Bagian 2 : Penyelidikan

16 15 1
                                    

        Setelah tidak lama berjalan, akhirnya kami sampai di ruang khusus CCTV. Disini, semua rekaman hasil CCTV di sekolah bisa terlihat, entah itu kapan dan yang sebelah mana kita ingin tahu juga bisa dicari. Aku jarang sekali masuk ke ruangan ini, karena siswa biasanya dilarang masuk. Ruangan ini juga kerap dijaga ketat oleh pihak sekolah, tentu saja karena di dalamnya berisi data-data penting.

Saat masuk, hal pertama yang aku lihat adalah Pak Kepala Sekolah dan Wakilnya, beberapa anggota polisi dan satu orang laki-laki yang aku tidak tahu dia siapa, dia hanya memakai baju dan jaket hitam serta celana jeans. Lalu kemudian aku melihat beberapa komputer dengan banyak kabel di belakang maupun di bawah meja.

Tak lama saat kami masuk, Pak Kepsek langsung menyuruh kami untuk duduk di sofa yang terletak pada ujung ruangan. Aku dan Andi mengangguk dan tersenyum, kemudian pergi ke sofa yang tadi ditunjuk.

Setelahnya, kami disuguhkan segelas air putih untuk masing-masing, beberapa camilan ringan lalu diletakkan di atas meja kecil di depan kami. Tentu saja aku tidak akan meminum atau memakannya, menyentuh saja aku tidak mau. Bukan aku tidak sudi, tapi aku cuma takut ini merupakan salah satu bentuk pemerasan dan semacamnya. Siasat sekolah itu selalu ada, istilahnya seperti ada udang di balik batu, apa-apa pasti selalu ada maunya, walau mungkin tidak sepenuhnya benar.

Aku cuma tersenyum saat Pak Anaf memberi kami camilan dan air itu, pertanda aku menolak dan tidak mau berlama-lama menunggu. Sedangkan Pak Kepsek yang mungkin melihatku barusan, langsung tertawa ringan dan mengatakan tidak apa-apa. Setelah itu, suasana menjadi sangat canggung.

Anggota polisi disini ada empat orang, aku tidak tahu orang yang memakai jaket hitam itu. Mungkin dia juga polisi, atau mungkin seorang detektif (?)

Mereka sedang fokus melihat kearah layar komputer, jelas saja sedang melihat rekaman. Mereka juga terdengar berbincang sedikit.

Sebenarnya ada apa ya, apa mereka tahu kalau aku ini saksinya? Tapi setahuku di gerbang belakang tidak ada CCTV. Jika aku terlihat di depan ruang guru juga tidak mungkin, karena saat itu hujan deras dan keadaan sangat gelap, lampu koridor juga mati, ruang guru juga gelap. Hanya ada satu lampu yang menyala yaitu di toilet ruang guru yang pintunya terbuka. Makanya saat aku bercermin, aku juga samar-samar melihat wajahku dengan bantuan cahaya dari toilet.

Tapi mungkin mereka tahu aku pergi ke sekolah malam itu karena terekam oleh CCTV di depan gerbang, atau mungkin di koridor lantai bawah. Entahlah, yang pasti sudah jelas aku masuk rekaman.

Cukup lama aku dan Andi menunggu, hingga akhirnya pria berpakaian serba hitam itu duduk di hadapan kami.

"Ah, nak Tiara, Andira. Ini Pak Lingga Aryawisma, beliau yang akan membantu dan memimpin penyelidikan kasus ini," ucap Pak Kepala Sekolah.

Aku menduga jika orang bernama Lingga ini seorang detektif, dari perawakannya sepertinya iya. Aku menengok sebentar pada Andi, dan dia hanya terus memperhatikan orang itu saja. Sepertinya Andi juga memikirkan hal sama sepertiku.

"Tiara Putri Delmara, benar?"

Aku mengangguk saat Pak Lingga itu memanggil nama panjangku, tapi untuk apa juga sampai menyebut nama panjang, canggung sekali.

"Kalian tahu bahwa kemarin malam adalah saat terjadinya pembunuhan. Tiara, kamu malam itu pergi ke sekolah, 'kan?"

Aku terdiam sejenak, entah aku harus menjawab apa. Jujur aku benar-benar takut hanya untuk mengaku sebagai saksi, aku sebenarnya tidak ingin sama sekali terlibat dalam hal ini. Lagipula kejadin itu secara tidak sengaja terjadi di depanku, sial sekali aku malam itu. Andai saja aku tidak pergi ke sekolah.

"Tiara? Saya bertanya, karena di CCTV terakhir malam Korban tewas, kamu pergi ke sekolah. Kamu masuk rekaman sekitar pukul Tujuh lebih Empat puluh lima menit, dan sampai pagi kamu tidak terlihat keluar dari sekolah. Sedangkan korban meninggal sekitar pukul Delapan lewat Tiga puluh lima—"

Hidden LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang