10. Fever

2.9K 187 42
                                    

ZRAASSHH!

Hujan deras mengguyur Pulau Rintis secara tiba-tiba, disertai tiupan angin dan kilat yang menyambar kencang. Orang-orang berlarian panik, berteduh dan menyingkir dari derai hujan yang semakin deras.  

Tak terkecuali Yaya, yang buru-buru melindungi kresek putih dan menghalangi derai hujan itu dengan hijabnya yang terulur. Ia berlari cepat, tapi tak ada pikiran untuk meneduh. 

Padahal niatnya hanya membeli tepung dan susu kambing jantan untuk bahan kuenya. Tapi kenapa malah kehujanan seperti ini?

Lagipula ini belum masuk ke musim hujan. Perasaan baru kemarin dia meneduh bareng Duri, tapi kenapa sekarang kena apes kehujanan lagi? Seorang diri pula.

Yaya tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi suami-suaminya itu jika menemukan kondisi Yaya seperti ini. Pastilah jiwa-jiwa protektif itu muncul. 

Hingga akhirnya, ia sampai di teras rumahnya dengan kondisi basah kuyup. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

Oh, bagus sekali.

"Assalamu'alaikum ...." ucap Yaya seraya membuka pintu. 

Entah kenapa langkahnya jadi terasa begitu berat. Pun dengan kepalanya yang tiba-tiba berputar. Ah, apa efek kehujanan dua kali bakal separah ini? Rasanya dia baik-baik saja tadi.

"Wa'alaikumsalam ... eh, Yaya! Kamu basah kuyup!" 

Yaya hanya tersenyum paksa, mendapati sosok suami yang menatapnya begitu terkejut. Tapi entah kenapa pandangan Yaya mulai buram, rasanya bahkan dia tidak mengenali pecahan yang menghampirinya saat ini. 

"Tunggu! Aku ambilkan handuk!" 

Yaya hanya mengangguk begitu sang pecahan kembali berlari ke belakang untuk mengambil handuk. Sementara kepalanya terasa semakin berat dan pusing. 

Ditaruhnya kresek putih itu di atas lantai tanpa bergerak ke arah lain. Lantai teras sudah cukup kotor karena ulahnya dan Yaya tidak mau semakin menambahi pekerjaan mereka untuk membersihkan lantai dalam rumahnya ini. 

Selang beberapa menit, suaminya pun datang, memberikan handuk pada sang istri dengan ekspresi yang semakin cemas. 

"Kamu pucat banget. Kamu sakit?"

Menyadari tangan sebiru kristal yang memegang keningnya, Yaya baru sadar kalau itu adalah Ice. Yaya pun menggeleng lemah, tapi sayang pandangannya semakin menggelap. 

"A-aku ... e-enggak ap---"

BRUK!

"YAYA!"

Dan detik itu pula, kegelapan menelan sang pemilik kuasa gravitasi.

**************

"Bisa-bisanya kehujanan seperti ini. Geez, sekarang sudah serba online kok malah repot-repot keluar rumah?"

"Jangan ngomel, Solar. Yaya lagi sakit."

"Aku enggak ngomel, kok. Cuma enggak habis pikir aja sama dia."

Samar-samar, Yaya dapat mendengar percakapan dua sosok laki-laki yang tengah berbincang di dalam kamarnya. Sepasang iris karamel itu pun mulai terbuka, pandangannya masih agak kabur, belum bisa menangkap dengan jelas gambaran kedua pecahan elemental yang saling berbicara itu.

"Huft, haruskah kita kasih tahu yang lain?"

"Jangan sekarang. Nanti yang lain malah rusuh. Lagian di luar masih hujan deras dan mereka masih sibuk sama Kedai Tok Aba. Akan merepotkan jika semuanya kena demam hanya karena kehujanan." 

Between Us [BBB Fanfic || BOYA]Where stories live. Discover now