Bab 10 ~ Kupu-Kupu Bintang

76 36 4
                                    

Piri mengumpulkan semangatnya, lalu menghampiri dinding tanah yang paling tidak curam serta memungkinkan untuk didaki.

Ia mencari lubang-lubang kecil yang bisa dipakai untuk menyelipkan jari tangannya, dan juga untuk dasar pijakan kedua kakinya. Ia berusaha melupakan rasa sakit, sedikit demi sedikit merayap naik.

Tetapi beberapa kali mencoba ia terus tergelincir, dan akhirnya turun lagi sampai ke tempat semula.

Dalam gelap Yara berkata di sampingnya, "Mungkin sebaiknya istirahat dulu. Lagipula sebentar lagi malam."

Piri mengangguk. Yara benar, jika ia nekat mendaki saat gelap, apalagi jika kepalanya masih pusing, bisa-bisa ia tergelincir jatuh dan mengakibatkan luka fatal. Apa boleh buat, sebaiknya ia memang beristirahat dulu.

Ia duduk di antara Yara dan Tero, lalu ketiganya berbaring.

Mereka memandang celah langit yang beranjak gelap. Saat langit berubah dari terang menjadi gelap, atau sebaliknya, selama ini selalu menjadi saat-saat yang paling menakjubkan bagi mereka. Itu adalah sesuatu yang tak pernah kehilangan keindahannya walaupun terjadi setiap hari.

Tetapi kali ini, bagi Piri dan kedua temannya, keindahan itu tertutup rasa gelisah dan takut. Mungkin sama dengan rasa takut yang biasa dialami Sera kala ia melihat Mata Kuning.

"Menurut kalian, apa yang akan terjadi pada kita?" gumam Tero.

"Jangan pikirkan itu terus!" tukas Yara.

Tetapi bagaimana mungkin tidak memikirkannya, kata Piri dalam hati. Tak mungkin Yara juga tidak memikirkan hal tersebut.

"Kalau saja kita tidak pergi," Tero berkata, "kalau saja aku tidak menuruti kata-katamu untuk mencari kupu-kupu bintang ..."

Yara langsung marah mendengarnya. "Kalau kamu mau, bisa saja kamu tidak ikut. Kamu yang memaksa ikut! Lagipula ini salahmu. Kalau saja kamu tidak memaksa naik pohon allumint itu, kalau saja kamu tidak mematahkan dahannya, kalau saja kamu tidak jatuh, kita semua akan baik-baik saja!"

"Tetap saja, kalau saja kita tidak pergi naik pegunungan, ini tidak akan terjadi! Itu awal dari semuanya!" balas Tero ngotot.

Yara terduduk, siap melontarkan lagi amarahnya.

Cepat-cepat Piri berkata, "Yara, tadi kamu tidak suka aku berkata keras-keras, kenapa sekarang teriak-teriak? Berbaringlah lagi. Kamu juga, Tero. Apa gunanya bicara 'kalau saja'? Ini sudah terjadi."

Yara cemberut, mengempaskan tubuhnya ke tanah.

Ketiganya terdiam. Piri membiarkan saja. Diam sejenak akan membuat mereka lebih tenang.

Namun ternyata Tero kembali berkata, "Aku tetap punya satu pertanyaan, Piri. Untuk Yara. Kamu benar-benar melihat kupu-kupu bintang, Yara, di pegunungan ini?"

"Ya, aku melihatnya," Yara menjawab, dan Piri tahu itu tidak benar.

Dulu Yara menggunakan alasan itu hanya untuk membuat Tero ikut pergi tanpa banyak protes.

"Benar?" Tero bertanya lebih keras.

"Ya! Aku pernah melihatnya!"

"Di mana?"

"Di kaki pegunungan, di tepi sungai!" seru Yara.

"Kapan?" tanya Tero.

"Du—dua hari ... ya, dua hari yang lalu!"

Tero menggeleng. "Sebelumnya kamu bilang kupu-kupu bintang ada di pegunungan seberang, lalu kamu bilang ada di pegunungan ini. Mana yang benar? Atau jangan-jangan tidak ada yang benar?"

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now