PAIN || 03

501 64 13
                                    

Yuhuu vote firstly~

Yuhuu vote firstly~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading~

Diruangan itu, dipenuhi dengan hawa yang mencekam. Atmosfer tampak berubah sedikit membuat nyali lelaki itu sedikit menciut, jantungnya bahkan berdebar lumayan cepat, tidak seperti biasanya. Tetapi, untung lah tidak terdengar oleh pria yang berada didepan nya itu.

"Lee Jeno, kamu tahu kalau kamu udah nunggak iuran bulanan kamu selama tiga bulan lamanya?" Tanya Pak Kim sambil menatap lelaki itu.

"Jadi, selain Papa lupa sama uang bulanan, Papa juga lupa buat bayaran sekolah ya?" Batin Jeno bertanya. Jari-jarinya saling tertaut dan kepalanya sedikit menunduk, memikirkan jalan keluar masalah barunya.

"Kapan kamu mau bayar? Apa perlu bapak telepon Ayah ka-"

"Jangan, Pak Kim! Eum... Beri saya waktu, sebulan? Ya...sebulan! Saya mohon...saya perlu waktu buat bicara sama papa saya." Potong Jeno dengan cepat.

Sungguh, kali ini ia harus berjuang sendiri tanpa menambah masalah bagi Donghae. Jeno sedikit tidak menyangka, apakah papanya itu akan mulai menelantarkannya secara perlahan?

"Apa ayahmu lupa? Atau bagaimana? Kami pihak tata usaha bisa menelepon un-" ucapan Pak Kim terhenti kembali karena Jeno memotongnya.

"Jangan Pak!" Seru Jeno dan pemuda itu menggeleng keras, "Papa saya... sibuk, Pak. Iya, sibuk! Bulan lalu sepertinya papa ada kolega dari luar negeri, Pak. Jadi...mungkin papa lupanya keterusan, nanti biar Jeno aja yang urus itu." Jeno merapalkan doa dalam hatinya, memohon agar Tuhan mengampuni dosa kebohongan yang ia lakukan.

"Tapi ini sudah lebih dari tiga bulan, Jeno. Tolong segera beri tahu Ayahmu, jika tidak, terpaksa kami bisa mengeluarkanmu dari sekolah ini." Jeno bernapas lega, "saya tunggu kamu sebulan paling mentok ya?"

"Baik Pak. Terimakasih banyak, Pak!" Pemuda itu sempat membungkuk hormat beberapa kali sebelum akhirnya melengos meninggalkan ruangan tata usaha itu.

"Dasar anak itu," Pak Kim hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Langkah besar miliknya membawa dirinya sendiri menuju kelasnya, dan dilihatnya disana tidak ada orang. Ini masih menunjukkan sedikit waktu jam makan siang, murid-murid lainnya pasti memenuhi objek sekolah selain kelas untuk Kegiatan Belajar Mengajar pastinya.

Jeno pun duduk di kursinya, menyandarkan kepalanya di meja dengan tangan sebagai bantalannya, dan juga ia memasang earphone yang tersambung melalui ponselnya. Menyalakan lagu dan juga menaikkan volume nya hingga ia hanya terfokus kan pada lagu itu saja.

Lagu yang membuatnya sedikit terobati mengenai keputusasaannya karena alunan yang begitu menenangkan pikirannya. Lagu Don't Worry yang dibawakan Lee Juck itu mengalun dan merasuki pikirannya.

"Setidaknya, mungkin aku mulai bisa lebih mandiri sekarang."

***

Suasana sore kala itu sangat bersahabat dengannya. Langkah demi langkah Jeno disambut baik oleh angin sepoi-sepoi yang berhembus lembut menerpa wajah dan membuat rambutnya ikut bergerak.

PAIN || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang