24: Si Pasangan

729 161 7
                                    

Chenle melirik ayahnya yang duduk dengan tenang di seberangnya, mereka sedang berada di lounge. Meski tetap tampak datar seperti biasanya, Chenle dapat melihat ayahnya sedang dalam suasana hati yang baik, mungkin lebih dari baik. Wajah ayahnya tampak cerah dan Chenle senang bisa melihatnya. Namun, melihat itu juga membuat perasaan bersalah menumpuk dalam dirinya.

"Maaf karena baru mengajak ayah berlibur sekarang. Aku... aku tidak pernah merasa itu mungkin dulu" Chenle mengulas senyum tipis dengan rasa tidak nyaman di hati.

Ayah Chenle berdecak seraya mengibaskan tangannya. "Selama..." ayah Chenle berdeham seraya melirik ke arah lain, "Selama ini Ayah juga memiliki banyak kesalahan padamu. Karena itu mari lupakan semuanya dan berjalan ke depan saja, ekhm... bersama-sama."

Senyum Chenle terulas lebar tanpa disadarinya. "Ya, mari berjalan bersama-sama."

Ayah Chenle mengangguk-angguk. Dahi Chenle berkerut samar, ayahnya tampak seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu. Ini membuat Chenle merasa sedikit cemas. Apa itu adalah hal buruk? Atau sebaliknya?

"Katakan saja."

Ayah Chenle menatap anaknya dan menarik nafasnya. "Ayah mengizinkanmu menceraikan Jeno."

Ini tidak terduga. Chenle sampai tidak bisa mengatakan apa pun. Otaknya seperti terjebak untuk hanya memikirkan apa yang dikatakan ayahnya. Menceraikan Jeno... itu yang Chenle tunggu dan dia tidak berpikir ayahnya akan memperbolehkannya, tapi di sinilah dia sekarang.

"Um," Chenle membuka mulutnya, tapi tidak ada satu kata terpintas di benaknya.

"Ayah ingin keluarga ini bersih dari tukang selingkuh. Tidak perlu dengarkan perkataan orang, kita akan tetap hidup bahagia walau mungkin ada orang-orang yang akan bergosip. Apalah arti omongan-omongan mereka, mereka tidak lebih dari lalat."

Chenle tidak tahu mengapa, tapi matanya terasa panas dan dadanya sesak. Chenle bersusah payah menahan desakan dari dalam dirinya, ini seharusnya menjadi hari yang menyenangkan, tapi kenapa perkataan ayahnya membuatnya seperti ini?

"Terima kasih." Suaranya bergetar. Ayah Chenle mengangguk, kemudian mencondongkan tubuhnya ke depan untuk menepuk tangan Chenle yang berada di atas meja.

Harus Chenle akui, momen mengharukan ini hancur begitu dia mendengar getar dari atas meja. Jisung, pria itu menghubunginya. Sudah sejak kemarin pria itu terus menghubunginya, tapi Chenle memilih untuk tidak membalasnya. Chenle tidak tahu sepenting apa hal yang ingin pria itu bicarakan, tapi jika itu begitu penting pria itu sudah menghampirinya secara langsung, bukan hanya menghubunginya seperti ini. Namun, Chenle tahu kemungkinan besar ini semua karena pasangan pria itu. Tentu saja Jisung harus menghabiskan banyak waktu dengan pasangannya, itu wajar.

"Park Jisung, itu teman barumu?" ayah Chenle yang mengintip penelepon Chenle bertanya.

Chenle memencet tombol merah dan membalik ponselnya. "Kami tidak terlalu dekat."

"Itu berarti iya, bukan? Kudengar dia anak yang baik. Senang mengetahui kau berteman dengannya."

Chenle menggeleng. "Tidak bisa dibilang berteman. Dia... kami memang sering berbincang pada awalnya, dia adalah orang yang kubilang hanya sekadar kolega, tapi kemudian kami berteman..., tapi sekarang hubungan kami kurang dari itu."

Chenle sedikit menyesal membalas ucapan ayahnya karena sekarang ayahnya tampak tertarik.

"Kenapa?"

Chenle mengulas senyumnya tipis. "Tidak cocok... mungkin?"

Dahi ayah Chenle berkerut dan pria tua itu berdecih. "Kau pikir Ayah percaya itu? Kalian bertengkar? Masalah hotel? Atau dia bersikap brengsek?"

Chenle menggeleng pelan. "Sudah kubilang kami tidak cocok. Dia terlalu berisik."

Ran [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang