05. Best Friend

245 29 0
                                    

"Hei! Kamu mau di sini sampai kapan?" teriakku kesal. Ini sudah hampir tengah malam tapi si bodoh ini malah bertandang ke rumahku.

"Ah,kamu berisik. Berhenti berteriak padaku!" jawabnya lesu sembari mengubah posisi yang semula duduk menjadi berbaring.

"Kamu kira rumahku ini penampungan tunawisma apa? Kenapa kamu selalu saja kemari!"

Melihat tidak ada tanda-tanda ia akan bangun aku hanya bisa pasrah dan membiarkannya. Ku langkahkan kali menuju kamar untuk mengambil bantal dan selimut dari kamarku. Sofa itu sudah cukup tidak nyaman kasihan jika ia harus kedinginan juga.

Takut membuatnya terbangun, kuselipkan bantal tersebut di bawah kepalanya dengan hat-hati. Kemudian menyelimuti tubuhnya agar tidak kedinginan. Baru beberapa centi akan beranjak tiba-tiba saja ia menarik lenganku hingga aku hilang keseimbangan lalu jatuh dengan bokong menyentuh lantai.

"Aakh,,.." ringisku menahan sakit. Hampir saja aku berteriak kesal tapi urung sebab melihatnya memeluk sebelah lenganku sambil merancau.

"Kamu kan tau aku tidak suka melihatmu dekat dengannya. Kenapa tidak mendengarku! Aku tidak suka mantan pacarmu itu." rancaunya sambil terus menarik lenganku. Alhasil aku jadi terdesak ke sisi sofa tersebut.

Aku hanya bisa menghela nafas pelan. Selalu saja begitu. Setiap kali kamu bertengkar denganya kamu minum terlalu banyak. Dan selalu saja mendatangiku, merancau tak jelas memintaku menghiburmu atau menenangkan fikiranmu.

"Laa,,.." panggilnya menyadarkan lamunanku.

"Apa?"

"Lala, dipsy po~.." senandungnya sambil tertawa dengan mata terpejam.

Plak!!
Aku memukul kepalanya dengam majalah yang ku jangkau dari meja. Bisa-bisanya dia mempermainkanku saat begini. Salahku juga merespon seseorang yang tengah mabuk.

"Lala, kamu tidak boleh meninggalkanku. Kamu selamanya harus denganku dan mendengarkanku."

Aku tertegun mendengar ocehannya. Sesaat aku terdiam sebelum ia melanjutkan kalimatnya.

"Kamu itu sahabat terbaikku." Dan ia langsung terkulai. Tertidur tanpa melepas lenganku.

Aku tersenyum kecut memandanginya yang telah terlelap. Kamu jahat sekali. Bagaimana bisa kamu melihat ke arah lain padahal dibanding semua orang akulah yang paling memahami dirimu.

Sebenarnya diantara kita siapa yang lebih bodoh? Aku atau kamu? Aku tidak bisa mendekatimu ataupun meninggalkanmu.
Setiap kali aku melangkah mendekat kamu malah melangkah menjauh ke arah orang lain.
Seandainya bisa maka dari dulu sudah kulenyapkan perasaanku.

"Mengapa kamu menjadi begitu menarik jika tidak akan jadi milikku?" ku dekatkan wajahku kemudian mengecup labium merah muda miliknya. Lama sampai aku tersadar akan perbuatanku dan segera menjauh sekaligus menarik lenganku yang sejak tadi ia peluk seolah lenganku adalah boneka.

"Apa yang kulakukan. Dasar bodoh" ucapku merutuki diri.

Sudahlah. Lagipula dia cukup tidak sadarkan diri untuk tau yang terjadi.
Tak ingin berlama-lama disini, aku segera bangkit berjalan memasuki kamarku. Semoga saja ia tidak sadar yang baru saja kulakukan.

Jika kamu adalah mimpi,
maka bagiku kamu adalah
mimpi indah yang sedih.
Meski aku berusaha terlihat baik-baik saja
tapi setiap saat kamu mengacaukan hatiku.
Mengapa dengan suara manis itu
kamu berkata aku adalah sahabatmu?

Meski begitu,
aku cukup bahagia menjadi sandaranmu.
Jika bisa, suatu hari aku ingin berkata bahwa
" 𝚊𝚔𝚞 𝚖𝚎𝚗𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊𝚒𝚖𝚞 "

end

ShotWhere stories live. Discover now