Bagian 20

19 10 2
                                    


Green Cafe adalah tempat makan dengan nuansa hijau yang begitu memanjakan mata. Cafe ini memiliki 2 spot untuk tempat duduk yakni indoor dan outdoor. Letaknya yang tak begitu jauh dari sekolah membuat tempat ini ramai dikunjungi orang-orang berseragam. Kini aku ikut duduk meski sudah berganti dengan baju yang lebih santai. Hari ini tidak ada jadwal latihan dan sebelum aku pergi ke rumah Jayden sesuai dengan janji kami tadi pagi, aku akan bertemu dengan Jelly.

Aku belum memesan apapun, pelayan perempuan yang kukenal karena sering dibicarakan Leo juga tak terlalu memaksa. Aku bilang sedang menunggu seseorang dan akan memesan saat dia tiba. Perempuan berambut panjang itu tersenyum menganguk. Pantas saja Leo selalu lancar memujinya didepan kami semua.

"Sagara, maaf ya nunggu lama."

Perempuan dengan kemeja kotak-kotak kebesaran dan celana denim panjang berdiri disampingku. Diatas kepalanya ditutupi kupluk hitam. Melihat penampilannya yang berbeda dari yang pernah kulihat, membuatku lagi-lagi tak bisa menahan senyum. Entah bagaimana bisa perempaun ini selalu cocok memakai pakaian jenis apapun.

"Nih, terima kasih ya. Maaf wanginya nggak kayak parfume kamu." Jelly menyodorkan paperbag dari tangannya.

"Iya." Kuambil bingkisan itu dan menyimpannya disamping kursi

"Ehiya, ini juga. Nggak aku cuci kok." Dia memberikan sebuah kertas putih padaku.

"Ini apaan?" Keningku berkerut meski tetap menerima potongan kertas itu.

"Kertas yang ada disaku jaket kamu itu. Aku ambil sebelum dicuci jadi nggak rusak."

Seketika aku teringat sesuatu. Sebuah kebodohan yang sebenarnya tidak disengaja namun tetap saja memalukan. Apalagi jika sampai Jelly tahu apa yang ada didalam ini.

"L—lo tahu tulisannya?"

"Iya aku tahu. Tulisannya Jelly, kan? Itu kata sandi kamu? Kalau bener, maafin aku ya. Anggap aja aku nggak tahu oke. Bakal aku lupain kok nggak mungkin aku hack juga." Ujarnya dengan ekspresi penuh penyesalan.

"B—bukan gitu, sebenernya gue suka jelly—maksud gue pudding."

Aku ingat pernah menulis itu yang kupikir adalah bentuk dari alam bawah sadar. Pasalnya, saat itu aku memang sedang memikirkan Jelly, entahlah kenapa juga dia bisa ada dalam pikrianku dan tangan ini dengan santainya menggoreskan dalam potongan kertas. Sutan sempat memergoki dan mulai mengejekku sedang kasmaran. Buru-buru aku menyembunyikannya dalam saku jaket dan lupa kubuang saat meminjamkannya. Rasanya seperti baru saja ditangkap.

"Katanya kamu nggak suka makanan manis?" Keningku berkerut lalu seketika kembali menutup mata. Aku mengatakan hal itu saat memberikan pudding padanya siang tadi. Kenapa memalukan begini?

"Mulai sekarang gue suka yang manis. Udah pokoknya lupain aja soal ini." Ucapku sembari mengacungkan kertas itu lalu menyimpannya disaku celana. Tak mungkin dia akan kembali melihat kertas yang sama jika aku menyembunyikannya ditempat ini.

Dengan cepat kuambil daftar menu dan memanggil pelayan yang berdiri didepan meja kasir. Dia bukan perempuan yang pertama kali menyapaku dan sering dibicarakan Leo, yang satu ini lebih pendek.

"Mending lo duduk terus pesen mau apa sebelum mbaknya kesini." Titahku.

"Kok aku suruh mesen juga? Kan niatnya cuman mau kembaliin jaket aja."

"Emang lo nggak malu udah masuk ke cafe tapi nggak beli apa-apa?"

"Ngapain malu, aku nggak curi apapun. Lagian yang jaga kasirnya juga Luna temen aku. Dia nggak mungkin marah atau ngerasa malu kalau aku nggak pesen apa-apa."

THE SECRET OF SAGARA :: forsyice [✔]Where stories live. Discover now