03

3 3 0
                                    

Terlalu pagi.

Anna selalu berangkat pagi ke sekolahnya untuk menghindari macet. Ia menatap gerbang bercat biru tua itu. Sejenak angin berembus, Ia menghela napas pelan. Kehidupan SMA nya tidak jauh dari tugas-tugas sekolah dan berbagai macam drama lain.

Matanya mengedar, ditolehkan kepalanya pada sumber suara. "Hai?" Anna nyaris berjengit kaget. Bersamaan Ia menepuk pelan bahu cowok itu.

"Hah. Lo nih bikin kaget aja," decak Anna mengusap dadanya.

Muncul senyum samar dari cowok di depannya tanpa Ia sadari. "Maaf deh. Masuk yuk! Ngapain masih disini?" Cowok itu menunduk, Anna mendongak tatapan mereka bertemu bertemu beberapa detik.

"Em. Yuk."

Anna sedang berjalan di kelasnya. Nampak kelompok-kelompok penggosip di jam pelajaran yang berbisik-bisik sampai Ia dengar beberapa kali.

"Dih siapa sih?"

"Dia kan anak yang suka menyendiri. Gak ada yang mau temenan sama dia."

"Hah? Masa sih? Terakhir kali gue liat ada anak cewek lain deketin dia, kabarnya anak cheerleader. Famous juga disekolah ini."

"Lo tau darimana?"

"Tadi gue liat dia juga masuk gerbang bareng sama cowok gitu. Ganteng pula! Anjir beruntung banget dia!"

"Seriusan? Iri deh.. hiyakk!"

Mereka asyik sendiri dengan pembicaraan sampai tak sadar Anna yang mendengar semuanya. Anna menghela napas dibalik pintu kelas matanya menyipit begitu siluet seseorang mendekatinya. "Siapa?" Tanya Anna tak begitu keras.

"Ini gue. Arna."

"Oh." Gumamnya. "Masuk."

Arna melihat Anna yang sedang bersender pada pintu kelas. Tangannya masih bertumpu pada gagang pintu, setelah Ia menutupnya rapat-rapat.

"Kenapa disini? Digosipin lagi ya?" Tebak Arna dengan cepat. Arna yakin itu karena melihat perubahan ekspresi Anna yang tak seperti biasanya. "Hm. Seperti yang lo lihat."

"Udah. Gak usah terlalu dipikir. Ngantin dulu yuk! Ada beberapa menit sebelum pelajaran pertama." Ajaknya menatap Anna yang tak kunjung bergerak. "Ayok!" Paksa nya sambil menarik Anna yang terseret-seret dengan langkahnya.

***

Anna memperhatikan anak-anak cowok yang menguasai meja kantin. Beberapa pembolos di jam pelajaran. Dari tadi Ia hanya fokus memperhatikan satu orang. Cowok yang memasuki gerbang bersamanya. Tadi pagi.

Arvan.

Anna tidak terlalu mengenal cowok itu. Hanya saja mereka terlalu sering bertemu. Entah untuk alasan lain. Arvan memang ingin bertemu dengannya dan terus melihatnya, atau memang hanya kebetulan saja. Anna tak mau menyimpulkan terlalu jauh, namun dia rasa Arvan mirip dengan seseorang yang mengingatkannya pada kelompok cowok yang sering menggoda nya.

Di sekolah ini Ia tak begitu terkenal. Namun di kelasnya Ia mungkin agak terkenal karena berteman dengan Arna yang merupakan anak cheerleader yang dikagumi banyak cowok. Soal pertemanan. Anna tidak memilih-milih. Meskipun terkadang Arna memanfaatkannya dan Ia sadar akan hal itu.

Tidak apa-apa. Itu hal yang wajar dalam pertemanan. Unsur saling menguntungkan. Setidaknya masih ada yang peduli atau sekadar mendengarkan keluh kesah nya ketika Ia tak mempunyai siapapun.

"Lihatin siapa? Fokus banget," ucapan Arna membuatnya sadar. Ia mengikuti arah pandang Anna lalu menunduk sejenak. Tersenyum kecil.

"Kalian berdua serasi ya." Arna segera meralat. "Em enggak. Kalau dipikir-pikir lo cocok-cocok aja deket sama siapapun." Ujar nya menyeruput es Lemon di meja.

"Lo ngomong apa? Udah deh." Anna memilih tak menghiraukan.

Arna melanjutkan bicara kali ini dengan volume suara yang lebih pelan. "Beneran deh. Saran gue jangan deketin cowok-cowok yang cuman mainin lo. Lihat tuh." Ia menunjuk kumpulan cowok yang asyik bercengkrama dan tertawa-tawa.

"Em." Arna bertopang dagu sambil terus menatap lama bergantian antara jusnya dan kumpulan cowok itu. Ah salah satu cowok mencuri perhatiannya sejak awal Ia memasuki kantin.

"Gimana kalau kita buat taruhan. Deketin cowok-cowok itu. Nanti kita buat hadiah yang menang kan asyik sekalian dapat cowoknya." Arna berhenti sebentar.

"Pasti seru banget," ucapnya tersenyum geli membayangkan rencananya.

"Lo aja kali. Gak usah ajak-ajak."

"Ih gak ada seru-serunya lo mah."

Setelah itu Arna bercerita panjang lebar tentang kehidupannya dan orang-orang yang menemuinya belakangan ini. Sesekali terkikik sambil melahap makanan. Mereka terlalu sibuk bercerita sampai tak menyadari cowok yang berjalan mendekatinya. Arna yang sadar terlebih dulu menampilkan raut wajah panik tak sempat memberi tahu tergantikan raut wajah bingung Anna.

"Kenapa Ar?" Tanya Anna dengan ekspresi bingung.

"Lihat tuh." Bisiknya pelan.

Ia mendongak menatap cowok itu.

"Hai?" Sapanya ramah. "Boleh ngobrol bentar?"

***

The Regardless EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang