Bab 86 ~ Benteng Krufix

26 22 1
                                    

Piri, Yara dan orang-orang Frauli yang kini menyamar sebagai pasukan baru Mallava itu menyusuri tepian sungai sepanjang sisa malam.

Saat dini hari akhirnya mereka melihat Benteng Krufix, tak jauh dari jembatan yang membelah Sungai Brunira. Kata Kalai pada Piri, sungai itu berhulu di pegunungan selatan lalu bercabang-cabang. Anak sungai yang mengarah ke timur akan membawa mereka ke Suidon, sedangkan yang ke utara akan membawa mereka hingga ke negeri orang-orang Hurnun jauh di utara.

Artinya, jika misalnya orang-orang ingin lebih cepat ke Suidon dan Mallava, maka cukup melewati jalan kecil yang dihubungkan oleh jembatan.

Sepuluh pejuang Frauli yang telah mengenakan seragam Mallava mendekati gerbang Benteng Krufix. Mereka memegang tombak dan perisai serta berbaris dua-dua seperti yang biasa dilakukan pasukan Mallava. Mereka adalah Duran, Morav dan delapan pejuang Frauli lainnya.

Di depan pintu gerbang benteng mereka berhenti.

Duran berseru pada dua penjaga yang ada di atas dinding benteng, "Kami pasukan baru dari Molovar! Aku Dekuri Gurlong."

"Siapkan suratmu!" seru seorang penjaga, yang lalu menyuruh rekannya untuk turun. Pintu gerbang yang terbuat dari kayu dan besi kokoh itu terbuka sedikit, menampakkan cahaya obor yang bersinar dari dalam benteng.

Si penjaga keluar dan berjalan mendekat masih belum sadar apa yang terjadi. Duran menyerahkan surat yang dibawanya.

"Perjalanannya lumayan jauh juga ternyata," Duran berkata pada penjaga itu, coba berbasa-basi. "Maaf mengganggu kalian dini hari begini, tapi kami belum makan sejak kemarin, makanya kami datang secepatnya tanpa istirahat. Semoga kalian punya sedikit makanan di dalam benteng."

"Kami justru berharap kalianlah yang membawa makanan dari Molovar! Makanan di sini menyebalkan," tukas si penjaga sambil memeriksa surat yang dibawa Duran serta menghitung jumlah prajurit yang ikut bersamanya.

Ia memandangi Duran beberapa saat, lalu mendongak, berseru pada penjaga yang berjaga di sana. "Buka gerbangnya!"

Piri masih bersembunyi di balik pepohonan tak jauh dari benteng. Ia menatap gelisah ketika sepuluh pejuang Frauli itu berjalan memasuki benteng. Apalagi begitu pintu gerbang ditutup.

"Sekarang kita hanya bisa menunggu, dan berdoa," kata Tuan Karili yang juga tak bisa menutupi ketegangannya.

"Apa yang akan mereka lakukan di sana?" tanya Piri.

"Pertama melihat situasi, mereka harus mempelajari dulu tempat-tempat penting yang ada di dalam banteng," Tuan Karili menjelaskan. "Baru setelah itu mencari kesempatan. Mereka harus bergerak cepat, karena semakin lama mereka di dalam, semakin besar kemungkinan mereka dicurigai para prajurit Mallava. Mari kita berdoa saja semoga mereka berhasil."

Piri dan Yara berdoa kepada Dewi Angin, satu-satunya dewi yang mereka kenal. Tak ada yang tahu sampai kapan mereka harus menunggu aba-aba yang mungkin akan diberikan oleh Duran, yang bisa menunjukkan kalau penyusupan mereka berhasil. Bisa saja sampai lama sekali, semalaman atau bahkan sampai siang. Selama itu para pejuang Frauli lainnya harus selalu bersiaga di luar benteng.

Pada kenyataannya, mereka tak perlu menunggu terlalu lama. Bahkan sebelum fajar menyingsing pintu gerbang tiba-tiba terbuka. Satu orang keluar dan melambaikan tangannya ke arah mereka. Morav!

Dia mengajak para pejuang menyusul ke dalam.

Bahkan Tuan Karili sepertinya tak mengira gerbang terbuka sedemikian cepat. "Tak mungkin mereka bisa mempelajari benteng secepat ini. Tapi ... sepertinya Duran bergerak lebih cepat."

"Jadi bagaimana?" tanya Parid.

Tuan Karili tampak ragu, kemudian mengangguk. "Kita maju."

Ia menoleh pada anak-anak di belakangnya. "Kalian siap?"

Anak-anak mengangguk gugup.

"Ayo. Piri dan Yara ikut masuk, dijaga Parid dan Koram. Rufio juga. Sementara Kalai berjaga di luar, bersama empat orang."

Sepuluh orang keluar dari balik persembunyian dan lari ke arah gerbang.

Piri dan Yara ikut masuk. Jantung Piri berdebar kencang saat melihat para pejuang yang berjaga di sudut-sudut lapangan di dalam benteng. Rupanya Duran dan kawan-kawannya tadi bergerak cepat melumpuhkan setiap penjaga. Ada sekitar lima sampai sepuluh orang Mallava yang kini diseret ke tempat-tempat tersembunyi.

Namun Piri yakin di dalam benteng masih ada banyak prajurit Mallava, yang kelihatannya masih tidur di barak berlantai dua di seberang lapangan. Para pejuang harus segera menemukan Tuan Boromai, dan membebaskannya sebelum langit terang dan para prajurit Mallava bangun dan memergoki mereka.

Di satu sudut lapangan, tak jauh di sebelah kanan benteng, Duran melambaikan tangannya. Bergegas Tuan Karili datang bersama yang lainnya, tentu saja berusaha tetap bergerak tanpa suara.

"Kami menemukan bangsal samping, dan lorong ke lantai bawah menuju merupakan ruang tahanan," kata Duran. "Ada dua penjaga di pintu lorong itu, jadi mestinya ada tahanan penting di dalamnya."

Tuan Karili mengangguk. "Aku, Duran, Parid, Koram akan masuk. Yara dan Piri ikut juga, menyusul di belakang. Kami mungkin butuh bantuan kalian. Yang lainnya berjaga di lapangan, dipimpin oleh Morav. Jika ada prajurit musuh muncul dari barak, lumpuhkan segera."

Piri dan Yara mengikuti Tuan Karili dan Duran masuk ke bangsal samping, dijaga oleh Parid dan Koram di belakang mereka. Tempat itu tidak seberapa besar dan penuh dengan gentong dan kotak-kotak bekas. Di salah satu sudut ruangan ada kursi dan meja kosong, dan di sebelahnya ada lorong kecil yang mengarah ke bawah. Duran, Parid dan Koram masuk lebih dulu.

Sapaan terdengar dari dalam lorong, yang lalu diikuti suara pukulan.

Tak lama Parid muncul, dan meminta Tuan Karili dan anak-anak ikut masuk. Piri dan Yara menuruni anak tangga mengikuti Tuan Karili.

Dalam remang cahaya obor Piri melihat dua prajurit Mallava yang tergeletak. Piri bergidik ngeri dan cepat-cepat melewatinya.

Kelompok kecil itu berjalan menyusuri lorong. Duran sudah mengambil kunci dari penjaga yang tadi dipukulnya, dan membuka satu per satu pintu ruang tahanan yang ada di sebelah kiri dan kanan.

Mereka menemukan dua pejuang Suidon di dalam sel, yang wajah dan tubuhnya sudah babak belur dipukuli entah oleh apa. Kedua pejuang itu dipapah keluar oleh Parid dan Koram.

Mereka belum menemukan Tuan Boromai, sehingga berjalan terus sampai akhirnya tiba di pintu terakhir di ujung lorong.

Duran memutar kunci pintu terakhir itu. Pintu yang terbuat dari kayu tebal itu pun terbuka. Obor bergerak menerangi ruangan. Piri ikut mengintip. Di dalam, tergeletak seorang laki-laki yang wajah dan tubuhnya penuh luka. Namun Piri masih bisa mengenalinya. Itu Tuan Boromai.

"Bawa dia," kata Tuan Karili.

Duran menyerahkan obornya pada Tuan Karili lalu berjongkok dan mengangkat tubuh laki-laki yang tampaknya masih pingsan itu.

Namun ketika Duran memapahnya, laki-laki itu ternyata sadar.

"Mana anakku?" katanya lirih.

"Dia menunggu di luar," jawab Tuan Karili.

"Kalau begitu ... biar aku jalan sendiri," kata Tuan Boromai.

Tuan Karili menggeleng. "Duran akan membawamu. Supaya cepat. Ayo."

Ketiga pejuang Suidon itu pun dipapah melewati lorong oleh Duran, Parid dan Koram. Tuan Karili, Piri dan Yara berjalan mengikuti.

Dalam hati Piri berpikir, kelihatannya semua berjalan sesuai rencana. Tapi apakah akan begini terus? Dalam pengalamannya, setelah yang baik-baik biasanya selalu ada yang buruk-buruk. Atau sebaliknya.

Cepat-cepat ia menggeleng, berusaha menyingkirkan rasa khawatirnya. Ia menggenggam jemari Yara. Yara menoleh dan tersenyum, membuat hati Piri menjadi lebih tenang. Mereka naik tangga sampai ke bangsal samping.

Saat itulah, tiba-tiba terdengar teriakan dari arah lapangan.

"Ada musuh di dalam benteng! Awaaas!"

Tak jelas siapa yang berteriak, apakah dia dari pejuang Frauli atau justru dari prajurit Mallava. Tak jelas pula siapa yang dimaksud sebagai musuh.

Namun Tuan Karili berteriak kesal, "Sial! Kita ketahuan!"

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now