Chapter 4. Kedatangan Elvander

962 163 19
                                    

"Mommy, lama sekali mereka! Aku sudah kepanasan ini! Riasanku hampir luntur, tahu!" Asterla mengibas-kibaskan tangannya ke muka.

Iraya yang berdiri di sampingnya mendesis sebal. Tidak hanya Asterla, dirinya pun pegal. Berdiri selama lima belas menit sembari membawa tulisan 'Welcome Elvander' di tempat penjemputan penumpang itu sangat melelahkan. Bisa saja dia menyuruh orang lain melakukan itu, tapi masalahnya tamu yang dijemputnya kali ini adalah 'Elvander'. Calon pabrik uangnya!

"Tahan sebentar lagi, Asterla! Kita harus buat kesan pertama yang baik pada mereka."

Asterla menghentak-hentakkan kakinya kesal. Tidak dapat membantah. Karena perkataan ibunya benar.

"Jangan lupa peranmu. Bersikap manislah pada mereka." Iraya mengingatkan sekali lagi.

Asterla memutar bola mata. "Itu mudah." Merayu adalah keahliannya. Orang-orang bilang dirinya cantik. Menggoda laki-laki yang diincarnya sedikit saja, mereka pasti akan langsung bertekuk lutut padanya.

Iraya meneliti penampilan putri kesayangannya dari atas ke bawah lantas tersenyum bangga. Memang tidak ada yang perlu dia khawatirkan. Asterla kecil yang dibawanya tiga belas tahun lalu adalah seorang balita cantik yang mencolok seperti mentari. Kulitnya seputih porselen dengan rambut ikal kecoklatan dan sepasang mata amber yang berkilau menyerupai emas. Asterla yang sekarang juga begitu. Bagus, tidak ada yang berbeda.

Semua aman, batin Iraya meyakinkan diri. Aku sudah membesarkan Asterla seperti yang mereka inginkan. Ya, tidak ada yang perlu ku takutkan.

Setelah beberapa menit berlalu, para Elvander yang sudah Iraya dan Asterla tunggu-tunggu itu akhirnya terlihat dari kejauhan.

"Astaga, siapa mereka?!" pekik seorang gadis remaja kepada teman-temannya yang sama-sama heboh.

Salah satu dari mereka memicingkan mata sambil membenahi letak kacamatanya seperti melihat diskonan. "Ada sugar daddy-nya!"

Itu Azkano. Seorang duda empat puluh lima tahun sekaligus ayah dari dua orang putra. Pekerjaan utamanya adalah dokter spesialis dan pengelola rumah sakit. Sedangkan pekerjaan sambilannya adalah menghindar dari ibu-ibu genit.

"Yang pakai kacamata hitam punyaku!"

Yang mengenakan kacamata hitam, Assand. Umurnya dua puluh satu tahun. Statusnya sebelum pindah adalah mahasiswa. Punya segudang prestasi, tapi dikenal sebagai casanova.

"Kalau tipeku yang pakai jaket baseball."

Asherdan atau biasa dipanggil Ace. Tujuh belas tahun. Tokoh antagonis di sekolah-sekolah sebelumnya. Tidak punya riwayat bagus di ingatan para guru. Kelebihannya hanya jago olahraga. Ingin punya adik perempuan adalah impiannya sejak lama.

Merasa memiliki mereka semua, Asterla menggeser badan menutupi pandangan para gadis penasaran itu dan menyibak rambutnya dengan arogan. "Ah, bukannya itu Paman dan Kakak-kakak sepupuku, Mommy?" tanya Asterla, sengaja mengeraskan volume untuk pamer.

Sadar bahwa ucapan itu sebenarnya ditujukan untuk mereka, para remaja itu pun kompak balas dendam. Mereka juga sengaja bicara keras untuk menyindir Asterla. "Wah, di luar dugaan. Ternyata kerabat mereka yang 'perempuan' tidak cantik."

"Benar! Toh, hubungan mereka cuma paman dan kakak sepupu."

"Kerabat mereka yang 'perempuan' juga tidak pintar pilih kostum. Lihat saja gayanya. Norak sekali seperti tante-tante tua. Aku jadi kasihan."

Asterla In The Midst Of Her BrothersWhere stories live. Discover now