O U R [2nd]

1.1K 138 3
                                    

Our Chalongrat [JaFirst]
...

Langit-langit kamar di pandang lama, menghiraukan sinar matari yang perlahan mengusik kornea. Malam yang panjang dan menyakitkan, entah sudah berapa banyak pelangi yang First gambar di permukaan kertas dan berakhir berserakan di segala sudut kamarnya.

Phi Ja bilang, jika hatimu terasa berat dan penuh beban gambar saja pelangi.

Padahal dalam hati First lebih suka mengukir garis di pergelangan tangannya. Tidak boleh, tidak boleh! Kau sudah berjanji bodoh!

Tubuh kurusnya di bawa tegak dengan niat seadanya, menapak lantai kamar yang dingin dan mulai membuka jendela balkon kamarnya. Dari sudut ini ia bisa dengan jelas melihat balkon kamar phi Ja. Tempat ini menjadi saksi bagaimana Ja selalu membuatnya merasa jauh lebih baik.

Mereka adalah teman main sejak kecil.

Namun entah bagaimana sebuah mobil yang terparkir di pekarangan sebelah rumah phi Ja menarik fokusnya. Mobil itu tampak hendak meninggalkan rumah phi Ja, setelah sosok berpenampilan rapi masuk kedalamnya.

“Tamu?”

Sial! Ia tiba-tiba merasa sangat ingin tahu. Siapa yang bertamu di rumah orang pagi-pagi sekali. Entahlah keingintahuan ini sampai membutnya benar-benar ingin pergi ke rumah phi Ja.

Dengan kemeja kebesaran serta sandal rumahan First berlari menuju pintu utama, menghiraukan seruan para pelayan tentang jam sekolah.

Hanya butuh beberapa langkah sampai ayunan langkahnya berhenti tepat di pelataran rumah keluarga Suansri.

Astaga, berlari sebentar saja bisa se-melelahkan ini.

“First sedang apa di sana hm?” Suara seorang wanita cantik mengalun tiba-tiba.

Mae.” First menghambur begitu saja dalam dekapan sosok wanita cantik, ibunda dari Ja. “First rindu.”

Nyonya Suansri terkekeh gemas, padahal ia hanya pergi tiga hari untuk menemani Ja di rumah sakit. “Maaf ya, mae sempat mengabaikan putra tampan mae satu ini.”

Mau bagaimana lagi? Selain dirinya Ja tak memiliki siapa-siapa lagi. Tuan Suansri sudah lama meninggal dunia.

Phi Ja sudah baik-baik saja bukan mae?”

“Tentu saja, mae kan menjaga Ja dengan baik. First juga mendoakan kesembuhan phi Ja bukan?”

Mau apalah di kata, hidup memang berat sayang. Bahkan nyonya Suansri pun tahu betapa berat kehidupan yang First jalani. Dua putranya yang tengah berjuang pada takdir masing-masing.

Mae, tadi ada mobil. Tamu di pagi hari?”

“Petugas rumah sakit sayang.”

Huh? First reflek berkedip cepat. Mengapa petugas harus berkunjung? Apa terjadi sesuatu pada phi Ja? “Mae, phi Ja ... tadi mae mengatakan bahwa phi Ja baik-baik saja. Lalu mengapa petugas rumah sakit hari datang?”

Nyonya Suansri menipiskan bibir tanpa menurunkan kedua sudut bibirnya. “Ja baik-baik saja. Tapi masih perlu pengawasan sayang. Kalau tak percaya, First bisa melihat Ja sendiri.”

Tanpa basa-basi, First mengangguk lekas dan berlari masuk ke dalam rumah.

Ucapan seorang ibu adalah do’a bukan? Maka semoga Tuhan selalu membuat kata ‘baik-baik saja itu’ selalu menyertai keadaan putranya.

•Our Chalongrat

Sebuah pintu putih gading di buka perlahan, setelahnya First menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang terbuka.

Phi Ja ...” Anak manis itu mendayu. Sebelum ini First bahkan bisa masuk ke dalam kamar Ja sesukanya. Tapi saat ini, ia sedikit takut bila kehadirannya hanya akan mengganggu istirahat Ja.

Helaan nafas yang terdengar berat terdengar sayup-sayup menyapa rungu lebih dulu. Sebelum suara Ja hadir setelahnya. “First masuk.”

First mengangguk lekas dengan senyum cerah. Berjalan dengan semangat kemudian bersimpuh di kaki ranjang di mana Ja tampak bersandar pada kepala ranjang. “Kemarin phi bilang sudah baik-baik saja.”

“Aku memang sudah baik-baik saja kan? Lihat.”

“Lalu untuk apa selang itu kembali menggantung di hidung phi Ja?” First berkata pelan. “Apa dada phi Ja sakit lagi?”

Terakhir kali saat cassal canula itu harus terpasang, Ja di kabarkan drop dengan gangguan pernafasan.

Aa ... ini baru di pasang pagi tadi, untuk jaga-jaga saja.” Ja mengusap kepala First yang menempel pada permukaan kasur. Anak itu terlihat lucu sepanjang waktu. “Tidak sekolah?”

Menggeleng tanpa kata. Diam-diam setitik air mata luruh begitu saja dari sebelah netra kelabu First. Kata-kata ayahnya kembali mengukir luka baru di dalam benaknya. Seburuk itukah ia sebagai anak? Namun saat ini, First merasa kurang tepat untuk mengadu.

“First, duduk di samping phi.”

First menurut, menegakkan tubuh dan mulai menempatkan diri duduk bersila tepat di sebelah Ja.

“Apa adik phi ini sedang sedih hm?” tanya Ja sembari mencubit pipi First halus. “Ingin bermain game?”

Phi ...” First tiba-tiba mengangkat pandangan, memandang wajah Ja lekat. “Jangan sakit lagi ya.”

First benar-benar takut kehilangan.

Ja terdiam beberapa detik. Mengulas senyum seadaanya dengan gelengan lirih.

“Yang lebih nakal dari First adalah jantung phi Ja. Berulah terus, dan membuat phi Ja kerepotan,” celetuk First. “Jantung, jangan berulah.”

Ja menarik First dalam rengkuhannya. Menyembunyikan wajahnya pada surai kepala si manis sembari berupaya menghalau desakan air mata. “Iya, dia sangat nakal dan menyebalkan.”

Meresahkan dan merepotkan. Jantung dengan gangguan bawaan itu sudah seperti takdir pilu yang harus menemani kehidupan Ja sejak kecil. Banyak harapan yang tergantung di atas waktu yang mungkin tak lagi tersisa banyak.

Namun begitu, bersyukurlah ia dengan keterbatasan kesehatan masih di beri kehidupan yang penuh warna.

“Tapi, aku selalu berdoa semoga phi Ja selalu sehat selalu agar bisa menemani First.”

Phi akan menemani First, menjaga First dan menyayangi First.”

Ucapan Ja, seakan menjadi mantra ampuh yang mendadak membuat hati serta perasaan First membaik. Lihat betapa besar afeksi Ja bagi First.

“Maaf First belum bisa menjadi anak yang baik.”

Seorang remaja lelaki yang berjuang menentang hasrat untuk melukai diri dan berjuang memerangi kesehatan mental bukan lah sekedar anak baik, itu adalah hal sungguh hebat!

Menjadi saksi nyata kehidupan First sejak kecil, mengajarkan Ja caranya untuk bersyukur atas apa yang ia punya—begitupun sebaliknya. First mendapat apa itu arti dari bersyukur.

“Kau hebat First.” Keduanya adalah lambang dari manusia hebat sesungguhnya. “Kau adalah nong terbaik yang phi punya.”

Phi adalah orang terpenting dalam hidup First.”

Ja adalah tempat First untuk pulang. Seorang remaja dengan gangguan mental ini bisa bertahan hanya karena usaha dan perhatian malaikat kuat seperti Ja.



...

You taught me how to love, but not how to stop ... [Our Chalongrat]

Continued ...

Our Chalongrat [JaFirst] ENDDonde viven las historias. Descúbrelo ahora