-Tiga puluh-

959 217 18
                                    

Aku terbangun di ruangan yang gelap, namun sudah tidak ada lampu ungu yang menemaniku sepanjang malam. Berguling ke samping, aku melihat Febri, ia tidak tidur, tapi memandangku dengan tatapan lembut.

"Hay!" Kataku, suaraku terdengar serak.

"Makasi yaa," Katanya.

"Do I have to stay in character?" Tanyaku.

"Gak usah, itu kan semalem."

Aku mengangguk.

"Jam berapa sekarang?"

"Masih jam 6 pagi, kamu baru tidur 3 jam."

"Iya?"

"Kamu gak inget, kita main lagi?"

Aku menggeleng.

"It was the most exciting sex experience, La. Thank you." Katanya.

Aku mengangguk. Bingung harus jawab apa.

"Aku mau pulang,"

"Yuk, aku anter." Katanya.

Begitu bangkit, aku sadar kalau kami sudah gak di home theatre semalem, kami sudah pindah ke kamar. Dan tempat ini berantakan sekali.

Kutarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangku, lalu mengedarkan pandangan, mencari bajuku.

"Kamu pake baju aku aja ya?" Tawarnya.

Aku mengangguk.

"Walk in closet-nya di sana." Ia menunjuk sebuah lorong di sudut kamar.

"Thanks!"

Aku turun dari kasur tetap dengan selimut, saat berjalan, baru kurasakan ada beberapa bagian di tubuhku yang nyeri.

Menahan rasa sakit itu, aku terus berjalan, lalu ketika masuk ke walk in closet milik Febri, aku terpana. Semua bajunya tertata rapi, terlihat dari lemari yang kacanya transparan.

Setiap kaus ditumpuk berdasarkan warna, begitu juga dengan kemeja yang digantung, disusun dari warna cerah ke warna paling gelap.

Di tengah ruangan ini, ada meja tempat meletakkan koleksi jam tangan mahal. Aku mendecak kagum.

Tak ingin berlama-lama, aku memilih sebuah kemeja santai lengan pendek dan celana jeans, yaa.. itu cukup, kemudian langsung melepaskan selimut yang menutup badanku ini.

Memakai baju yang sudah kupilih, biarlah aku gak pake daleman, gak tau juga soalnya ada di mana. Kumasukan ujung bawahan kemeja ke celana, kegedean soalnya nih ukurannya. Lalu terakhir, menggulung celana jeans milik Febri sampai sematakaki.

Aku kembali ke kamar, Febri masih ada di kasur, ia tidak terlihat risih meskipun tidak mengenakan sehelai benang pun.

"You look good." Katanya, aku tersenyum, padahal tadi aku ngaca dan liat tampang ku berantakan, kaya sampah. Lalu Febri bangkit dari kasur, berjalan santai ke lorong WIC-nya berada.

Aku duduk di kasur, bingung barang-barangku di mana. Bajuku semalem mana? Tas ku mana? Ponselku?

Febri hanya sebentar lalu ia keluar dengan celana pendek dan kaus santai.

"Yuk!" Ajaknya. Aku mengangguk, mengikutinya yang keluar dari kamar ini.

Saat berjalan, Febri singgah sebentar, aku tahu... itu ruangan home theatre semalem tuh.

"Baju kamu nanti aku cuci, ditinggal sini aja ya." Katanya lembut, beda banget sama perlakuannya yang semalem kasar.

"Ohh, oke... lagian, itu baju dibeli dari uang kamu kok Feb, disimpen juga gak apa." Kataku.

Sewindu MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang