Jeda

19 4 3
                                    

Rombongan itu kembali melanjutkan perjalanan menyusuri hutan, dipimpin oleh Lush. Algasta dan anggota lain mengikuti di belakangnya. Hembusan angin yang dingin menerpa tubuh mereka.

"Ayah, maaf. Kalau aku tidak menyentuh anak-anaknya, pasti monster itu tidak akan menyerangmu." Lily memandangi tangan kanan Hans yang kini tengah dibalut kain.

"Tenang saja, Lily. Ayahmu baik-baik saja. Kita akan mencari tempat aman untuk beristirahat dan merawatnya," sahut salah seorang anggota.

"Albert benar, sayang. Kau jangan merasa bersalah. Rintangan dalam petualangan itu wajar. Bukankah kita sudah berhasil melewatinya, seperti biasa?" Hans mengusap rambut anaknya.

Algasta mendengarkan percakapan mereka dalam diam. Tampaknya rombongan ini sudah melalui banyak hal. Banyak pertanyaan di benaknya, tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat.

Gemuruh terdengar dari kejauhan. Langit tampak kelabu, cahaya matahari mulai tertutup oleh awan. Satu demi satu titik kecil air mulai turun.

"Sepertinya akan hujan," ucap Algasta kepada Lush.

"Di dekat sini ada gubuk tua. Kita bisa berhenti dulu di sana." Lush mulai mempercepat langkahnya ketika suara hujan deras mulai terdengar mendekat. "Sebaiknya kita bergegas, aku tidak ingin tidur dalam keadaan kedinginan karena basah."

Baru saja sampai di gubuk, tumpahan air tercurahkan dari langit. Beruntung mereka tidak terlambat.

"Kita bermalam di sini." Lush duduk sambil berusaha mengatur napas. "Kita menginap beberapa hari."

Algasta duduk di samping Lush. "Bukankah kau bilang tidak suka membuang-buang waktu?"

"Memang, tapi situasinya berbeda. Hari sudah mulai gelap. Kami tidak melakukan perjalanan untuk berburu monster seperti dirimu. Kau harus memperhatikan itu juga."

Lush menoleh ke arah Hans yang tengah dirawat oleh Albert. "Aku rasa tangan Hans patah. Fisiknya paling kuat di antara kami. Tidak menguntungkan kalau kita terburu-buru. Kau tahu maksudku, kan?"

Akhirnya mereka bermalam di tempat itu. Hujan masih belum reda. Beruntung ada Lee, anggota yang bertugas menyimpan barang bawaan mereka. Tubuhnya memang sedikit kurus, namun dengan sihir ruang yang ia miliki, ia tidak kesulitan membawanya.

"Bagaimana kalau kita makan jamur panggang?" tawar Lee sambil mengeluarkan sihir ruangnya dan mengambil setumpuk kecil jamur.

"Jangan terlalu takjub. Hanya ini yang bisa kulakukan. Tubuhku lemah," tegas Lee ketika Algasta tampak terkejut dengan sihir barusan.

Hawa dingin semakin menusuk. Lush membuat api unggun kecil untuk sedikit menghangatkan ruangan itu, dan juga memasak jamur yang sudah disiapkan. Setelah selesai makan, mereka mulai beristirahat, dan berjaga secara bergantian.

Hujan reda keesokan harinya. Karena akan menetap beberapa hari, pagi ini mereka membagi tugas untuk berpencar di area sekitar pondok. Lush mengajak Algasta berburu rusa, atau hewan lain yang sekiranya bisa dimakan. Sementara itu, Albert mencari tanaman herbal yang bisa membantu mempercepat penyembuhan tangan Hans.

Dibanding menemukan rusa, rupanya Algasta dan Lush justru bertemu dengan babi hutan.

"Lihatlah betapa besarnya dia. Beruntung kita tidak diserang olehnya tadi malam," bisik Lush. Mereka kini tengah bersembunyi di balik pohon. Beberapa kali mereka berpindah, untuk menjaga agar tetap berada berlawanan dengan arah angin dan hewan itu. Kini, Algasta menukar Swordy menjadi sebuah panah.

Ketika hewan itu berada di tempat yang mudah dijangkau, dua pemuda itu segera melancarkan aksinya. Algasta menyerang dengan anak panah, sedangkan Lush memutar untuk mencegah hewan itu melarikan diri saat terluka.

Tak butuh waktu lama, babi hutan itu behasil dilumpuhkan. Algasta dan Lush membawanya kembali ke pondok dengan bantuan kayu dan tambang yang sudah Lush siapkan. Algasta berjalan di depan, Lush di belakang.

Keringat meluncur di dahi keduanya. Tampaknya mereka akan makan besar malam ini. Babi ini benar-benar berat.

Angin berhembus membantu mereka sedikit merasa sejuk. Seperti biasa, daun Flabel di pinggang Algasta kembali mengeluarkan suara khasnya.

Lush terdiam beberapa saat. "Orang-orang yang tertangkap, apa yang terjadi pada mereka?" tanyanya kemudian.

"Ada penjara bawah tanah di setiap kota. Mereka akan dikurung." Algasta menjawab dengan napas tertahan, akibat beban yang saat ini ia pikul.

"Apakah mereka tidak pernah keluar dari sana?"

Algasta menghela napas. "Ada waktu tertentu, hanya waktu tertentu. Mereka akan berada di permukaan untuk melakukan kerja paksa."

"Rupanya Maya tidak seindah yang dibayangkan. Tempat ini, terlalu diagungkan."

Algasta berhenti dan menoleh mendengar kalimat Lush barusan.

"Maaf, kau merasa sakit hati karena aku menjelek-jelekkan kampung halamanmu?"

Algasta mendengus kesal. "Kau mulai membuatku berpikir bahwa aku harus melindungi Maya dari orang sepertimu."

676 kata
wga_academy
Nichole_A

ALGASTA HIER 𓊈✔𓊉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang