Prolog

15.3K 1.3K 94
                                    

Kalau tidak melihatnya langsung, aku takkan percaya ada gadis kecil seperti dia. Boneka saja tidak seperti dia. Namanya Larissa Gahanu.

---Ben


Cast Ben

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cast Ben.



Masih dengan pakain lusuhku, aku dibawa masuk ke rumah besar itu. Rumah paling besar yang pernah kumasuki. Di dalamnya aku bisa mengajak semua teman-temanku bermain bola. Aku seperti seonggok daging kotor di tengah lantai dan dinding yang mengkilap. Kuyakin mereka benar-benar kaya.

Interior yang ada juga terlihat mahal. Aku harus mengingatkan diriku untuk hati-hati agar tidak merusak salah satunya. Karena sudah pasti aku takkan mampu menggantinya.

"Sekarang kamu akan tinggal di rumah ini," sebuah tangan diletakkan di bahuku. Pria itu berbadan tinggi, aku harus mendengak agar dapat melihat wajahnya. Dia adalah pria yang tadi kucopet dan lantas membawaku ke rumahnya. Aku tidak tahu kenapa pria itu malah membawaku ke rumahnya dan bukan ke kantor polisi. Apakah semua orang kaya aneh seperti dia? "Aku hanya punya anak perempuan. Istriku divonis nggak bisa hamil lagi, karena itulah aku membawamu ke sini. Kuharap kamu dapat menjaga kelakuanmu."

Aku masih sepuluh tahun, aku belun bisa mencerna kata-katanya dengan baik. Apakah dia bermaksud mengadopsiku? "Anda nggak salah membuat keputusan seperti itu?" Tentu saja aku bingung, dan agak tidak percaya. Apa yang dilihatnya dariku? Aku anak jalanan bertubuh kotor yang tidak punya apa-apa.

"Keberaniamu," katanya sambil tangannya mengacak-acak rambutku, seolah dapat membaca isi hatiku. "Aku menghargainya dan buktikan padaku bahwa keputusanku merawatmu tidak salah. Kamu akan mendapat pendidikan yang layak."

Aku mengerjap, tercengang. Untuk anak terlantar sepertiku, sekolah adalah sebuah kemewahan. Jadi tak salah aku langsung menyeringai lebar. "Terimakasih, Tuan."

"Panggil saya Om, jangan Tuan."

"Iya, Om."

"Bagus." Lagi-lagi dia mengacak rambutku yang sudah satu minggu tidak kucuci.

Pria ini dan istrinya pastilah orang baik. Jika tidak, mana mungkin mau menampung anak sepertiku. Kalau menginginkan anak laki-laki, banyak panti asuhan yang memiliki kandidat lebih baik dariku. Tapi apapun itu, aku harus bersyukur pada Tuhan untuk nasib baik yang terjadi padaku hari ini. Mungkin ini adalah jawaban atas doa-doaku setiap malam. Aku meminta pada Tuhan agar diberikan keluarga. Dan akhirnya aku mendapatkannya.

"Sebelum kamu mencuci tubuhmu, biar kukenalkan kamu pada istriku." Om Hanun menghampiri perempuan berparas cantik yang baru saja turun dari tangga. "Dia anak yang kuceritakan tadi, sayang."

Miss PossesiveWhere stories live. Discover now