(15) Tersangka

940 128 4
                                    

"Haah!"
Albert sengaja menghela nafas dengan keras.

"Ada apa denganmu?" Tanya Draco menaikkan sebelah alisnya.

"Ini sudah beberapa bulan dan kita belum mendapatkan terobosan! Sampai kapan kita meneliti bahan-bahan ini? Langsung saja nyalakan kuali nya dan aduk semuanya disana!" Albert mengacak rambut coklatnya frustasi.

"Baiklah, kau adalah salah satu orang berbakat dalam ramuan dan kuakui kau pintar. Bagaimana orang sepintar dirimu bisa jadi sangat bodoh hingga mengatakan hal tidak masuk akal seperti itu?" Draco mendengus kesal.

"Baiklah baiklah boss, maafkan aku." Albert mengeluarkan racun sarkas nya.

Draco hanya memutar matanya dan melanjutkan pekerjaannya.

"Hei, Malfoy. Ngomong-ngomong, aku ingin bertanya sesuatu. Mungkin ini agak kurang nyaman untuk ditanyakan, tapi aku perlu mengetahuinya." Ujar Albert tiba-tiba.

"Apa kau bilang kau merasa tidak enak padaku? Touché. Keluarkan saja apa yang ingin kau tanyakan, Bluerie. Tapi lakukan dengan cepat." Ujar Draco tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaannya.

"Apakah kau masih diganggu? Maksudku, karena kau seorang mantan death eaters."

Draco mendongak untuk menatap Albert lalu menghela nafas.
"Mengapa kau ingin tau?"

"Begini, aku tau kehidupan mu adalah hal pribadi. Tapi kau adalah rekan kerjaku. Entah kenapa sejak mulai bekerja sama denganmu aku merasa ada yang tidak beres. Aku mengira hal ini juga ada kaitannya dengan ledakan di lab ramuan profesor Snape. Bisa kau jelaskan?" Albert menatap tajam Draco untuk meminta jawabannya.

"Itu sudah jarang sekarang sejak hubunganku dan Harry terekspos, tapi ya, masih. Tidak separah sebelumnya. Dan masalah ledakan lab ramuan profesor Snape, aku tidak terlalu yakin karena terlalu banyak yang bisa dijadikan tersangka. Menjadi mantan death eaters memang tidak mudah." Jawab Draco.

"Nama."

"Apa?"

"Berikan aku nama. Siapa yang biasa mengganggumu."

"Apa? Untuk apa? Kau tidak berpikir untuk-"

"Hentikan apapun yang ingin kau katakan karena aku tidak akan melakukan apapun. Aku bertanya untuk mempersempit kemungkinan tersangka." Albert menghubungkan kedua tangannya dan menumpu kepalanya disana.
"Aku ingin mengerjakan kasus ini." Ujarnya serius.

"Kasus? Ah, kurasa ini ada hubungannya dengan kekasihmu, Watson-Holmes? Dengar, ini bukan saatnya untuk bermain sebagai detektif, sebaiknya kita lanjutkan saja-"

"Berhenti disana! Sudah kubilang aku ingin mengerjakan kasus ini. Aku tidak melakukan ini untukmu, tak perlu merasa narsis, terimakasih. Aku melakukan ini untuk diriku sendiri, untuk menyokong kenyamanan ku saat bekerja tentu saja." Albert tersenyum miring.

"Jadi maksudmu kamu terlalu penasaran sehingga tidak fokus bekerja, begitu?"

"Tepat sekali." Jawab Albert serius.
"Jadi, berikan aku nama." Sambungnya.

"Baiklah, Melissa Kim? Dia dan teman-temannya masih cukup menganggu, apa itu cukup?" Tanya Draco.

"Cukup baik, akan kuterima. Terimakasih atas kerjasamanya Mr Malfoy junior." Ujar Albert sambil menunjukkan senyum jahilnya.

"Astaga." Draco memijit pelipisnya.
"Baik, lakukan apa yang kau mau. Asalkan kau tidak menelantarkan pekerjaan mu." Ujar Draco akhirnya lalu menghela nafas lelah.

"Aku akan tetap melakukannya tanpa izin mu, tapi terimakasih. Aku akan mengungkapkan semuanya bersama Hamish, sampai jumpa." Albert bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang penelitian mereka.

Draco hanya menggelengkan kepalanya dan kembali ke pekerjaannya.

Tak lama kemudian pintu kembali terbuka, menampakkan sosok kepala sekolah Hogwarts baru yang berambut hitam lepek, Severus Snape.

"Profesor." Draco menyapa singkat.

"Bagaimana perkembangannya?" Tanya profesor Snape.

"Cukup baik. Kami belum mendapat terobosan, tapi segera." Ujar Draco.

"Bagus. Kulihat kamu juga mendapatkan rekan kerja, Albert Bluerie? Dia anak yang cukup berbakat, agak suka pamer memang." Profesor Snape berkata sambil melihat-lihat hasil kerja Draco dan Albert.

"Dan banyak bicara." Draco menambahkan.

Snape menatap putra baptisnya penuh arti sebelum bicara.
"Aku yakin padamu, Draco."

Draco menatap ayah baptisnya lalu tersenyum kecil.
"Aku tau."

-------------------------------

"Hai, Love. Apa kamu sudah mendapatkan nama?" Tanya Hamish saat melihat kekasihnya mendekat ke tempat duduknya di perpustakaan.

"Melissa Kim. Yah, dia gadis yang cukup menganggu. Dia dan teman-temannya adalah anti-Death eaters. Tapi kurasa gadis itu tidak cukup pintar untuk meledakkan lab ramuan tanpa diketahui siapapun. Tapi dia juga tidak cukup bodoh untuk berpikir melakukannya. Lagipula dia seorang Ravenclaw sepertiku, tentu saja ada sedikit kebijaksanaan dalam dirinya." Albert memulai.

"Tidak jika dia tidak sendiri." Jawab Hamish.

"Kamu berpikir ada seseorang yang membantunya?" Tanya Albert.

"Pertama, kita harus memikirkan motifnya dulu. Dia memang anti-Death eaters, tapi jika tidak ada kebencian yang cukup atau dendam pribadi sepertinya dia tidak akan senekat itu." Ujar Hamish.

"Oh, kau benar. Aku tidak memikirkan itu sebelumnya." Albert kembali ragu.

"Dan apakah kau yakin orang itu Melissa Kim? Maksudku, dia mungkin memang orang yang sering menganggu Draco Malfoy, tapi bagaimana jika dia juga hanyalah pion untuk mengalihkan perhatian? Bagaimana jika pengendali sesungguhnya bersembunyi dibelakang tabir sambil mengendalikan jalur permainan?" Hamish menatap kekasihnya serius. Albert balik menatapnya.

"Kau mulai terdengar seperti tulisan-tulisan ayahmu, Hamish sayang." Ujar Albert lalu dilanjutkan dengan tawa keduanya.

"Yah, baiklah. Tapi siapa? Siapa sesungguhnya seseorang yang sedang menguasai papan catur?"

"Siapapun itu, kita akan mengungkapkannya." Ujar Hamish lalu menggenggam tangan Albert.

"Bersama?"

"Bersama."

-------------------

"Sepertinya ledakan tidak cukup untuk menyurutkan niat Malfoy junior. Tidak apa, aku akan membuatnya menyesal karena sudah menjadi pengkhianat. Karena Malfoy's...aku kehilangan ayah dan kakak. Aku sudah bersusah payah memberikan penyakit muggle itu padanya, tak akan kubiarkan itu mudah untuk di hilangkan."

Bibir merah manis Ravenclaw itu tersenyum dingin saat dia memainkan rambut pirangnya.

"Harry Potter... pahlawan dunia sihir? Hahahaha...lihat apakah kau juga bisa menjadi pahlawan bagi kekasihmu saat kau mati." Wanita itu mengambil potongan koran berisi foto Harry dan merobek-robeknya menjadi kepingan kecil.

"Aku akan meracuni kalian perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, hingga kalian mati dengan menderita." Manik hazel nya menatap kepingan-kepingan kertas di lantai dengan amarah.

"Melissa Kim cukup membantu, tapi aku tidak bisa terus menggunakan imperius dan obliviet padanya. Itu akan terlalu mencurigakan. Siapa lagi kira-kira yang bisa aku gunakan?"

.
.
.

To be continued...

Maaf karena lama update Minna-san 🙂🙏🏻
Pasti nunggu lama banget ya^~^∆

Tunggu terus kelanjutan ceritanya yaa...
Jangan lupa klik vote, komen, dan follow aku juga.
See you on the next chapter.
Bye-bye~

Your the Light Where stories live. Discover now