BAB 25. Akhir Yang Terbaik

12 3 0
                                    

"Mungkin ini adalah akhir terbaik yang semesta tetapkan untuk kisah kita"

Fajar memandang lurus ke luar, Fajar selalu suka berada di balkon kamarnya, rasanya menyejukan berada di sana. Fajar menatap ponselnya ada beberapa panggilan dari Embun, Sky, juga Angkasa.

Fajar menghela nafas, bagaimana dia akan menghadapi ini semua, bagaimana dia bisa kehilangan lagi, untuk kedua kalinya dia gagal menjaga orang yang paling dia sayangi.

Fajar kecewa, lebih dari apa pun, bahkan lebih dari Arabel yang tidak memberitahunya tetang penyakit gadis itu. Bagaimana Embun begitu egois ingin meninggalkannya, padahal Embun jelas mengetahui kalau Fajar pernah kehilangan, dan hampir gila karenanya. Bagimana mungkin Embun sama sekali tidak berusaha untuk bertahan, gadis itu sama sekali tidak memiliki pengharapan untuk tetap hidup.

"Makan dulu, Jar," ucap Arina, sudah beberapa hari ini Fajar terlihat mengurung diri, menghabiskan waktu di balkon kamar. Arine mendekati putra sulungnya itu, menepuk bahu Fajar

"Ayo cerita, Mama dengarin," tawar Arina

Arina pernah melihat Fajar begitu kacau setelah kepergian Arabel untuk selamanya dan Arina tidak ingin melihat hal yang sama terulang kembali.

"Ada masalah sama Embun?" tanya Arina dengan hati-hati.

Arina sudah mendengar mengenai kondisi Embun yang lumpuh. Yang membuat Arina heran adalah Fajar sama sekali tidak menemui Embun lagi, Arina pikir keduanya sedang berada dalam masalah.

"Fajar gak siap kehilangan lagi ma," Fajar membuka suara untuk pertama kalinya, tatapan pria itu masih lurus kedepan.

"Arabel pergi setelah berjuang melawan sakitnya, dia melakukan banyak pengobatan untuk terus bertahan. Tapi Embun.." Fajar menjeda ucapannya sejenak

"Dia bahkan menerima semuanya begitu saja, dia tidak berusaha untuk bertahan lebih lama lagi. Dia egois banget mau ninggalin Fajar ma," lirih Fajar

Arina kini mengerti duduk permasalahannya

"Nak dengarkan mama,"Arina menarik Fajar agar menghadapnya

"Memiliki umur yang singkat bukan pilihan dan keinginan Embun, jika bisa meminta, gadis malang itu pasti memilih umur panjang untuk bisa terus bersama orang yang dia sayangi, namun semesta punya cara lain yang mungkin gak sesuai sama cara kita, tetapi apa pun itu pasti adalah yang terbaik." tutur Arina

"Seharusnya di sisa waktu yang kalian punya, kamu tidak menyia-nyiakannya dengan menghindari Embun seperti ini. Dia pasti sedih kehilangan kamu," tambah Arina

Arina menepuk bahu putranya lagi, menegarkan pria berkacamata itu.

"Manfaatkan waktu yang kalian punya sebaik mungkin," pesan Arina

Fajar seketika tersadar. Apa yang Arina kataan benar, seharusnya disisa waktu yang Embun punya, Fajar berada di samping gadis itu, menemaninya, menciptakan kenangan indah untuk Embun. Dulu, Fajar kehilangan banyak momen kebersamaan dengan Arabel yang harus menjalani banyak pengobatan, seharusnya Fajar tidak melakukan kesalahan yang sama bukan.

Pergilah, dia pasti menunggu kamu!"

Fajar mengangguk, pria berkacamata itu mengambil kunci motornya. Arina menatap kepergian putranya itu, hal yang bisa mereka lakukan adalah menerima dengan lapang hati semua yang telah semesta tetapkan.

..

Embun tertawa senang, saat Angkasa memenuhi janjinya untuk menggendong gadis itu keliling kompleks, tentu bukan hal yang sulit bagi Angkasa untuk menggendong tubuh mungil adiknya itu. Angkasa mendudukan Embun kembali ke kursi rodanya, gadis itu masih terkekeh.

99 Days With You [End]Where stories live. Discover now