Sepuluh

159 14 15
                                    

✒️ Please note jika ada typo. Thanks!

*****

Akhirnya. Sampailah mereka berdua di titik ini.

Memejam, Gladys menghembuskan napas panjang gemetar lewat mulut. Menggigit gugup bibir bawah, perlahan Gladys berbalik menghadap Bara yang secara otomatis masuk dalam pelukan lengan lelaki itu. Menunggu selama dua menit tidak terjadi apa pun hingga diberanikannya diri membuka mata. Bola matanya pelan menelusuri naik dari kerah leher Bara, dagu, bibir yang mengulaskan senyum, hidung mancung dan berakhir di sepasang mata yang balas menatapnya teduh.

"Kau percaya padaku, Gladys?"

Jawaban langsung. "Ya."

Bara meremas halus pinggang Gladys merasakan getar kejut tubuh wanita itu sewaktu menarik mendekat. Dada mereka hampir beradu. "Aku sendiri sebagai jaminan bahwa aku tidak akan menyakitimu. Malam ini semua tentangmu, apa pun yang kausukai."

"Ya, Bara," kata Gladys meyakinkan meski mendapati sulit terus membalas sorot mata mempesona lelaki itu. "Aku percaya padamu."

"Bagus." Sebelah tangan kiri Bara merambat naik sepanjang punggung memberi elusan menenangkan yang membuat Gladys sangat ingin bersandar pada kekokohan dada lelaki itu---berhenti di tengkuk dalam pegangan lembut mendesak. "Sebelum kita memulai. Satu lagi yang perlu kudengar darimu, Gladys. Katakan kau juga menginginkanku."

Permintaan itu menekankan pada Gladys, benar Bara tidak akan pernah berniat menyakitinya atau paling parah memaksa sekalipun telah sepenuhnya mendapat izin. Seorang lelaki jentelmen yang peduli pada consent serta kesenangan dari wanitanya. Mendesahkan napas pendek, Gladys berubah tersenyum, matanya melebar indah penuh percaya diri, berkata, "Aku menginginkanmu, Bara."

Bara menekankan ciuman lambat menyusuri dari kulit dahi, hidung, berakhir di depan bibir Gladys. Ia balas tersenyum, puas mendengar jawaban Gladys yang lebih dari bersedia membuat pernyataan untuknya. Pembuktian atas diri wanita itu yang sama-sama menginginkan ini. Tak berpura-pura, jelas tahu maksud undangannya. "Aku menginginkanmu, Gladys," ucap Bara tepat sebelum ia mencium wanita itu.

Seperti sebelumnya, ciuman Bara tidak pernah terasa menuntut kasar. Ciuman itu membujuk, merayu, menghipnotis Gladys untuk memasrahkan diri merapat dan dengan senang hati mengalungkan ke dua tangan, mendekap tubuh Bara. Tekstur tipis bibir Bara meraup basah bibirnya, lidah membelai menyeluruh, menyusup dan akhirnya bermain di mulutnya. Sebagai tanggapan, awalnya ragu Gladys memangut dan balas mengusap lidah Bara yang sontak membuahkan sentakan nikmat dan geraman tertahan dari lelaki itu.

Mendapat respon positif, Gladys berinisiatif berjinjit ketika tekanan halus telapak tangan Bara berpindah melebar di pinggulnya. Menekan memposisikan tubuh bagian bawah mereka, sementara seiring itu payudaranya menghimpit manis dada Bara.

Jemari Gladys merangsek, mengepal helai-helai halus rambut cokelat kemerahan milik Bara. Desahan dalam napas terengah terlontar semakin keras saat Bara beralih mengisap sepanjang lehernya. Selain itu ada tangan yang menyusup di antara tubuh mereka, menyangga dan mengelus sisi bawah payudara kirinya.

Namun ditengah kabut panas yang mulai menyebar di seluruh tubuhnya, Gladys mengernyit bingung, menggumam bertanya, "Apa? Apa yang kamu katakan?"

Kekehan keluar dari mulut Bara sebelum lelaki itu mengulum malas-malasan daun telinga Gladys. "Dua-satu," bisiknya mengulang di lubang telinga Gladys.

"Dua-satu," ulang Gladys lugu tidak memahami apa maksud perkataan Bara.

"Permainannya adalah kau melepas dua potong pakaian sementara aku satu."

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : May 26 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

Stuck on YouOù les histoires vivent. Découvrez maintenant