KEBAHAGIAAN SEMU

240 41 8
                                    

Devano pikir, ia akan baik-baik saja bertemu ayahnya.
Namun ketika kakinya sampai di halaman depan rumahnya, perasaannya kembali berkecamuk.

Selama perjalanan dari Jakarta ke Yogjakarta, persiapan diri yang sudah berusaha ia bangun seketika hancur ketika sampai di depan rumah yang dulu menjadi tempat paling menyenangkan baginya, dan beberapa anak-anak lainnya.

Sebelum ia masuk ke dalam rumah, ternyata ia berpapasan dengan ayahnya yang sudah membawa sebuah tas besar.

"Devano... Ibu mu itu ga tahu kemana. Bapak mau mencarinya, kamu masuklah dulu." Ucap Pak Galih sambil memasukkan tas besarnya ke dalam mobil dengan terburu-buru.

Devano hanya diam, ia tahu ibunya pergi. Ia sendiri yang telah meminta Bu Ani membawa ibunya pergi dari rumah sebelum ayahnya sampai.

"Kenapa diam saja? Sana masuk!"

"Daffa dipenjara gara-gara bunuh 2 atau 3 orang, dan hampir bunuh 1 lagi perempuan. Kenapa bapak keliatan ga peduli?" Tanya Devano mengalihkan perhatian Galih kepadanya.

"Anak itu, sudah ga beres sejak kecil. Lagi pula dia yang berbuat jahat, dia bukan keluarga kita-"

"Dia keluarga kita! Dia anak bapak, anak kandung bapak!" Tukas Devano tak bisa menahan emosinya lagi.

"Apa maksud kamu? Devan? Kamu jangan sembarangan ya, jelas-jelas dia yang datang ke sini, anak ga jelas!"

"Ga jelas? Dia datang ke sini karena bapak itu bapaknya! Saya lihat surat yang bapak baca dari Daffa. Itu alasan saya, selama ini mengurus Daffa seperti adik saya sendiri. Kita sedarah, dan bapak tahu itu! Bapak malah mengorbankan anak bapak untuk nutupin semua kelakuan bejat bapak-"

Devano dipaksa berhenti bicara ketika ia mendapat tinju mentah dari laki-laki paruh baya itu. Ini pertama kalinya, ia mendapatkan kekerasan fisik dari ayahnya. Memang saat ini tak terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit akibat pukulan tersebut.

"Kenapa bapak lakuin ini?" Tanya Devano sekali lagi, ia ingin menatap tajam dan berani kepada ayahnya, namun yang keluar hanya tatapan sedih melihat laki-laki yang selama ini menjadi panutannya dan Daffa, bahkan orang-orang di desa ini.

"Bapak tahu Nissa itu calon istri saya. Saya ga nyangka punya bapak yang sikapnya ga lebih baik dari binatang!"

"Diam Devan! Jangan asal bicara kamu! Ga ada bukti nuduh bapakmu macam-macam! Sana masuk!"

Devano kembali diam dan tak menyahut, ia tahu mobil polisi Kota Yogyakarta sudah sampai di kediaman mereka setelah Devano menyelesaikan surat laporannya.

Saat itu, Galih berbalik dan menatap tajam ke arah Devano. Namun ia masih terlihat berusaha tenang.

"Selamat malam, Bapak Galih Gautama Saputra. Bisa ikut kami ke kantor?" Ucap salah satu petugas kepolisian yang menghampiri Galih dan Devano yang kini hanya menatap penuh kebencian kepada ayahnya.

"Untuk kepentingan apa, ya? Mohon maaf saya ga ada urusan apapun atau terlibat apapun dengan kepolisian." Jawab Galih dengan tenang.

"Mohon maaf, pak. Tapi kami harus membawa bapak ke kantor karena dugaan kasus pemerkosaan terhadapan saudari Nissabila 5 tahun lalu, maka kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut."

"Apa maksudnya pak? Saya ga terlibat apa-apa lho. Jangan asal main tangkap saja dong pak."

"Ini surat perintahnya, pak." Ucap petugas tersebut setelah menerima surat perintah yang dibawakan rekannya kemudian memberikannya kepada Galih.

"Berdasarkan bukti-bukti yang kami terima, semuanya mengarah kepada saudara Galih Gautama Saputra, jadi mohon ikut kami ke kantor polisi untuk melakukan pemeriksaan." Lanjut petugas tersebut mengisyaratkan kedua rekannya memborgol Galih saat itu juga.

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang