BERBEDA-20

539 47 7
                                    

Hmm, aku cepet bgt gasih up nya? lagi kejar part supaya cepet end hihi, soalnya dikit lagi PKL pasti sibuk dan susah buat nulis'(.

Btw, absen dulu sini kalian asal mana aja??

Masih semangat baca BERBEDA??

Udah vote belum? spam komen disetiap part yaa😻 dan jangan lupa share jugaa, udah????

Kalian boleh banget kalo mau spoiler part ceritaku yang seru disosial media, disnapgram boleh, jangan lupa tag akuu arraa.aaa_ dan ditiktok juga boleh bangettt!!!  gunakan #berbedastories dan tag wattpaders9.

Terimakasih semuanya yang selalu setia baca BERBEDA💘!!

LOVE U ALL😻.

H A P P Y R E A D I N G

"Ternyata seseorang yang paling sering tertawa adalah seseorang yang hidupnya menyimpan banyak kesedihan."
-Caramel Elfarie-

"Perbanyak bersyukur, kurang-kurangin ngeluh. Kehidupan lo enggak selamanya dibawah, ada masanya nanti lo bakalan diatas."
-Arraaaa-

"Ngeluh boleh, cape boleh, nyerah jangan. Inget, lo berharga buat hidup didunia ini. Masih banyak orang yang harus lo bahagiain didunia. Kalau lo nyerah yang bahagiain mereka siapa? tapi jangan lupa, lo juga butuh bahagia."
-Caramel Elfari to Alvina Azza-

****


"Kenapa lo murung banget," tanya Harris pada Ferdi yang sedari tadi sibuk memainkan rubik.

"Gue putus." Ale, Harris, dan Rafael menoleh sebentar kemudian tertawa kencang, fyi kecuali Ale. Tatapan dia masih tetap datar😺.

"Kok lo berdua ketawa sih! gak mikirin perasaan gue banget!"

"Udah sih Fer, enggak apa. Cewek banyak bukan cuma Alvina."

"Lo enggak akan ngerti kalau lo enggak pernah  ngerasain." Ujarnya pada Rafael dengan tatapan datar,

"Iya iya, maaf."

"Kenapa bisa?" Ale membuka suara, namun tetap saja tatapannya masih datar.

"Kemarin dia liat gue nganterin Putri,"

"Terus salah faham."

"Lagian lo sih. Ngapain nganterin Putri? emang dia lebih penting dari Alvina? ya wajar lah Alvina kesel wong lo yang salah kok." Iya benar kata Harris, memang Ferdi yang salah. Bahkan disaat Alvina memberinya kesempatan untuk menjelaskan, ia tidak bisa menjelaskan apapun.

"Putri sakit, gue ketemu dia di UKS waktu itu sambil pegangin kepalanya pusing. Makanya gue tawarin dia balik bareng, daripada kenapa-kenapa dijalan." Jelasnya pada ketiga sahabatnya,

"Udah jelasin ke Alvina?"

"Gue enggak bisa jelasin apa-apa sama dia Le. Gue tau gue salah, pas Alvina ngasih gue kesempatan buat jelasin pun rasanya mulut gue susah buat bicara. Gue enggak tau harus mulai darimana jelasinnya,"

"Karna kita udah hampir dua minggu enggak tegur sapa, bahkan enggak komunikasi." Ferdi menghela nafas berat. Tangannya memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa berdenyut.

Rasa nyeri kembali menghampiri kepala Ferdi, wajahnya berubah pucat hingga ia harus menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Kambuh. Ferdi pasti kambuh, em..

BERBEDA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang