42. Seorang Pengganti?

33.8K 3.7K 168
                                    

"Fan, papa minta maaf udah jodohin kamu tanpa sepengetahuan kamu."

Fano yang sedang duduk di balkon melirik sekilas ke arah ayahnya yang berdiri di sampingnya. Fano menatap langit hitam di depannya lagi, ia tidak peduli dengan perkataan ayahnya.

"Fan, Allea bukan wanita yang harusnya kamu nikahi."

Untuk ini, Fano tertarik. Dia menatap ayahnya dengan tatapan dalam. Jordan menarik nafas dalam, ia mendudukkan bokongnya di sebelah anaknya.

"Kamu tidak di jodohkan dengan Allea, Allea hanya sebagai pengganti. Dia tidak terikat apa-apa dengan kamu."

"Maksudnya?"

"Dulu, tuan Miller ingin menjodohkan Papa dengan wanita pilihannya, tapi dia gagal karena kenekatan papa dalam memiliki mama. Papa bilang, kalo mama hamil anak papa, dan akhirnya tuan Miller marah, dan ingin membunuh mama. Untung saja papa cepat membawa mama pergi. Sejak saat itu, papa lepasin marga Miller di belakang nama papa."

"Sebentar, bukannya abang lahir setelah--"

"Iya, karena mama keguguran, dan butuh waktu 9 tahun kami memiliki anak lagi yaitu abang kamu. Saat abang kamu lahir, semuanya masih aman. Tapi, saat mama hamil kamu, entah darimana, kabar itu sampai ke telinga tuan Miller. Dia kekeh mau jadiin kamu penerus dia."

Fano menghela nafas, "Oke stop, sekarang Fano mau tahu kenapa Allea terlibat."

"Saat umur kamu 15 tahun, tuan Miller memberitahu papa kalau dia sudah menyiapkan wanita untuk di jodohkan dengan kamu. Papa gak bisa nolak karena dia kasih ancaman yang katanya, 'dia bakal buat mama ninggalin papa selamanya.' maka dari itu, papa terima. Tapi, saat umur kamu 16 tahun, wanita yang akan dijodohkan dengan kamu dinyatakan meninggal dunia, berita ini hanya tersampaikan pada papa, tuan Miller tidak tahu. Untuk menutupinya, papa buat kesepakatan sama Edward untuk menjodohkan kamu dengan Allea. Ya... Semata-mata untuk menutupi itu dan hidup kita aman." Jelas Jordan.

Fano mengangguk mengerti. Ayahnya ini licik sekali, dia membuat cerita yang berbeda ke setiap orang. Apa dia tidak sadar jika sifat licik itu akan menjadi sifat turun-temurun?

"Bodoh!" pikir Fano dengan seringai kecil.

***

Fano tertawa mengejek saat melihat keadaan rumahnya yang berantakan dan beberapa orang sedang berusaha membuka pintu kamar dimana istrinya berada.

"Mereka memang licik, tapi saya lebih cerdik."

Fano mengambil jaketnya, dia keluar dari ruangan dan tersenyum penuh arti ke puluhan anggotanya yang menunggunya untuk menyatakan perang.

"Aku datang, Sayang."

***

Beberapa orang terus mencoba mendobrak pintu kamar, mereka tidak tahu saja jika kamar itu di desain secara khusus, jika bukan Allea dan Fano, orang manapun tidak akan bisa masuk ke sana.

Sedangkan di dalam, Allea menangis ketakutan, ia duduk di sudut kamar sembari memegangi perutnya. Sekarang, Allea hanya peduli dengan bayinya, jika seandainya ia mati, biarkan hanya dia. Bayinya jangan.

Krek!

Suara jendela terbuka membuat rasa takut Allea semakin menjadi, dia memejamkan mata sembari berkata dengan nada gemetar.

"S-saya mohon jangan bunuh anak saya, jika kalian i-ingin membunuh saya s-silahkan, tapi jangan anak saya hikss d-dia belum melihat dunia. Dia harus b-bahagia!!" nafas Allea tidak teratur, jantungnya berdetak tak karuan. Ia hanya berharap agar mereka langsung membunuhnya, tidak memberikan rasa sakit dahulu.

"Bagaimana dengan suami kamu?" Allea mematung, dia berniat untuk melihat siapa yang berbicara, tapi tanda di duga, orang itu malah memukul leher belakang Allea membuat Allea terhenyak.

Allea ingat saat orang itu mengangkatnya dan membaringkannya di atas ranjang, kemudian sentuhan lembut bibir itu menyapa bibirnya.

"Dengan ini, kamu gak akan lihat betapa kejamnya aku, Sayang. Saat ini, cukup untuk menutup mata dan saat kamu membukanya, semuanya akan kembali seperti semula."

Setelah melihat mata wanitanya benar-benar tertutup, Fano tersenyum tipis. Ia pun keluar dari kamar dan melihat beberapa jasad yang tergeletak dengan darah berceceran.

Fano menuruni tangga, ia menghela nafas saat lima orang pria datang tiba-tiba lalu mengarahkan pistol ke kepalanya. Fano digiring ke ruang tamu.

Di sana, Fano melihat sosok pria tua yang duduk tenang di atas sofa. Fano beranjak untuk duduk, dia menatap sosok pria tua itu dengan tatapan datar.

"Anda hampir kehilangan penerus," ucap Fano.

Pria itu tersenyum meremehkan, "Penerus dari seorang pengganti?"

"Itu sama saja, saya akan mempunyai anak dan dia akan menjadi penerus saya."

"Dia Allea Andara Williams." Pria itu menggeram rendah menunjukan betapa marah dia pada Fano.

"Apa salahnya? Dia anak orang terpandang, kekayaannya saja lebih banyak dari Anda."

"Bukan itu, tapi ini tentang kebohongan yang selama ini kamu tutupi, Stefano."

Fano menggelengkan kepala, "Anda tahu sendiri darimana kebohongan ini berasal. Tuan, Anda hanya butuh penerus bukan? Jadi Anda tidak perlu ikut campur dalam kehidupan saya yang lain. Saya akan memberikan penerus itu."

Si pria tersenyum, ia berdiri. "Karena dia Allea Andara Williams, saya akan menerimanya. Maka dari itu, jaga dia dan calon penerus saya." Tangan yang hampir keriput itu bergerak memegang bahu Fano kemudian melangkah menjauh.

Namun, ia kembali berhenti lalu berkata, "Saya hanya butuh satu penerus, jika saya mendengar kamu memiliki anak lebih dari satu, nasibnya tidak akan berbeda jauh dari kakakmu."

Dor!
Dor!
Dor!

Tiga pengawal pria tua itu tersungkur dengan peluru yang hinggap di kepala. Fano menggeram rendah, ia mengarahkan pistolnya ke kepala dua pengawal lain.

Dor!
Dor!

Berbarengan dengan itu, puluhan orang mulai berkumpul dan saling menyerang. Tembakan dan pukulan mengarah ke Fano, tapi Fano dapat menangkis nya. Ia dengan mudah mengalahkan para musuh.

Anggota-anggota yang ia bawa tak kalah cepat, mereka menjadikan perang kecil ini sebagai permulaan. Mayat-mayat berjejer, kadang terinjak oleh panasnya perkelahian.

Saat ini, anggota Fano unggul. Musuh yang sudah merasa kalah memilih untuk melarikan diri meninggalkan belasan mayat. Fano menyengka keringat di dahinya dengan kasar.

"Bersihkan semua ini, jangan sampai tersisa setitik darah pun. Buat semuanya seperti semula."

"Baik Tuan." jawab serempak para anggota.

Fano beranjak menaiki tangga, dia memasuki kamar dan membersihkan tubuhnya yang penuh dengan darah. Setelah itu, dia memakai baju santainya, kemudian memasuki kamar tempat istrinya berada.

Wanita itu masih menutup mata. Fano bergerak memindahkan kepala wanitanya untuk bersandar di dadanya. Dia mengecup kening Allea dengan lembut.

"Gak akan aku biarin siapapun sakitin anak-anak kita. Aku janji."

***

02- 02-2022

~08-08-2022~

ALLEAKde žijí příběhy. Začni objevovat