XXXIV. About Not Deserving

11.2K 1.2K 69
                                    


"Cut!" Tangan Kira terangkat memberi tanda selesainya adegan terakhir mereka hari itu.

Sore itu, syuting dilaksanakan di sebuah kafe kecil tepat di tengah-tengah kota Revere. Yang paling bahagia menjalankan syuting ini bukan hanya Kira semata, namun Ara yang dari tadi menahan pekikannya melihat Gevan memerankan Gitar. Dari pagi hingga sore, setiap sedang istirahat antar adegan, Bu Gina tidak henti-hentinya berterima kasih pada Kira karena membawa Gevan untuk film ini. Katanya, Gevan itu Gitar sekali. Benar-benar seperti karakter dari buku yang keluar ke dunia nyata.

"Lo bener-bener mas, gila lo keren banget. Lo kayak tahu persis apa yang ada di kepalanya Gitar di setiap scene. I'm amazed." Sang penulis karakter pun sama saja. Tidak bisa berhenti memuji Gevan.

Gevan terkekeh kemudian menghela napas puas melihat reka ulang adegan yang terakhir diambilnya. Kalau untuk Kira, kebahagiannya sederhana. Tidak perlu banyak melakukan pengulangan, karena hampir semua adegan yang diambil sempurna pada take pertama atau kedua. Hari ini syuting pertama pertemuan tokoh Gitar dengan yang akan pasangannya, Tara. One of the most magical scene of all Ara's books.

"Ada briefing nggak buat syuting besok, Bu?" Kira bertanya pada Gina yang masih memerhatikan reka ulang adegan dengan serius.

"Aku sih nggak ada yang mau ditambahin ya. Paling dilatih terus aja tuh yang kamu udah kasih tanda, Ki. Bagian-bagian yang krusial buat besok." Bu Gina menoleh sebentar pada Kira. Sambil membalik-balik lagi kertas naskah di tangannya, sutradara itu mengangguk.

"Mas Gevan, aku sih berharapnya besok di bagian yang ini, you have to look like you're so close to giving up, tapi sebenarnya masih nggak mau. Sebenarnya di sepanjang adegan besok, cuma itu sih emosi yang harus paling kelihatan," jelas Kira menunjuk deret tulisan yang sudah diberi warna kuning olehnya. Gevan mengangguk mengerti.

"Sip! Itu aja buat hari ini berarti..." Kira melakukan screening terakhir lagi sebelum akhirnya memberikan isyarat bahwa syuting sore itu sudah benar-benar berakhir. Para kru terlihat puas sambil memberikan tepuk tangan kecil mereka, seperti yang memang selalu dilakukan setiap pengambilan terakhir satu hari syuting.

Kira duduk termenung menikmati udara sore kota itu. Udara yang masih sejuk meski panas karena sudah mulai memasukki musim panas.

Tidak terasa sudah 4 hari saja ia ada di Amerika. 2 hari kemarin dihabiskan mereka mengambil adegan masing-masing tokoh, sebelum akhirnya bertemu hari ini. Mungkin karena buku Ara dan ceritanya, atau mungkin juga karena setting yang indah, bisa juga karena pemain yang dapat menyampaikan karakter dengan sempurna serta tim yang sangat kompak, baru mulai produksi saja Kira tahu ini akan jadi salah satu karya yang paling disukainya. Dari proses sampai mungkin nanti hasilnya.

"Abis ini kita mau makan malem bareng, Ki, sebelum balik ke hotel. Mau ikut nggak kamu?" tanya Bu Gina pada Kira. Kira melirik jamnya lalu menggeleng.

"Aku skip deh bu," jawabnya singkat.

"Ada acara?" tanya Bu Gina lagi.

Kira hanya mengangguk, ingin menjawab sebelum dipotong oleh Gevan.                

"Udah ditungguin tuh," ujar pria itu menunjuk pada Jesse yang berdiri tidak jauh dari lokasi mereka sekarang.

Kira tersenyum kikuk. Bu Gina mengerutkan alisnya. Ia hanya tahu Kira dan Ara punya teman di Amerika. Namun kalau diperhatikan, sepertinya bagi Kira bukan hanya teman.

"Pacar kamu, Ki?" tembak Bu Gina hati-hati.

Kira unjuk gigi lalu mengangguk. Ia belum cerita temannya yang ia ceritakan itu adalah pacarnya. Bu Gina memanggutkan kepalanya sambil melihat ke arah Jesse. Pantas saja begitu sampai di sini hal yang pertama dilakukan Kira adalah menemui temannya di Cambridge, bahkan tanpa istirahat dulu. Mau ketemu pacar ternyata.                                                                              

LINGER (Completed) Where stories live. Discover now