Bab 10

53 3 0
                                    

Hanya karena melihat seseorang tampak bahagia atau sebaliknya, kita tidak bisa membuatkannya keputusan. Kita tidak tahu isi hati dan pikiran mereka

Malam ini Galih mengajak kedua putrinya keluar, jalan-jalan ke mall atau ke pasar malam seperti biasa. Ah bukan, terakhir kali ia mengajak sekitar enam bulan lalu. Karena sibuk dengan pekerjaan Galih jadi tidak ada waktu untuk mereka. Kasian. Untuk itu kali ini Galih akan memanfaatkan waktunya dengan baik. Tapi sebelum itu, ia harus memeriksakan Shakira ke dokter gigi. Baru setelahnya mereka akan bersenang-senang.

"Sudah siap, Qi?" tanya Galih menunggu Qiandra di ruang tamu. Shakira juga sudah menunggu disana.

"Iya, Yah," teriak Qiandra dari dalam kamar. Cepat-cepat ia keluar.

"Ayo berangkat."

Setelah mengunci pintu, barulah tiga orang itu melesatkan diri menggunakan motor.

Sejak meninggalnya Vara-ibu Qiandra dan Shakira- Galih jarang ada waktu bersama kedua putrinya. Ia sibuk bekerja karena memang keuangan saat itu belum sestabil sekarang. Bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, mencari sampingan untuk biaya hidup anak-anaknya yang masih sekolah. Dulu, memang hidup Galih bisa dibilang susah. Setelah selamatan tujuh hari kematian isterinya, Galih kembali bekerja. Bersyukur Qiandra dan Shakira tidak banyak menuntut, masih bisa dijelaskan setiap kali menginginkan sesuatu yang tidak bisa Galih berikan.

Dan juga ... Sengaja Galih menyibukkan diri untuk melupakan kenangan bersama istrinya. Kenangan yang sampai kapan pun akan membekas, melukis, dan mengukir di hati Galih memberi kesan menyenangkan sekaligus menyakitkan. Yang membuat Galih berjanji jangan sampai kedua putrinya mengalami apa yang dulu ia rasakan.

Setelah beberapa lama, mereka sampai di klinik gigi. Galih memarkirkan motornya dan berjalan beriringan menuju lobi. Sementara Qiandra dan Shakira menunggu di kursi tunggu, Galih menuju resepsionis.

"Udah berapa lama ya nggak kesini? Terakhir sama Ibu." Qiandra mengedarkan pandangannya. Disini tempat yang sama saat Ibunya rajin mengajaknya ke dokter gigi, dulu. Saat Shakira masih kecil.

"Shakira takut nggak periksa gigi?" Qiandra beralih pada Adiknya. Menatap gemas gadis kecil yang memakai jaket bulu, memperlihatkan dengan jelas pipi gembulnya.

Shakira mengerjap, "Sedikit," balas Shakira.

Qiandra mengelus puncak kepala Adiknya, "Nggak apa-apa takut sedikit. Yang penting nggak banyak," tuturnya sambil menarik pipi Shakira.

Tak lama, Galih datang. "Ayo Shakira, kita masuk," ajaknya pada putri bungsunya. Sedangkan Qiandra tetap menunggu diluar.

****

"Kami pulang ya, Mas Anwar, Mbak Jelita," pamit perempuan bercadar yang memakai abaya warna hitam. Ia adalah Sari--Ibunya Ghifari. Setelah pulang mengunjungi Nenek, Sari dan Fakih mampir ke rumah Anwar sekalian menjemput Ghifari. Tapi ia dan suami tidak bisa berlama-lama.

"Hati-hati ya, Sar," balas Jelita setelah memeluk Adik iparnya.

"Main ke rumah Ghifari, Argi." Fakih menepuk pundak Argi pelan.

Cowok itu mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Om Fakih."

"Iya kalau main ke rumah, gue bisa minta ajarin motor lagi hehe," ujar Ghifari seraya tertawa.

"Itu maunya lo," balas Argi.

Kemudian mobil yang membawa Ghifari dan orang tuanya mulai menjauh.

Anwar menghela napas, lalu pandangannya beralih pada Argi yang masih memandangi kepergian Ghifari.

Anwar menghela napas. Ada rasa kecewa di hati Anwar. Kedatangan Adik dan Iparnya beberapa saat lalu benar-benar mengubah sisi diamnya Argi. Tidak ada Argi yang diam, tidak ada Argi yang dingin, tidak ada Argi yang cuek. Semua sikap Argi seolah luntur saat bersama Sari dan Fakih.

Seindah Cinta Allah [ Part Lengkap- Sudah Terbit ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora