delapan belas - aku dan diriku

442 146 34
                                    

trigger warning : sexual harrasment, selfharm, suicide attempt

boleh sambil dengerin lagu yang melow

aku menatap samar langit-langit kamarku

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

aku menatap samar langit-langit kamarku.

apakah aku harus membunuh diriku sendiri setelah kegiatan pemerkosaan ini selesai?

lalu kemudian aku harus mati dalam keadaan paling hina?

mengapa dari sekian kisah akhir, harus inilah yang menjadi penutup hidupku?

kenapa hendak mati pun aku tidak bisa tenang?

sebenarnya aku ini sudah berbuat apa?

ataukah sebenarnya Tuhan membenciku?

bulir air mata kembali terjatuh dari pelupuk mataku ketika permukaan kulit tubuhku digerayangi oleh tangan ayahku.

hinanya dirimu, aruna.

mendadak, semuanya menjadi gelap. tidak, ini proyeksi pemikiranku saat ini.

aku memandang kegelapan yang tercipta di dalam pemikiranku. mendadak segalanya nampak gelap. tidak ada lagi ayahku, tidak ada lagi suara implementasi nafsu busuknya, dan tidak ada lagi langit-langit kamarku.

semuanya gelap. hanya ada diriku. kemudian, suara mengerikan itu muncul.

"dasar jalang!"

"aku penasaran, kamu kapan hamilnya? hahahaha..."

"berhenti!" 

aku menoleh mencari sumber suara, tapi tidak ada apa pun selain gelap.

"mau bermalam denganku di hotel? jangan salahkan aku, salahkan tubuhmu yang menggoda itu."

"pertemanan kita sampai sini saja. aku gak mau berteman dengan pelacur."

"berhenti!"

suara-suara tersebut masih menggentayangi ruang gelap ini. memunculkan memori-memori lama yang sangat membuatku terpuruk. aku mencarinya demi menghentikan kalimat-kalimat itu. namun, tetap saja tidak kutemui.

"aruna, kupikir kamu bisa menjaga nama cantikmu. tapi ternyata kamu malah gak bisa jaga tubuhmu. dasar lacur!"

"lihat! ada aruna si jalang!"

"stop!"

"aruna, buka baju kamu."

"tubuhmu terlalu menggodaku aruna, itu salahmu."

"aku malu punya kakak yang lacur kayak kamu. jangan pernah bicara sama aku lagi."

"berhenti..."

aku mengangkat kedua tanganku dan menutup telingaku secara paksa. aku tidak tahan. suara-suara tersebut semakin banyak dan bergentayangan.

"kamu sok-sok an gak mau aku setubuhi, tapi kamu selalu mendesah walau sembari menangis."

Petikanmu Menjeda KematiankuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora