Part 4

4.3K 531 29
                                    

Author Pov

Ben menaiki tangga menuju kamar tempat Larissa tinggal. Tangganya cukup kecil, dengan pencahayaan yang kurang dan lumayan tinggi. Untuk badan sebesar Ben, ia akan berpikir seribu kali untuk tinggal di sana. Hasil dari olahraga yang sering ia lakukan cukup berguna saat kakinya menapaki tangga satu-persatu. Tak sedikitpun pernapasannya terganggu.  Setelah tiba di depan pintu kamar Larissa, Ben tidak langsung mengetuk. Dia membiarkan sesaat berlalu. Tidak tahu untuk apa namun Ben tetap melakukannya.

Jarak Ben dari pintu kamar Larisa hampir tak ada. Pria yang memiliki tinggi badan 180cm tersebut menempelkan keningnya di sana. Beberapa detik ia memejamkan mata.

"Kak Ben?" Larissa membuka pintu ketika akhirnya Ben mengetukkan tangan di pintu, gadis tersebut memperhatikan Ben yang masih memakai kemeja. "Mau ngapain kak Ben ke sini?"

Dalam pandangan Ben Larissa selalu cantik. Dulu, pertama kali mereka bertemu hingga sekarang. Hal tersebutlah yang membuat perasaan Ben tak menentu. Ia ingin menjauh, menghilangkan sekelumit perasaan yang mengganggunya, membuat situasinya jelas bahwa Larissa cukup menjadi seorang adik baginya. Siapa sangka pekerjaan tersebut begitu sulit.

kening Ben berkerut. "kau tidak menyuruhku masuk?" pertanyaan Larissa dijawabnya dengan pertanyaan juga.

Larissa masih memandangi Ben sembari mendorong pintu melebar. gadis tersebut membiarkan Ben masuk.

tempat kos yang dipilih Larissa tidak besar namun nyaman. terdapat dapur kecil dan ruang tamu yang tak kalah kecilnya. kamar tidur dan kamar mandi berada di balik ruang tamu. sangat berbeda dengan rumah orangtuanya, yang besar dan mewah. meski begitu Larissa tidak keberatan tinggal di sana. karena dirinya cuma sendiri, dia tak butuh tempat yang lebar. kecil namun nyaman sudah cukup baginya.

"kenapa kau tidak mengangkat teleponku?" Ben berbalik menatap Larissa, kunci mobil dan handphone ia letakkan di atas meja yang dilihatnya. "kau juga tidak memberitahu dimana kau tinggal." bersedekap, Ben menunggu jawaban Larissa.

Larissa mengenakan piyama berwarna kuning telur, sendal jepit hitam melekat di kakinya yang berkutek biru tua. ia menyelipkan sedikit rambutnya ke balik telinga. "Maaf, kak." gadis itu tak sepenuhnya menyesal menyembunyikan keberadaannya dari Ben. ia masih kesal dengan kata-kata Ben tempo hari. menurutnya tidak bertemu dengan Ben untuk beberapa waktu dapat memperbaiki suasana hatinya yang kacau. "Kakak sudah makan?" Larissa mencoba mengganti topik pembicaraan.

Menggeleng, Ben berkata. "Memangnya kau memasak?"

Senyuman manis menghiasi bibir Larissa. "Nģgak, tapi aku bisa memasak. Nggak akan lama, kok."

"Terserah padamu," ujar Ben kaku, menyembunyikan rasa senangnya bisa berlama-lama bersama Larissa.

"Nasi goreng?" tanya Larissa. "Itu yang agak cepat dimasak."

"Terserah." Ben pergi ke sofa, melepas kaos kakinya. kalau sepatu sudah ia lepas ketika masuk tadi. Tanpa meminta ijin ia menyalakan TV. Mengistirahatkan kepalanya di sofa, Ben membuka dua kancing kemeja. Tak lama kemudian mulai tercium aroma sedap masakan Larissa. Dari tempatnya duduk, Ben dapat melihat Larissa. Bergerak luwes memasak nasi goreng. Pinggul gadis itu bergerak tatkala melangkahkan kaki. Rambutnya yang diikat asal menambah seksi penampilan gadis itu. Apalagi piyama Larissa hanya jatuh menyentuh paha. Ben menggeleng, memaksa tatapannya mengarah ke TV. satu detik ia mampu melakukannya, namun detik berikutnya bola matanya yang hitam kembali memperhatikan Larissa.

Tak tahan lagi, Ben berdiri. "Boleh aku ke kamar mandi?"

"Oh;" Larissa menunjuk arah kamar mandinya. "di sebelah sana, kak."

Ben menyiram wajahnya dengan air, mengusapnya berulang kali. Matanya lagi-lagi terpejam sembari dalam hati mengumpat. Setelah kepalanya mulai dingin, Ben keluar dari kamar mandi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 20, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Miss PossesiveWhere stories live. Discover now