🍑 17 🌹

4K 509 37
                                    

Jangan lupa votement! Follow juga boleh.














Karena menerobos lampu merah, mobil Viola menabrak sebuah mobil yang melaju dari jalur kiri. Dari arah kanan, sebuah truk bermuatan besar melaju dan tak sempat mengerem hingga menabrak mobil yang Viola tabrak. Mata Viola terbelalak melihat siapa pengemudi dari mobil yang ditabraknya.

"Om Ivander?! Tante Irene?!" pekiknya tak percaya.

Dua orang itu sudah tak sadarkan diri dan terjebak dalam mobil yang sebentar lagi akan meledak. Viola berusaha keluar dari mobilnya. Setelah bersusah payah, ia berhasil keluar dan selamat. Tak lama setelah itu mobil Ivander meledak bersamaan dengan truk dan mobil Viola.

"1402... b-bukannya itu plat nomor mobil... papa?" gumam Tiya terbata, ia sempat berlari dan menarik Jevan ke trotoar karena melihat mobil yang melaju begitu kencang ke arahnya.

Ambulans dan mobil pemadam segera datang untuk memadamkan api, orang-orang segera berkerumun. Tiya nyaris tumbang saat melihat dua korban tewas yang mengalami luka bakar parah, namun masih bisa ia kenali.

"Ma, itu opa dan oma!" pekik Jevan, menyadarkan Tiya dari syoknya.

Tiya dan Jevan masuk ke dalam taksi dan mengikuti ambulance tersebut, setelah beberapa menit mereka sampai di rumah sakit pusat. Tiya segera menelepon suaminya.

"H-halo, Mas...," ucapnya gugup.

"Halo, assalamualaikum... kenapa, Sayang? Tumben gak salam dulu," sahut Jeffry dari seberang telepon.

"Waalaikumsalam... Mas... papa sama mama--"

"Papa sama mama kenapa?"

"P-papa sama mama... hiks...."

"Kok nangis? Kamu di mana?"

"Di rumah sakit Kasih Bunda, kamu... buruan ke sini, Mas...."

Jeffry langsung mematikan telepon, Tiya terduduk lemas di kursi tunggu. Jevan sama sedihnya seperti dirinya, anak itu menangis sedari tadi sambil memeluk mamanya.

Tak lama kemudian, Jeffry sampai dan melangkah terburu-buru masuk ke rumah sakit mencari keberadaan Tiya dan Jevan. Ia melihat Tiya dan Jevan yang menangis tak jauh dari kamar mayat.

"Sayang," panggil Jeffry.

Tiya mendongak dengan air mata berlinang. "Mas... hiks...."

"Ada apa? Kenapa kalian nangis?" tanya Jeffry.

"Oma sama opa, Pa... mereka ada di sana... hiks...." Jevan menunjuk arah kamar mayat.

"Jangan sembarangan, Jevan!" ujar Jeffry tak percaya.

"Mama sama papa... udah enggak ada, Mas."

Jeffry menggeleng keras, ia segera masuk ke kamar mayat. Penjaga kamar mayat menunjukkan dua korban tewas yang baru masuk setengah jam yang lalu. Jeffry membuka kain penutup mayat tersebut.

"Enggak... enggak mungkin!" gumamnya setelah melihat keadaan orang tuanya yang dipenuhi luka bakar.

Tiya masuk dan menghampiri suaminya yang nyaris jatuh, ia menarik tubuh tegap itu kepelukannya. Tangis Jeffry pecah saat itu juga. "Enggak mungkin! Ini pasti mimpi, ENGGAK MUNGKIN!!"

"Istighfar, Mas... ikhlasin mama sama papa ya." Tiya mengusap punggung suaminya.

"Siapa... siapa yang udah bikin orang tuaku meninggal?! Siapa, Sayang, siapa?!" Jeffry mengguncang bahu Tiya.

"Mas!! Istighfar aku bilang!!"

"Astaghfirullah... yaa Allah...."

Tiya menarik Jeffry keluar dari kamar mayat. "Jevan, tunggu di sini sebentar ya," ujar Tiya dan Jevan mengangguk.

From Bet to Love ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن