1.

4.3K 157 9
                                    

Sakura menatap anak muda yang tengah tertawa riang bersama para sahabatnya didalam cafe. Mereka sepertinya anak kuliahan, kalau dilihat dari penampilannya sih sepertinya dugaan Sakura tidak salah.

Pakaian mereka sangat modis dan berkelas, mereka pasti bukan orang sembarang. Kalau melihat logo apel disetiap barang elektronik yang dipakainya saja seharusnya Sakura sudah bisa menilai dan menaksir harganya bukan? Saat salah satu wanita menoleh kepadanya dan tersenyum Sakura langsung membuang pandangannya.

Ia berbalik dan menatap tas belanja miliknya. Senang sekali kalau dirinya bisa kuliah. Sejak kecil cita-citanya tidak pernah muluk-muluk karena Sakura sadar dirinya bukan berasal dari keluarga kaya raya. Ibunya yang tadinya menjadi tulang punggung setelah Ayahnya pensiun pun meninggal karena terlalu lelah bekerja dan sering melewatkan jam makannya.

Penampilannya pun hanya berupa dress rumahan sederhana yang dibelikan oleh Sasori dari uang hasil lemburnya. Kakaknya sangat memperhatikan penampilannya, lain halnya dengan Sakura yang sedikit cuek karena Sakura tahu dirinya tengah berjuang untuk merawat ayahnya.

Penampilan pun bukan prioritasnya. Ia sudah sering mengatakan kalau uangnya harus ditabung untuk mencicil rumah tapi kakaknya tidak pernah mendengarkannya. Pria itu pasti akan tetap membelikannya pakaiannya. Sasori bilang sebagai bonus karena Sakura sudah merawat ayah mereka.

Hujan tak kunjung reda, seharusnya ia sudah sampai dirumah sakit namun ia lupa kalau persediaan dikulkas mulai menipis. Karena tidak ingin Sasori kelaparan akhirnya Sakura pergi ke swalayan untuk membeli bahan makanan.

Lupa pun sudah mulai mendarah daging. Sudah tahu mendung tapi tidak bawa payung, akhirnya Sakura hanya bisa berteduh didepan sebuah cafe sembari merapatkan cardigan miliknya. Udara sangat dingin, Sakura pun mulai merapatkan kedua kakinya karena dingin mulai menusuk kulitnya.


Ditatapnya sebuah mobil yang parkir didepannya. Dari mobil yang dibawanya saja ia sudah bisa menaksir semahal apa harganya. Orang dengan sepatu mahal mulai keluar dari mobil mewah yang sangat diidam-idamkan olehnya.

Sakura memang berdiri didekat tukang parkir, untuk saja didepan cafe ada payung yang cukup besar akhirnya ia berteduh untuk melindungi diri dari hujan yang mulai membesar perlahan-lahan.

Jadi ia bisa melihat orang yang baru saja keluar dari mobil untuk sekedar meneduh di cafe ini. Kalau punya uang mungkin Sakura akan kedalam, tapi lebih baik ia tidak jajan dibandingkan tidak bisa makan.

Bermimpi saja Sakura takut. Mana ada pria yang mau dengan wanita Kumal sepertinya? Ia menggosok-gosok tangannya pada sebagian tubuhnya yang terasa dingin. Kalau ia nekat mungkin pakaian yang sudah basah akan semakin basah dan membuat pakaian dalamnya tercetak jelas.

Pada akhirnya Sakura memilih duduk disatu buah kursi yang ada didepan cafe. Rasa ingin masuk kedalam cafe pun menghampirinya. Namun ia segera menggelengkan kepalanya lagi agar pemikiran tersebut jauh-jauh dari benaknya.

Ia tidak peduli kalau masa mudanya tidak bahagia. Sakura sudah dua puluh tiga tahun, baginya sudah cukup bisa hidup dikelilingin oleh para pria yang begitu mencintainya.

Kedua pria dengan payung hitam dan kacamata berwarna senada tersebut sempat menatapnya. Sakura buru-buru membuang pandangannya karena ia takut kedua pria tersebut berbuat macam-macam kepadanya.

Mereka tidak saling kenal, Sakura hanya takut kedua pria itu menginginkan belanjaannya karena uang tabungannya mulai menipis kalau harus belanjan lagi.

Pemikiran aneh memang, mana ada dua pria dengan mobil mahal tahu-tahu membegal sayuran yang dibelinya.

Sakura memang tidak bisa melihat bagaimana pandangan mata itu menatapnya. Pada akhirnya ia putuskan untuk pergi dari sana dan memilih untuk berteduh tempat lain. Ketimbang harus mendapat tatapan aneh lebih baik ia buru-buru pulang dan mencari mini market untuk membeli payung.




The Perfect Doll (Itachi x Sakura) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang