STRESS

1 0 0
                                    

Akhir-akhir ini aku merasakan cukup lelah, tapi lelah ini berasa berbeda dengan lelah fisik biasanya, seperti ada yang mengganjal juga, namun aku tak mengerti apa. Aku berpikir jika sedang stress dengan pekerjaanku yang menumpuk. Namun setelah dipikir-pikir pekerjaanku juga tidak terlalu banyak, justru cenderung malas-malasan mengerjakannya. Ah, ya, aku sadar, tak hanya soal pekerjaan aku malas, namun sudah sampai kegiatan sehar-hari, seperti jadi sering tidur, jarang membereskan rumah dan sebagainya.

Saat aku bercerita kepada teman sekantorku, dia menyarankanku untuk segera berkonsultasi ke psikologi. Namun aku berpikir, "ngapain aku ke psikolog? Aku tidak perlu ke sana, aku gak gila."

Akhirnya aku tetap menjalankan hari-hariku seperti biasanya, namun makin lama semakin merasa aneh. Aku semakin merasa capek, tidak hanya fisik namun batinku juga. Mood sering sekali naik turun, yang tiba-tiba bisa nangis sendiri tanpa alasan, kadang juga sangat senang hanya dengan hal kecil. Oke, aku mulai aneh, pikirku,

Aku mulai mencari-cari di internet tentang apa yang sedang ku alami, namun aku masih belum paham dengan penjelasannya, dan jatuhnya nanti malah salah diagnosis diri sendiri. Akhirnya dengan tekad bulat aku memberanikan pergi ke psikolog sesuai dengan saran temanku. Sebelumnya aku sudah mencari-cari psikolog yang sekiranya bagus di kota ku, dan juga bertanya pada temanku apakah tempat psikolog tersebut bagus atau tidak.

Akhirnya aku memutuskan pergi ke tempat psikolog rekomendasi dari temanku. Perjalanan yang ku tempuh tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku, mungkin hanya memakan waktu sekitar satu jam-an.

Sampai di tempatnya, aku segera masuk ruangan resepsionis dan berkata bahwa aku sudah membuat janji dengan dokternya, oh namanya dokter Anita. Aku diarahkan ke sofa yang ada di ruang resepsionis untuk menunggu sebentar lagi, karena dokter Anita sedang ada pasien yang lain. Aku duduk sambil memainkan handphone untuk mengusir bosan.

Tak beberapa lama, aku dipanggil untuk segera masuk ruangan dokter Anita. Aku membuka pintu ruangannya dan disuguhkan ruangan bercat dominan putih, diujung dekat jendela ada kursi tidur yang entah gunanya apa. Di samping kanan, ada rak buku yang berisi banyak buku yang aku tidak mengerti, kemudian aku menoleh ke kiri yang di situ sudah ada dokter Anita.

Dokter Anita tersenyum ke arahku, aku pun juga. Kemudian aku menutup pintu dan berjalan ke arah meja dokter Anita dan duduk di depannya.

"Selamat siang," sapanya ramah

"selamat siang dok," jawabku dengan tersenyum.

"bagaimana kabarnya hari ini?" tanyanya lagi

"baik dok, sangat baik" jawabku singkat

"baik, perkenalan dulu ya biar lebih akrab dan enak saja. Perkenalkan saya Anita, panggil Anita saja juga tidak apa-apa kok." Dia mengulurkan tangan kepadaku, aku membalas jabatan tangannya.

"Saya Juni, salam kenal dok, eh Anita maksud saya." Ucapku canggung

"Tidak apa-apa, tidak perlu tegang. Saya tidak akan menanyakan hal yang aneh-aneh kok, tenang saja. Alangkah lebih baik kalau Kak Juni yang bercerita langsung ke saya, anggap saja saya teman curhat kak Juni." Anita menjelaskan dengan baik.

"bercerita seperti apa?" tanyaku kurang paham

"cerita seperti cerita kepada teman-teman kak Juni, mau itu masalah pekerjaan kak Juni atau malah soal percintaan kak Juni," jawab Anita.

"waduh, saya malah gak ada cerita tentang percintaan nih, kebetulan saya jomblo, hehe" jawabku. Anita hanya tersenyum dan mengangguk-anggukan kepala.

Kemudian aku menceritakan semua tentang kegelisahanku, mulai dari A sampai Z, dari yang aku mulai malas untuk melakukan apapun dan berakhir dengan masalah kerjaan. Anita hanya menganguk-anggukan kepala mendengar ceritaku tanda bahwa mungkin dia mengerti dengan ceritaku.

"orang tua bagaimana?" tanya Anita tiba-tiba

Aku sedikit ragu untuk menjawabnya, karena pasalnya ini tidak ada sangkut pautnya dengan ceritaku tadi, "hhmm, orang tua saya baik-baik saja."

"Kak Juni sering pulang ke rumah, menemui orang tua Kak Juni?" tanyanya

"hmm, orang tua saya sudah bercerai saat saya masih SMP, dan sekarang ibu saya sudah menikah lagi dan ayah saya masih single sampai sekarang dan tinggal jauh dari saya. Saya bertemu dengan ayah saya paling tidak satu tahun sekali."

"lalu bagaimana dengan keluarga baru Ibu Kak Juni?" tanyanya lagi

Kemudian aku lanjut bercerita tentang keluarga dari ibukku yang menurutku sudah tidak baik-baik saja dan ibuku sering bercerita kepadaku segalanya, dan masih banyak hal yang aku ceritakan termasuk tentang percintaanku di masa lalu, semua yang sepertinya ada di benakku.

Setelah sesi pertama selesai aku segera pulang dan beristirahat. Tadi sebelum pulang aku telah membuat janji pertemuan kedua, dan begitu selanjutnya untuk pertemuan-pertemuan berikutnya.

Setalah lama berkonsultasi dan dapat bermacam-macam terapi, akhirnya hari dimana diagnosisku keluar. Aku segera menuju ke tempat Anita praktek untuk konsultasi lagi dan mengetahui hasil diagnosisku.

Setelah kami saling bercerita, Anita memberitahu tentang diagnosisku yang ternyata aku telah mengidap depresi tingkat menengah. Yang selama ini hanya kukira stress biasa ternyata aku telah depresi tanpa sengaja. Dia menjelaskan bahwa depresi sendiri masih terbagi-bagi yaitu depresi ringan, menengah, dan akut. Nah, yang aku alami sekarang adalah depresi tingkat menengah, dan masih bisa disembuhkan jika aku mau.

Sejak saat itu aku janji dengan diriku untuk mau tidak mau harus melawan rasa takut dan menjalani kehidupanku dengan baik. Meski kadang mood dan perasaan terombang ambing muncul, aku akan beristirahat sebentar dan nanti harus bangkit lagi, karena aku ingin sembuh.

RANDOM THINGWhere stories live. Discover now