2018

328 67 12
                                    

Suasana kafe tempat Jeongyeon dan Nayeon biasa bertemu tampak sunyi. Hanya ada beberapa pengunjung yang sibuk masing-masing di sudut ruangan. Jeongyeon juga demikian, sunyi dan asik sendiri.

Ini sudah 30 menit semenjak Jeongyeon datang, tapi batang hidung Nayeon belum juga muncul. Jeongyeon jadi khawatir jangan-jangan Nayeon lupa perihal janjian mereka ini.

Pluk.

Sebuah kertas tiba-tiba terlempar ke atas meja jati di hadapan Jeongyeon, membuat gadis berambut pendek itu akhirnya mendongak ke atas.

Ternyata Nayeon. Gadis itu tersenyum miring sembari mendudukkan bokongnya di kursi yang ada di hadapan Jeongyeon.

"Lama lo kak" seru Jeongyeon. Nayeon hanya terkekeh mendengarnya.

Belakang ini Nayeon jarang sekali bertemu Jeongyeon. Nayeon yang sudah lulus kuliah dan Jeongyeon yang sedang di tahun terakhir kuliah memang mengalami kesulitan untuk mengatur waktu bertemu.

Iya, waktu memang berlalu dengan sangat cepat, karena tiba-tiba Nayeon sudah lulus dan Jeongyeon sudah berada di tahun terakhirnya

"Apa nih? Undangan?" Tanya Jeongyeon retorik. Nayeon memutar kedua bola matanya ke atas. Sudah jelas kertas itu bertuliskan undangan, tetapi Jeongyeon masih saja bertanya.

"Ya iya, masa brosur asuransi!"

Hanya kekehan yang dapat Jeongyeon lontarkan. Gadis kelahiran 96 itu memilih untuk meraih undangan yang tadi Nayeon lemparkan lalu membacanya di dalam hati.

Hirai Momo dan Im Nayeon
26 April 2018
Citadines Hotel, Bali

Begitulah kira-kira yang tercantum di dalam undangan berwarna putih emas itu. Jeongyeon mengernyit membacanya.

"Harus banget nikah jauh gini kak?" Tanya Jeongyeon. Nayeon yang sombong pun mengibaskan rambut dengan bangga lalu bilang:

"Ya iyalah kan calon gue mampu"

Gila memang. Orang mana yang mampu menggelar pesta pernikahan mewah dan membiayai semua tiket dan juga hotel disaat baru saja lulus kuliah dan belum mendapatkan pekerjaan selain Nayeon. Nayeon bisa dibilang beruntung memiliki Momo yang notabenenya memang lahir dari keluarga kaya turun temurun.

"Beda emang yang dapet konglomerat mah"

"Hahaha..." Nayeon terkekeh. Keduanya lanjut mengobrol mengenai apa saja. Sampai akhirnya kehabisan topik dan keheningan pun melanda.

"Oh iya Jeong, jangan nggak dateng ya, Jihyo dateng katanya" ucap Nayeon begitu saja, menyedot seluruh perhatian Jeongyeon sepenuhnya.

Jihyo datang? Oh tidak... Mendengar namanya saja Jeongyeon lagi-lagi merasakan sesuatu yang bergetar dalam tubuhnya. Seperti menggali ulang perasaan lama yang sudah dikubur dalam-dalam. Lalu bagaimana jika bertemu? Apa yang akan Jeongyeon rasakan?

Akankah ia keringat dingin? Ataukah ia merasa ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya?

Dipikir-pikir, semua kemungkinan itu hanya masalah kecil. Masalah besarnya adalah bagaimana jika saat mereka bertemu Jihyo belum juga memaafkan dirinya, ia harus bagaimana? Apa yang harus ia lakukan? Oh tidak ini terlalu aneh dan asing.

Marahnya pada Jihyo sudah lama hilang. Kini yang tersisa hanyalah rasa bersalah. Seharusnya Jeongyeon minta maaf sejak dulu, tapi ia bingung dan tak mengerti bagaimana caranya.

"Kalo bisa nanti baikan ya Jeong" saran Nayeon. Jeongyeon hanya mengangguk mendengarnya. 

****

Irreplaceable (Jeonghyo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang