Bab 12 Ada dia

2.5K 869 32
                                    

"Flow

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Flow... Enggak mau aku antar beneran?"
Pertanyaan itu membuat Bunga mengalihkan tatapan ke arah pria yang kini berdiri di sampingnya. Dokter Adi, atau lebih tepatnya sahabatnya itu kini menatapnya dengan khawatir.

Seharian ini memang sangat hectic sekali bagi dia dan rekannya yang ada di IGD. Ada kecelakaan beruntun yang korbannya semua dilarikan ke rumah sakit tempatnya bertugas. Maka, wajar kalau Dokter Adi kini menatapnya dengan tatapan kasihan. Bunga tahu, keadaannya pasti sudah sangat kusut. Sejak sehabis subuh dia bertugas dan sekarang menjelang pukul 10 malam dia baru bisa keluar dari rumah sakit dan akan pulang.

Keadaan Dokter Adi pun tak kalah lelahnya dengan dirinya. Bahkan pria itu memutuskan untuk tetap di rumah sakit untuk berjaga.

"Enggak usah. Lagian aku bawa mobil sendiri, udah kamu mending istirahat sana. Mukamu udah capek banget gitu."

Jawabannya membuat Dokter Adi kini menghela nafas lalu mengusap tengkuknya.

"Kamu ini Flow, dari dulu kok ya masih aja nggak mau kalau ngaku kamu emang butuh aku."

Candaan itu membuat Bunga tersenyum. Dokter Adi memang slalu memanggilnya Flow, kependekan dari Flower. Namanya dalam bahasa Inggris. Katanya, biar ada ciri khas panggilan dari Dokter Adi.

"Butuh kok. Besok kalau aku pengen minum starbuck."
Dokter Adi tersenyum kalem, lalu menunjuk mobil Bunga yang sudah ada di samping mereka.

"Ya udah sana pulang. Tapi jangan ketiduran di jalan."

"Do'ain temennya tuh yang baik gitu. Siapa tahu aku pulang di jalan ketemu pangeran kuda putih."
Dokter Adi hanya berdecak mendengar celetukannya. Lalu menyuruh Bunga segera masuk ke dalam mobil. Setelah menutup pintu dan berpamitan, Bunga akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah sakit.

****

Hawa panas dan rasa sesak membuat Bunga terbangun. Dia terkejut dengan keadaan yang terlihat begitu gelap. Tapi hawa panas itu membuat Bunga segera beranjak bangun meski kondisi kamarnya gelap gulita. Lalu ada asap yang membuat matanya pedas dan suara gemeretak kayu yang sepertinya terbakar.

Ada apa ini? Apa yang terjadi? Batin Bunga saat dia meraba-raba dinding untuk membuka pintu kamarnya. Seingatnya, saat pulang tadi dia tidak mematikan lampu apapun. Biasanya memang kalau ingin tidur, lampu kamar dia matikan, hanya saja tadi karena terlalu lelah, Bunga lupa untuk mematikan lampu.

"Uhuk... Uhuk... " Bunga terbatuk saat membuka pintu kamar dan bertemu dengan asap tebal yang membuatnya memejamkan mata. Dia terkejut karena lantainya terasa begitu panas dan juga hawa di sekitarnya. Saat itulah dia, mendengar teriakan orang-orang di luar yang meneriakan kebakaran.

Mata Bunga terbuka lebar dan dia sangat panik. Dia segera berlari meski tidak ada cahaya. Tapi suara kayu terbakar sangat terdengar jelas, meski api belum terlihat.

"Awh... " Bunga berhenti melangkah dan sepertinya dia menabrak sebuah kursi atau meja karena kakinya terasa begitu sakit. Dia tertatih saat meraba dinding lagi dan mencari jalan menuju pintu depan.

"Ya Tuhan, lindungilah aku." Bunga terus berdoa saat langkahnya semakin melemah karena rasa sakit dan panas di kakinya. Dia berhenti untuk terbatuk. Saat itulah dia melihat api. Rupanya, bagian depan rumahnya sudah terlalap api.

"Kebakaran... Kebakaran... "
Teriakan itu makin terdengar begitu nyata. Bunga berteriak minta tolong saat melihat api sudah hampir melalap bagian pintu depan. Saat itulah, dobrakan di pintu depan membuatnya terkejut. Matanya silau karena cahaya dari senter yang dibawa orang itu. Dia memejamkan mata, dan kembali terkejut saat orang itu langsung menariknya masuk ke dalam pelukannya. Aroma parfum yang sepertinya dia kenal membuat Bunga mendongak, tapi wajahnya sudah terhalang oleh sesuatu. Seperti jaket atau baju orang itu.

"Kita lari."

Sempat dia mendengar suara orang itu, lu tiba-tiba tubuhnya sudah diangkat dan untuk sesaat hawa panas itu makin terasa. Bunga merunduk dan memejamkan mata. Sampai akhirnya, udara sudah bisa dihirupnya dan hawa dingin angin malam terasa.

"Kamu nggak apa-apa?"

Suara itu membuat Bunga, membuka mata. Di depannya seorang pria sedang menunduk menatapnya dengan wajah penuh jelaga.

"Saka?"
. Itulah yang dia ucapkan dan orang itu menganggukkan kepala. Dia, kembali terkejut saat tubuhnya masuk kembali, dalam dekapan Saka, lalu kecupan hangat terasa di pucuk kepalanya.

****

"Udah baikan?"

Suara berat itu membuat Bunga mendongak dari gelas yang masih dipegangnya. Saka, sudah terlihat segar. Entah bagaimana mulanya, dia kini berada di dalam apartemen milik Saka. Pria itu yang menyelamatkan nyawanya saat tadi kebakaran melanda rumahnya. Rupanya ada korsleting arus listrik yang membuat kompleks perumahan yang ditinggalinya terbakar. Tadi, semua orang panik. Semua rumah tidak ada yang bisa diselamatkan. Semuanya dilalap si jago merah. Lalu Saka mengajaknya pulang dan dia menurut. Masih shock dengan semuanya.

"Maaf. Aku merepotkanmu. "
Bunga merasa tidak enak kepada Saka. Padahal pria itu sudah hampir 2 minggu tidak ada kabar beritanya. Dan lagi-lagi mereka dipertemukan dalam sebuah peristiwa.

"Aku ada di sini Nye, gunakan aku."

Bunga kembali mendongak dan netra mereka bertemu. Hati Bunga kembali menghangat, berarti Saka masih peduli kepadanya.

"Kamu sendiri, bisa kebetulan ada di sana?"
Bunga berdehem dan menanyakan tentang hal itu. Saka kini duduk di sampingnya. Di sofa yang ada di depan televisi. Apartemen Saka itu sangat rapi dan bersih. Membuat Bunga merasa nyaman.

"Ehm aku kebetulan lewat, dan saat itu, rumah kamu belum terkena api. Tapi begitu aku memarkir mobil dan membantu orang-orang, aku melihat api begitu cepat menjalar. Untuk saja kamu udah terbangun, andai kamu masih tidur Nye, aku takut... "

Saka terdiam dan Bunga juga ikut merasakan apa yang akan diucapkan Saka.

"Aku merasa sesak nafas, maka terbangun. Makasih ya."

Bunga kembali menatap Saka, pria itu menganggukkan kepala lalu menyugar rambutnya yang basah.

"Kamu sementara tidur di sini saja."

Mata Bunga membelalak mendengar ucapan Saka. Tapi kemudian pria itu meralat ucapannya "Maksudku, rumah kamu udah hangus. Kamu butuh tempat dan aku nggak keberatan."

Kenapa Saka begitu baik kepadanya? Bunga kadang bingung dengan sikap Saka. Apakah Saka benar mau menerima dirinya?

Bersambung
.

Ngantuk euy...

Hehehhe votement yaa

SAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang