01. Kenapa sulit?

38 20 16
                                    

"Kalo suka bilang, kalo gak suka bilang. Cuma itu yang Rina minta, itu pun sulit?"

___

Hening. Kata pertama yg ada di benak abrina saat melangkahkan kaki memasuki ruangan penuh buku itu. Rak rak yang berjejer rapi dengan cahaya hangat yang menerobos masuk lewat jendela membuat tempat ini menjadi surga para pecinta buku.

Abrina berjalan pelan, menyusuri setiap sudut ruangan itu untuk menemukan keberadaan seseorang yg menghilang dari kelasnya saat jam kosong.

Setiap area-area rak buku hingga tempat baca yang berada di pojok ruangan sudah ia lewati. "Ahhh sebenernya Nata dimana sih?" decak seorang gadis berparas chubby dan kulit putih.

"Nggak, nggak, Rina gak boleh menyerah! Ayo cek meja baca terakhir, tempat yang jarang Nata kunjungi!" ujarnya penuh semangat.

"Oh itu dia!" ucap Rina sambil menatap Nata yang tengah fokus membaca buku.

Tidak langsung menghampiri, Rina malah mengambil asal satu buku kemudian duduk tidak jauh dari kursi Nata lalu menutupi sebagian mukanya dengan buku.

"Nggak ada buku catatan ataupun pensil, tempatnya baca nggak dipojok ruangan, dan juga nggak banyak buku yang Nata siapkan. Oke, sepertinya aman, Rina nggak akan dimarahi." gumam Rina dengan percaya diri di atas rata-rata.

Rina langsung berjalan mendekati Nata yang berada di kursi dekat jendela. Dia menarik kursi kosong disamping pria itu kemudian merapikan roknya untuk duduk.

"Nataa" bisik Rina bertopang dagu dengan sebelah tangannya.

Pria tersebut hanya fokus melihat huruf-huruf dalam bukunya. Sedikit cahaya dari jendela menyinarinya. Sungguh, pemandangan yang menyegarkan mata dan menyejukkan hati para kaum hawa!

Bagaimana bisa Tuhan bisa menciptakan manusia yang mendekati kata sempurna ini di muka bumi? Terimakasih Tuhan telah menciptakan pria setampan ini dan membuatnya selalu berada di dekatku!

"Nataaaaa" bisik Rina lagi. Kedua matanya tak lepas dari wajah seorang pria berseragam disebelahnya. Memiliki kulit terang, keningnya dipenuhi rambut berwarna hitam kecoklatan yang hampir menghalangi pandangannya dan matanya yang berbentuk kecil ditambah oleh kacamata minus yang sering ia pakai saat membaca.

Sekali lagi tak ada respon dari Nata, pria itu malah membalikkan halaman bukunya yang berisi kumpulan istilah dalam ilmu biologi.

"Adhinataa" Rina mulai mengepal tangannya. Ya, kesabarannya hampir habis.
Lagi-lagi tak diberi respon.

Abrina menghela berat, kemudian berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju rak kumpulan buku Fiksi. Nata menoleh, menatap curiga. "Mau berbuat apalagi dia" Nata geleng-geleng pasrah.

BRAKKK!!

Rina menghentakkan buku yang dibawanya ke meja. Lalu duduk lagi, tepatnya disebelah kanan Nata.

Nata mengangkat kedua alisnya, matanya melebar, tatapannya tertuju kepada Abrina, "Mau ngapain, lo?" tanya Nata heran.

"Mau ngapain lagi kalo ga baca buku. Ga liat Rina bawa bu--"

"Tiba-tiba?" potong Nata dengan cepat.

"Emangnya ga boleh kalo tiba-tiba?" balas Rina sinis sambil membuka halaman pertama buku yang ia pegang.

Adhinata menaruh bukunya, menatap kembali gadis manis berambut pendek itu. "Bukan itu maksud gue. Niat awal lo kesini bukan untuk baca, kan?" tanyanya serius.

"Niat awal Rina mau baca" jawab Rina cetus.

Nata tidak henti-hentinya bertanya. "Terus kenapa tadi ganggu gue?"

TeenagerWhere stories live. Discover now