3 || Quinn dari Kuini

46.3K 3.7K 328
                                    

Untuk membaca cerita lengkapnya bisa buka Dreame.com ^^

Link ada di bio yaaa :D

^^^

Mulmed: Amar Abqori alias Qori

==========

Tyaga keluar dari bilik kamar mandi dengan perasaan lega, kemudian berjalan melewati kaca besar di mana terdapat dua westafel yang keadaan fisiknya sudah tak terurus. Sudah sangat biasa jika kamar mandi sekolah memiliki penampakan terbengkalai terkesan tak terpakai. Beberapa bagian di sudut ruangan banyak terdapat sarang laba-laba saking lamanya tak dibersihkan. Mungkin itulah sebabnya banyak humor beredar tentang toilet berhantu, khususnya toilet anak perempuan-padahal kebanyakan mereka penggila cerita horor, tapi anehnya mereka akan lari terbirit-birit jika bertemu langsung dengan makhluk halus.

Berbicara tentang makhluk halus, gadis yang tiba-tiba muncul di depan rumah Tyaga dan menempel dengannya membuat ia sedikit ngeri. Sebenarnya ia tak peduli dari mana ia berasal, namun ia merasa aneh karena tiba-tiba saja gadis itu hadir dalam hidupnya.

Hembusan nafas kasar Tyaga tersamarkan oleh suara rembesan air yang kebetulan masih keluar dari kran. Satu westafel di sebelahnya sudah tidak pernah terpakai, bisa dilihat dari banyaknya debu serta kotoran kering yang menempel dan menumpuk di bagian cekungan westafel.

Setelah bercermin dan mengingatkan diri untuk membawa gadis itu ke kantor polisi atas laporan anak hilang, Tyaga keluar toilet. Dari kejauhan, samar-samar ia bisa melihat gadis yang baru saja dipikirkannya tengah menangis. Satu langkah di hadapan si gadis ada Pranaja yang berawajah kesal karena Qori memarahinya, sedangkan Abrisam berusaha menenangkan si gadis meski gagal total.

"Gue nggak minta kalian buat bikin dia nangis," seru Tyaga tiba di hadapan mereka.

Pranaja yang pertama kali menoleh. "Bukan gue."

"Jelas-jelas dia pelakunya," sahut Isal dan Abqori bersamaan.

Tyaga menghela napas, melirik gadis yang sudah mengkerut di sisinya. Kedua tangan Tyaga bersilang di depan dada, memperhatikan mereka satu-satu dengan wajah datar. Abqori dan Abrisam sama-sama memandang Rana, meminta pemuda itu agar menjelaskan kronologi kejadian yang membuat si gadis menangis sesengukan.

Rana mendecih. "Tadi gue cuma nyoba elus kepala dia, dan tiba-tiba aja dia nyakar gue," ia memperlihatkan tangannya dengan tiga goresan yang bersarang di sana. "Sakit nih, perih. Berdarah!" adunya.

Tyaga terlihat tidak peduli akan luka Rana, ia bahkan memasang tampang meminta penjelasan lebih lanjut.

Kedua bola mata Pranaja berputar malas. Tangannya bersidekap seperti Tyaga. "Plis deh Ga. Yang terluka di sini ini tuh, gue! Kenapa gue yang salah?"

"Salah geblek, lo bikin cewek nangis," Qori menoyor kepala Rana tanpa ampun.

"Lah. Gue cuma ngelus doang! Gue pengen dia nurut," protes Pranaja.

"Tetep aja," kali ini Isal menambahi ucapan Abqori. "Lo asal sentuh cewek tanpa izin dia. Lo kata dia barang obralan?" tegurnya seraya melirik si gadis yang tangisnya mulai mereda.

"Dia nya aja yang lebay ...," Pranaja berhenti berbicara karena ada telpon masuk. "Yes, ini aku ... Sekarang, Yang? ... He-em, bentar-bentar ... Iya, Sayang ..." Matanya melirik-lirik tiga pemuda yang masih terfokus pada dirinya. "Yaudah nanti aku telpon lagi pas udah sampe, kamu pesen dulu aja nanti aku yang bayar ... Iya ... Bye, Sayang."

Setelah menutup sambungan telponnya, Rana menoleh ke arah tiga sahabarnya. "Pembicaraan ini kapan-kapan kita lanjutkan, ya! Gue mau ketemu cewek gue dulu," serunya senang lalu berbalik pergi tanpa repot-repot bertanggung jawab atas air mata gadis itu.

Black CatTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon