4 || Kemilau Rembulan

35K 2.9K 198
                                    

Untuk membaca cerita lengkapnya bisa buka Dreame.com ^^

Link ada di bio yaaa :D

^^^

Mulmed: Bastiaan Pranaja (Rana)

...........................................................

Matahari belum tenggelam sempurna ketika Tyaga tiba di rumah dengan plastik belanjaan di kedua tangan. Napasnya berhembus berat sesaat setelah menutup pintu dari dalam. Matanya meliar, memperhatikan perabot rumah yang tertata terlewat rapi seakan tak pernah tersentuh selain untuk dibersihkan. Suasana rumah sangat sepi, sama seperti hari-hari sebelumnya. Perbedaan yang mencolok saat ini adalah, ia pulang bersama dengan seorang gadis. Gadis yang sejak perjalanan pulang tak henti berseru, "Nyaga!"

Quinn berdiri di samping Tyaga dengan senyum lebar. Matanya berseri-seri sesaat kakinya selangkah masuk ke dalam rumah, kemudian disusul dengan derapan cepat hampir berlari menuju ruang makan tanpa melepas sepatu. Mulut Tyaga yang terbuka setengah berniat menghentikan tingkah Quinn langsung tertutup rapat begitu gadis itu menghilang di balik tembok. Tyaga hanya bisa geleng-geleng kepala sambil melepas sepatu. Sama sekali tidak bisa menangkap apa yang membuat Quinn begitu excited.

"Selamat datang, Den," itu suara Narwa, seorang wanita berumur 34 tahun yang tinggal di rumah ini sejak dua tahun lalu. "Aden mau dibuatin apa untuk makan malam?" tanyanya.

Tyaga dengan pelan menggeleng. "Biar saya aja Mbak yang nyiapin," sahut pemuda itu sopan sambil berlalu menuju dapur.

Tiba di ruang makan yang letaknya bersatu dengan ruang keluarga serta dapur, Tyaga tercengang. Gadis itu, Quinn, tengah berguling-guling di lantai ke kanan dan kiri berulang kali. Tyaga tak habis pikir, apa yang sebenarnya Quinn lakukan? Dia bukan vacuum cleaner yang bolak balik di atas karpet. Tidak masalah sih gadis itu mau melakukan apa, tapi baju satu-satunya yang dipakai-dan dimiliki-Quinn menjadi kotor. Masa iya dia harus meminjamkan pakaiannya pada gadis itu?

"Berhenti guling-guling, Quinn," tegur Tyaga, yang tentu saja diabaikan oleh gadis itu. Tidak mengabaikan secara penuh sih, tapi, Quinn tetap berbaring di lantai dengan kepala mendongak penuh ke arah Tyaga yang membawa makanan.

"Lepas sepatumu sebelum masuk rumah," Tyaga menghela napas, mendekati Quinn setelah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas.

Quinn hanya diam, menurut ketika Tyaga menyuruhnya untuk duduk diam di sofa. Dengan perlahan dan tanpa bicara, Tyaga melepaskan sepatu flat Quinn dan meletakkannya di dekat pintu masuk lalu kembali lagi ke dapur. Kali ini dia duduk di meja makan, mengambil beberapa buah kuini dan memotongnya kecil-kecil. Quinn yang sebelumnya duduk di sofa perlahan-lahan berjalan mendekati Tyaga lalu menunduk menatap buah di piring putih tersebut. Meski mata Tyaga terfokus pada pisau di tangannya, ia sangat sadar kalau Quinn sangat amat menginginkan buah tersebut.

"Tunggu sebentar," gumam Tyaga.

"Nyaaa!" [Iyaaa!] seru Quinn antusias, kemudian duduk di lantai dan tersenyum lebar memandangi Tyaga. Sebelah tangannya membentuk kepalan, kemudian mengusap kepalanya dengan pelan.

Tyaga berhenti memotong, mengernyit bingung melihat tingkah Quinn. Tangan terkepal Quinn beberapa kali menggaruk kepala, kemudian berpindah menyentuh wajah. Lalu saat lidahnya terjulur keluar hendak menjilat punggung tangan, dengan cepat Tyaga menghentikannya.

"Kamu ngapain?" tanya pemuda itu bingung.

Kepala Quinn miring ke salah satu sisi. "Nyaaa!" [Membersihkan diri!] sambutnya nyaring.

Tyaga menghela napas, sadar kalau penasarannya takkan terjawab walau beribu kali bertanya. Tak sampai lima detik, cengkramannya pada pergelangan Quinn mengendur hingga terlepas.

Black CatWhere stories live. Discover now