17 | Struggle

1.8K 343 170
                                    

Chapter ini panjang guys. Bacanya jangan di skip² ya.

○○○

Kedua tangan Nyonya Jeon saling meremat kuat dengan keringat dingin. Dadanya tak berhenti bertalu kencang dengan berbagai kecemasan membuncah berdiri di depan pintu ruang kerja suaminya yang sedang tertutup rapat. Sudah ada satu jam sejak putra nya, Jungkook, masuk ke dalam untuk berbicara empat mata dengan sang Ayah.

Setelah satu jam berlalu tersebut, pintu terbuka. Jungkook keluar ruangan tersebut dan langsung disambut tatapan penuh kekhawatiran oleh Ibu nya. Tuan Jeon masih di dalam sana, tidak ada tanda-tanda untuk menyusul keluar. Sehingga Nyonya Jeon segera menarik Jungkook ke kamar pribadi nya untuk menanyakan apa saja yang telah terjadi.

"Ibu, aku tidak bisa berlama-lama. Besok aku harus bekerja," ucap Jungkook lembut menatap genggaman Ibu nya yang sangat erat pada tangan nya.

"Ini sudah jam sebelas malam, Jungkook! Mana bisa Ibu membiarkanmu menyetir ke Seoul selarut ini?"

"Aku sudah terbiasa, Bu." Jungkook menatap lembut, mengantarkan ketenangan pada Nyonya Jeon melalui ekspresi damai nya. Jungkook nampak tenang dan damai. Jadi, apa pembicaraan dengan Ayah nya berhasil?

Nyonya Jeon berdecak, "Bagaimana Ayah mu? Apa yang dia katakan?"

Putra nya itu menghela napas lembut, terkekeh kecil, "Ayah hanya diam selama setengah jam. Jungkook menunggu selama itu untuk mendapat jawaban. Sejak dulu, Ayah sulit ditebak. Terakhir sebelum Jungkook pergi, Ayah mengatakan kalau Jungkook akan dihapus dari daftar pewaris Ayah jika Jungkook tidak berkencan dengan Taeri."

"Apa? Dia menghapusmu dari daftar pewaris? Gila itu orang. Astaga, aku sudah sangat sabar selama ini, tapi--"

"Ssst, Ibu, sudah. Itu bukan masalah besar. Jungkook sudah mempersiapkan kehidupan di mana Jungkook tidak akan bergantung pada semua properti Ayah. Jungkook baik-baik saja, Bu. Lagipula, putra Ibu ini sekarang Dokter bedah. Bukan spesialis perkebunan." Ujar Jungkook dengan kekehan ringan. Seolah beban diwajahnya telah terangkat sebagian. Seolah, memang ini adalah keputusan yang ia inginkan. "Yang pantas mewarisi semua ini adalah Ibu. Ibu sudah cukup kesulitan dan sosok paling tabah selama ini. Terima kasih Bu, sudah menjaga diri dengan baik, bertahan, dan tetap sehat sampai sekarang."

Kedua mata Nyonya Jeon berkaca-kaca. Satu bulir bening mengalir, terisak, dan Jungkook segera mengusap lembut air mata Ibu nya. Perlahan merengkuh Ibu nya dengan hangat.

Nyonya Jeon merasa sangat bangga dengan putra nya ini. Sejak sepuluh tahun lalu ketika suami nya mengusir Jungkook ke luar negeri, hatinya dibuat gelisah setiap saat, setiap hari, setiap bernapas. Dia sangat mengkhawatirkan Jungkook nya. Ia khawatir Jungkook tak sanggup bertahan dan semakin hancur jauh di sana. Dia takut Jungkook terjebak dalam kegelapan dan tak ada yang menolong nya.

Namun ternyata, semua kekhawatiran gelap nya itu dihilangkan malam ini juga. Putra kesayangannya ini berhasil kembali dengan kepribadian yang tumbuh tangguh, berjiwa besar yang membuat Nyonya Jeon sangat terharu dan bangga. Jungkook nya semakin dewasa, menunjukkan bahwa putra nya itu telah bertumbuh dan berjuang dengan baik di sana. Jungkook nya ini dapat mengontrol emosi nya dengan baik, berperilaku hangat, perkasa, dengan jiwa melindungi orang tersayang nya yang tinggi. Nyonya Jeon sangat banga Jungkook bisa menolong dirinya sendiri di saat kondisi putra nya itu sangat terpuruk sejak sepuluh tahun lalu. Pasti sulit dan tidak mudah.

"Kamu pasti mengalami masa-masa sulit, Nak."

"Tidak lebih sulit dari yang sudah Yerim dan putri ku alami, Bu."

Nyonya Jeon melepas pelukan, menatap sendu.

Jungkook melanjutkan, "Ibu tahu kan bagaimana mereka ku tinggalkan? Ayah membawaku paksa ke sini, di saat aku dan Yerim sedang mempersiapkan hari-hari menuju kelahiran. Bu, aku telah meninggalkan Yerim melahirkan tanpaku di mana seharusnya aku menjadi orang pertama di sisi nya, merawat anak kami seorang diri, berjuang sendiri di usia semuda itu, bekerja keras untuk memperjuangkan kehidupan yang baik, menanggung tanggung jawab sendirian di mana seharusnya aku turut andil di dalam nya."

In SilenceWhere stories live. Discover now