1

8.4K 966 335
                                    

Wangi parfum vanilla mengiring langkah Nanon yang menuju pintu depan rumahnya. Sedikit melongokkan kepala ke arah garasi yang sudah kosong, menandakan orang tuanya sudah berangkat terlebih dahulu dengan mobil mereka.

Nanon terus berdecak kesal. Langkah sneakers hitamnya sejenak dihentikan ketika melewati almari bufet berkaca lebar di ruang tamunya. Sekedar mengecek penampilan, tak masalah kan?

Mulai dari baju batik motif parang sewarna caramel matang, celana kain hitam pinjaman dari sang papa, sneakers, serta tambahan jam tangan Casio cokelat yang menghias pergelangan tangan. Satu lagi, rambut yang sengaja disisir seadanya tanpa bantuan gel penata seperti biasa. Membuat poni si lelaki manis nampak turun ke permukaan dahi.

Ganteng banget dah gua -batin Nanon tersenyum miring

Belum juga dua detik, senyum si manis mendadak luntur mengingat tujuannya setelah ini adalah acara pernikahan si babang mantan. Sial, hati Nanon bahkan belum dipersiapkan.

Tiiin.. tiiin...

Tak perlu menebak, Nanon sudah paham betul siapa pemilik Honda Beat berisik yang baru saja parkir di depan halaman rumahnya. Meraih helm INK centro biru muda miliknya yang berada di almari bufet, Nanon lantas keluar rumah dan mengunci pintu.

"Buruan, anjeng!!! Udah kaya mau diajak kencan aja lu dandan lama banget." Gerutu seorang pemuda berbusana tak jauh beda dengan Nanon. Hanya saja batik mega mendung yang dikenakannya berwarna pink ngejreng, mencolok mata.

"Sabar elah, Mon. Duit gue aja belum gue masukin amplop." Nanon yang sudah memakai helm mendekat ke arah Chimon yang masih stand by di atas motor. Tangan si dimple bergerak mengeluarkan uang dari dompet untuk mengisi amplop kondangan.

Chimon memutar matanya malas. "Banyak amat???" Komentarnya ketika Nanon mengeluarkan uang kertas berwarna merah bergambar dua orang proklamator Indonesia.

Nanon mendongak. "Cepek doang kan? Biasa?"

"Nggak usah banyak-banyak anjir orang resepsi biasa, paling amplopnya dimasukin ke tong."

"Gengsi sat kalau ngasih dikit."

"Ck. Nggak akan ketahuan, Nanon begok. Dari ratusan undangan, si babang nggak akan ngenalin yang mana amplop lo kok tenang."

Nanon mengerjap mata. Menimbang saran licik sang sahabat sejak lama.

"Ya udah deh, gue ngikut lo aja. Berapa?" Ujar Nanon akhirnya.

Namun jawaban Chimon hanya kedikkan bahu semata.

"Hah?" Nanon tak paham.

Sekali lagi Chimon mengedik bahu. Kali ini disertai gelengan kepala.

"Maksud lo apa sih, nyet??" Geram Nanon karena Chimon yang tak kunjung membuka suara.

"Nggak ada."

"Hahh?"

"Ya emang, nggak ada. Gue nggak nyumbang apa-apa."

"Terus itu amplopnya nanti nggak mau lu kasihin?" Heran Nanon melihat ujung amplop putih yang mengintip dari saku kemeja batik Chimon.

"Kasih lah. Amplop doang tapi nggak gua isi apa-apa."

"Anjeng medit!!" Komentar Nanon yang direspon tawa masa bodoh oleh sahabatnya.

"Gue isiin sekalian aja nih.." Geram Nanon mengambil dua lembar uang kertas berwarna sama dari kantong celana dan menyerahkan salah satunya pada Chimon.

"Goblok Nanon sama aja anjeng!! Masa cuma dua rebu perak nyumbangnya???"

"Dari pada lu, nggak diisi apa-apa."





HASIL KONDANGAN (OHMNANON)Where stories live. Discover now