1. Jeffrey, si Ketua Club Basket

15 4 0
                                    

Hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas tentu sangat melelahkan. Rasanya tubuh ini masih ingin berada di kamar kemudian rebahan di kasur. Jari-jari tangan sepertinya masih ingin mengutak-atik benda berbentuk persegi panjang yang biasa disebut smartphone.

Namun berbeda dengan gadis yang bernama Andhira Harsha Kirana. Ia merasa begitu senang karena bisa kembali masuk ke sekolah setelah hampir 1 bulan berada di rumah.

Dhira turun dari mobil yang dikendarai oleh Ayahnya. Setelah berpamitan kepada sang Ayah, Dhira segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam lingkungan sekolah.

Ada banyak hal yang ia rindukan di sini. Yang pertama yaitu sapaan dari Pak Tejo, satpam yang biasanya berjaga di gerbang sekolah. Yang kedua yaitu perpustakaan sekolah. Perpustakaan adalah tempat persembunyian Dhira dari teman-temannya.

Bukan untuk menghindar dari teman-temannya, tapi terkadang Dhira membutuhkan waktu sendiri. Dhira akan menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan dengan membaca buku-buku tebal yang berada di sana.

Yang ketiga yaitu teman-temannya. Ia sangat merindukan teman-teman sekelasnya. Namun peraturan sekolah membuat dirinya tidak sekelas lagi dengan sahabatnya. Dhira berada di kelas yang berbeda dengan Aheng, sahabatnya dari kelas 10.

Setelah berjalan dari gerbang utama sekolah, akhirnya Dhira sampai di dalam ruang kelas barunya. Di dalam kelas yang dingin ini hanya ada dua murid. Yang satu tengah duduk sambil membaca buku, dan yang satu lagi tengah memperhatikan Dhira yang baru datang.

"Hai,"

Ia hanya tersenyum untuk membalas sapaan Dhira. Sepertinya dia anak baru. Pasalnya Dhira belum pernah melihat cowok itu di sekolah ini. Setelah meletakkan tas ranselnya di kursi, Dhira menghampiri cowok yang tadi ia apa.

"Kamu anak baru?" tanya Dhira.

Ia mengangguk.

"Nama aku Dhira, kamu?"

"Mahendra Xavier Lee, panggil aja Mahen."

"Mulai hari ini kita temenan ya?" Cowok yang bernama Mahen itu kembali mengangguk.

"Mau ikut ke kelas sebelah ngga?"

Mahen mengangguk—untuk yang ketiga kalinya—lalu berdiri dari duduknya. Dhira memimpin jalan. Mereka berdua berjalan depan-belakang menuju ke kelas sebelah.

"Aheng!" panggil Dhira dari ambang pintu.

"Oy!" Aheng berlari kecil menghampiri sahabatnya.

"Ini siapa?" tanya Aheng menatap Mahen yang berdiri di sebelah Dhira.

"Murid baru di sini."

"Mahendra, panggil aja Mahen."

"Oh gitu, gue Aheng. Panggil aja Hendery."

Mahen menaikkan sebelah alisnya. Dari mana nyambungnya Aheng dengan Hendery? Pikirnya.

"Biar keren dikit bro," ujar Aheng.

"Aheng anaknya emang kayak gitu, maklumin aja."

"Kenapa kesini?" tanya Aheng.

"Sarapan."

Sudah menjadi kebiasaan mereka berdua untuk sarapan bersama di kantin. Sebenarnya Dhira bisa sarapan dari rumah, tapi dia lebih suka sarapan di sekolah.

Dhira selalu sarapan sendiri kalau di rumah. Thama—sang kakak—selalu sarapan di kampus. Begitu juga dengan Ayahnya yang selalu sarapan di kantor.

Semenjak sang Ibu telah tiada, Dhira terkadang merasa rumahnya menjadi sepi. Tidak ada lagi yang memanggil namanya setiap pagi untuk sarapan bersama. Tidak ada lagi yang menghampiri Dhira ke kamarnya saat jam 9 malam untuk menyuruhnya tidur.

pendekatan|jaehyunWhere stories live. Discover now