[IX] Bulan Bertirani

42 17 3
                                    
















Bak kamera analog, reka ulang memori lampau berkecamuk penuhi monolog. Bagaimana aku terperangkap dalam spekulasi-spekulasi skeptis, kemudian tergerus oleh realistis berujung patetis. Isi kepalaku menjelma kaliber yang rawan beramunisi. Mengeliminasi satu per satu euforia sebab lupa apabila diri masih lekat dengan cacat.

Serupa bahureksa, hasta sarat akan gurat-gurat sembarang. Cecairan merah menjelma ekuivalen penanda seberapa pantas ragaku menanggung pelik. Sebab kurasa, penalti layak dilahap bulat-bulat, bila perlu hingga durja nisan mengukir aksara-aksara namaku.

Namun, kau mau tahu apa kabar baiknya?

Aku masih bertahan. Meski terseok-seok.











Lejar RedamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang